Sabtu, 02 Juni 2012

Persamaan dan Perbedaan Hukum Acara PTUN dengan Hukum Acara Perdata



 
A.      Persamaan Antara Hukum Acara Pengadilan TUN dengan Hukum Acara Perdata
1.       Pengajuan Gugatan
Pengajuan gugatan menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 54 UU PTUN sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 118 HIR.
2.       Isi Gugatan
Persyaratan mmengenai isi gugatan menurut hukum acara PTUN di atur dalam pasal 56 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 8 nomor 3 Rv.
3.       Pendaftaran Perkara

Pendaftaran perkara menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 59 UU PTUN, sedangkan dalam hukum acara perdata diatur dalam pasal 121 HIR.
4.       Penetapan Hari Sidang
Penetapan hari sidang menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 59 ayat 3 dan pasal 64 UU PTUN,sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 122 HIR.
5.       Pemanggilan Para Pihak
Pemanggilan para pihak menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 65 dan pasal 66 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata di atur dalam pasal 121 ayat (1) HIR, pasal 390 ayat (1) dan pasal 126 HIR.
6.       Pemberian Kuasa
Pemberian kuasa oleh kedua belah pihak menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasala 67 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 123 ayat (1) HIR.
7.       Hakim Majelis
Pemeriksaan perkara dalam hukum acara PTUN dan hukum acara Perdata dilakukan dengan Hakim Majeis (tiga orang hakim) yang terdiri atas satu orang bertindak selaku hakim ketua dan dua orang lagi bertindak sebagai hakim anggota (pasal 68 UU PTUN).
8.       Persidangan Terbuka Untuk Umum
Sidang pemeriksaan perkara di pengadilan pada asasnya terbuka untuk umum, dengan demikian setiap orang dapat untuk hadir dan mendengarkan jalannya pemeriksaan perkara tersebut. Dalam hukum acara PTUN diatur dalam pasal 70 ayat (1) UU PTUN sedangkan dalam ukum acara perdata diatur dalam pasal 179 ayat (1) HIR.
9.       Mendegar Kedua Belah Pihak
Dalam pasal 5 ayat (1) UU 14/1970 disebutkan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang. Dengan demikian ketentuan pasal ini mengandung asas kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak, dan kedua belah pihak didengar dengan adil. Hakim tidak diperkenankan hanya mendengarkan atau memperhatikan keterangan salah satu pihak saja (audi et alteran partem).
10.      Pencabutan dan Perubahan Gugatan
Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya, sebelumtergugat memberikan jawaban. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan yang diajukan penggugat, maka akan dikabulkan hakim, apabila mendapat persetujuan tergugat (pasal 76 UU PTUN dan pasal 271 RV).
11.      Hak Ingkar
          Untuk menjaga obyektivitas dan keadilan dari putusan hakim, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan diri, apabila diantara para hakim,antara hakim dan panitera,antara hakim atau dengan salah satu pihak yang berperkara mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai derajat ketiga,atau hubungan suami isteri meskipun telah bercerai,atau juga hakim atau panitera mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan sengketanya.
12.      Pengikutsertakan Pihak Ketiga
Baik dalam hukum acara PTUN maupun hukum acara perdata, pada dasarnya didalam suatau sengketa atau perkara, sekurang-kurangnya terdapat dua pihak, yaitu penggugat (sebagai pihak yang mengajukan gugatan) dan pihak tergugat (sebagai pihak yang digugat oleh penggugat).
13.      Baik hukum acara PTUN maupun hukum acara perdata sama-sama menganut asas bahwa beban pembuktian ada pada kedua belah pihak, hanya karena yang mengajukan gugatan adalah penggugat, maka penggugatlah yang mendapat kesempatan pertama untuk membuktikannya.sedangkan kewajiban tergugat untuk membuktikan adalah dalam rangka membantah bukti yang diajukan oleh penggugat dengan mengajukan bukti yang lebih kuat (pasal 100 sampai dengan pasal 107 UU PTUN dan pasal 163 dan 164 HIR).
14.      Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan setelah adanya putusan. Dan putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan adalah terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 115 UU PTUN),yang pelaksanaanya dilakukan atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama (pasal 116 UU PTUN, pasal 195 HIR).
15.      Juru Sita

B.      Perbedaan Antara Hukum Acara TUN dengan Hukum Acara Perdata
1.       Objek Gugatan
Objek gugatan atau pangkal sengketa TUN adalah KTUN yang  dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang mengandung perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa, sedangkan dalam hukum acara perdata adalah peruatan melawan hukum.
2.       Kedudukan Para Pihak
Kedudukan para pihak dalam sengketa TUN,selalu menempatkan seseorang atau badan hukum perdata sebagai pihak tergugat. Sedangkan dalam hukum acara perdata tidaklah demikian.
3.       Gugat Rekonvensi
Gugat rekonvensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan antar mereka. Dalam hukum acara PTUN tidak mungkin dikenal adanya gugat rekonvensi, karena dalam gugat rekonvensi berarti kedudukan para pihak semula menjadi berbalik.
4.       Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan
5.       Tuntutan dalam Gugatan
Dalam hukum acara perdata boleh dikatakan selalu tuntutan pokok itu disertakan dengan tuntutan pengganti atau petitum subsidiair. Dalam hukum acara PTUN, hanya dikenal satu macam tuntutan agar KTUN yang digugat dinyatakan batal atau tidak sah atau tuntutan agar KTUN yang dimohonkan oleh penggugat dikeluarkan tergugat.
6.       Rapat Permusyawaratan
Prosedur ini tidak dikenal dalam hukum acara perdata. Sedangkan dalam hukum acara PTUN, ketentuan ini diatur dalam pasal 62 UU PTUN.
7.       Pemeriksaan Persiapan
Disamping pemeriksaan melalui rapat permusyawaratan, hukum acara PTUN juga mengenal pemeriksaan persiapan,yang juga tidak dikenal dalam hukum acara perdata.
8.       Putusan Verstek
Verstek berarti pernyataan bahwa tergugat tidak datang pada hari sidang pertama. Putusan verstek dikenal dalam hukum acara perdata dan boleh dijatuhkan pada hari sidang pertama,apabila terggat tidak datang setelah dipanggil dengan patut. Sedangkan dalam pasal 72 ayat 1 UU PTUN, maka dapat diketahui bahwa dalam hukum acara PTUN tidak dikenal putusan verstek karena badan atau pejabat TUN yang digugat itu tidak mungkin tidak diketahui kedudukannya.
9.       Pemeriksaan Acara Cepat
Dalam hukum acara PTUN dikenal pemeriksaan dengan acara cepat (pasal 98 dan 99 UU PTUN ), sedangkan dalam hukum acara perdata tidak dikenal pemeriksaan dengan acara cepat.
10.      Sistem Hukum Pembuktian
Sistem pembuktian dalam hukum acara perdata dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran formal, sedangkan dalam hukum acara PTUN dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran materiil.
11.      Sifat Erga Omnesnya Putusan Pengadilan
Dalam hukum acara PTUN, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap mengandung sifat erga omnes artinya berlaku untuk siapa saja dan tidak hanya terbatas berlakunya bagi pihak-pihak yang berperkara,seperti halnya dalam hukum acara perdata.
12.      Pelaksanaan Serta Merta
Dalam hukum acara PTUN tidak dikenal pelaksanaan serta merta sebagaimana yang dikenal dalam hukum acara perdata. Dalam hukum acara PTUN, hanya putusan akhir yang telah berkekuatan hukum tetap saja yang dapat dilaksanakan.
13.      Upaya Pemaksa Agar Putusan Dilaksanakan
Dalma hukum acara perdata,apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela,maka dikenal adanya upaya-upaya pemaksa agar putusan tersebut dilaksanakan, sedangkan dalam hukum acara PTUN tidak dikenal adanya upaya-upaya pemaksa, karena hakikat putusan adalah bukan menghukum sebagaimana hakikat putusan dalam hukum acara perdata.
14.      Kedudukan Pengadilan Tinggi
Dalam hukum acara perdata kedudukan pengadilan tinggi selalu sebagai pengadilan tingkat banding sehingga setiap perkara tidak dapat langsung diperiksa oleh pengadilan tinggi, tetapi harus terlebih dahulu melalui pengadilan tingkat pertama. Sedangkan dalm hukum acara PTUN kedudukan pengadilan tinggi  dapat sebagai pengadilan tingkat pertama.
15.      Hakim Ad Hc
Hakim ad hoc tidak dikenal dalam hukum acara perdata apabila diperlukan keterangan ahli dalam bidang tertentu, hakim cukup mendengarkan keterangan dari saksi ahli, sedangkan dalam hukum acara PTUN,hakim ad hoc diatur dalam pasal 135 UU PTUN. Apabila memerlukan keahlian khusus, maka ketua pengadilan dapat menunjuk seorang hakim ad hoc sebagai anggota majelis.


Artikel Terkait..:

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar