Jumat, 23 Desember 2011

Upaya Upaya Hukum


Ada beberapa upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak dalam menyelesaikan sengketa TUN, baik terhadap putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, maupun terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap .
Upaya hukum yang dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap adalah perlawanan , hukum biasa.Sedangkan upaya hukum yang dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah peninjauan kembali (request civil) dan perlawanan pihak ketiga (derdenvenzet) ,yang dikenal dengan sebutan upaya hukum istimewa atau upaya hukum luar biasa .
Upaya hukum bukanlah dimaksudkan untuk memperlama penyelesaiaan suatu perkara , apalagi dimaksudkan untuk mengenyampingkan kepastian hukum . Bagaimanapun upaya hukum diperlukan, karena hakim adalah manusia yang sangat dekat dengan kekhilafan, bahkan kesalahan itu sendiri , bersifat memihak, atau karena ditemukan bukti baru yang begitu kuat .Dengan tersediannya upaya hukum , putusan yang telah dijatuhkan oleh hakim masih dimungkinkan untuk diperiksa ulang.

A.Perlawanan
Perlawanan (verzet) merupakan upaya hukum terhadap penetapan yang diputuskan oleh ketua pengadilan dalam rapat permusyawaratan ( Prosedur Dismissal).
Perlawanan yang diajukan penggugat terhadap penetapan dismissal tersebut pada dasrnya membantah alas an-alasan yang digunakan oleh Ketua pengadilan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 62 ayat (1) hruf a,b,c,d, dan e UU PTUN. Penggugat harus mampu membuktikan bahwa alas an-alasan yang digunakan oleh Ketua Pengadilan itu tidak berdasar dan didikung oleh bukti-bukti yang akurat , sehingga kebenarannya patut dipertanyakan.

B.Banding
Dalam pasal 122 UU PTUN disebutkan bahwa terhadap putusan PTUN dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).
Dengan demikian jelaslah bahwa hak untuk mengajukan banding terhadap putusan PTUN tidak ada hanya pada salah satu pihak, tetapi ada pada kedua belah pihak. Pasal ini memberikan keadilan yang sama kepada para pihak yang berperkara. Apabila upaya hukum banding ini hanya diberikan kepada salah satu pihak saja , aka sudah barang tentu bahwa pihak yang dikalahkan itu adalah pihak yang tidak dibri kesempatan untuk mengajukan upaya hukum banding itu sangat dirugikan . Karena , dapat saja putusan PTUN itu belum dapat diterimanya.
Tidak semua putusan PTUN dapat dimintakan upaya hukum banding. Putusan PTUN yang tidak dapat dimintakan upaya hukum banding adalah sebagai berikut :
1. Penetapan Ketua Pengadilan TUN mengenai permohonan untuk perkara dengan Cuma-Cuma berdasrkan pasal 61 ayat (2) adalah merupakan putusan yang diambil dari tingkat pertama dan terakhir, sehingga tidak dimungkinkan adanya upaya hukum banding, khususnya jika permohonan itu ditolak.
2. Penetapan dismissal dari Ketua Pengadilan TUN berdasarkan pasal 62 ayat (3) huruf a UUPTUN tidak dapat diajukan banding, upaya hukum yang dapat diajukan adalah perlawanan.
3. Putusan PTUN terhadap perlawanan yang diajukan oleh penggugat atas penetapan dismissal berdasrkan pasal 62 ayat (6) UU PTUN tidak dapat diajukan banding.
4. Putusan pengadilan mengenai gugatan perlawanan pihak ketiga sebelum pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan tetap berdasarkan pasal 118 ayat 2 berlaku ketentuan pasal 62dan 63, sehingga terhadap putusan tersebut tidak tersedia upaya hukum banding.
5. Putusan PTUN sebagai pengadilan tingkat pertama yang sudah tidak dapat dilawan atau dimintakan pemeriksaan banding lagi .

C. Kasasi
Mengenai upaya hukum kasasi diatur dalam PTUN yang menyebutkan sebagi berikut :
1. Terhadap putusan tingkat terakhir pengadilan dapat dimintakan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung.
2. Acara pemeriksaan kasasi dilaksanakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 ayat (1) Undang-Undang nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Dalam UU MA disebutkan bahwa permohonan upaya hukum kasasi dapat diajukan dalam hal :
1) Upaya hukum kasasi dalam kasus tersebut belum pernah diajukan atau dengan kata lain permohonan kasasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali (Pasal 43 ayat 2).
2) Permohonan pemeriksaan kasasi itu hanya dapat diajukan jika permohonan terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding, kecualiu ditentukan oleh Undang-Undang ( pasal 43 ayat 1).
3) Pihak yang dapat mengajukan upaya hukum kasasi adalah pihak yang berperkara atau wakilnya (pasal 44). Dengan demikian pihak ketiga tidak dapat mengajukan kasasi.
4) Demi kepentingan hukum Jaksa Agung karena jabatannya dalam perkara yang diperiksa dan diputus oleh pengadilan tingkat pertama atau pengadilan tingkat banding dapat mengajukan permohonan kasasi (pasal 45 ayat 1).
Darii alsan-alasan tersebut diatas menurut Sudikno Merto kusumo dapat diketahui bahwa didalam tingkat kasasi tidak diperiksa tentang duduknya perkara atau faktanya tetapi tentang hukumnya, sehingga tentang terbukti tidaknya peristiwa tidak akan diperiksa. Penilaian hasil membuktikan tidak dapat dipertimbangkan dan pemeriksaan tingkat dasrkan pada bukti-bukti kasasi .

D. Peninjauan Kembali
UU PTUN juga mengenal adanya upaya hukum peninjauan kembali sebagaiman yang diatur dalam Pasal 132 yang menyebutkan sebagai berikut :
1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
2) Acara pemeriksan peninjauan kembali sebagaiman dimaksud dalam ayat (1)n dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Dalam pasal 67 UUMA disebutkan alasan-alasan mengajukan permohonan peninjauan kembali :perkara
a) Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasrkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
b) Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat yang menentukan pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
c) Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut.
d) Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.
e) Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenal suatu soal yang sama , atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.
f) Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata .

Daftar Pustaka;
- Zairin Harahap,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, 2008 Rajawali Pers.


Artikel Terkait..:

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar