Tuberkulosis adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh Basil Micobacterium tuberculosis tipe
humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-3/mm dan
tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini
terjadi karena kuman dalam sifat dormant.
Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis
aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob.
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman ini lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya, dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal
paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya sehingga apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit TB Paru (Amin, 1989).
Tuberkulosis
merupakan penyakit infeksi penting saluran napas setelah eradikasi penyakit
malaria. Basil M.tuberculosis tersebut masuk ke dalam jaringan paru melalui
saluran napas (droplet infection)
sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (Ghon), selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan
terbentuklah primer kompleks (Ranke).
Keduanya dinamakan Tuberkulosis Primer yang dalam perjalanannya sebagian besar
akan mengalami penyembuhan (Amin, 1989).
Tuberkulosis
primer merupakan peradangan yang terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan
spesifik terhadap Basil Micobacterium tuberculosis yang kebanyakan didapatkan
pada anak usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut Tuberkulosis Post Primer (reinfection) adalah peradangan jaringan
paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk
kekebalan spesifik terhadap Basil Micobacterium tuberculosis tersebut. Secara
epidemiologi terdapat 10-12 penderita yang mempunyai kemampuan menularkan,
dengan angka kematian 3 juta penderita tiap tahun, dan keadaan tersebut 75%
terdapat di negara-negara berkembang dengan sosail ekonomi yang rendah. Di
Indonesia merupakan penyakit nomor satu dan penyebab kematian nomor tiga
(Depkes, 2002).
- Patogenesis
a. Infeksi primer.
Infeksi
primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman tuberkulosis.
Droplet yang terhirup sangat kecil, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosiliaer bronkus dan terus berjalan hingga sampai di alveolus dan menetap di
sana. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan
cara membelah diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru.
Saluran limfe akan membawa kuman tuberkulosis ke saluran limfe di sekitar hilus
paru dan ini disebut sebagai komplek primer. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan komplek primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah
infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon
daya tahan tubuh (imunitas seluler).
Pada waktu reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan
kuman tuberkulosis. Meskipun demikian ada beberapa kuman yang menetap sebagai
kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak
mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis.
b. Tuberkulosis pasca primer.
Tuberkulosis
pasca primer biasanya terjadi setelah
beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer, misalnya karena daya tahan
tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri dari
tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya
kavitas atau efusi pleura.
- Gejala.
Pada stadium dini,
penyakit tuberkulosis tidak menunjukkan adanya tanda dan gejala yang khas.
Biasnya keluhan yang muncul dapat berupa gejala umum seperti suhu tubuh
meningkat timbul hilang berkisar 40-410C, berkeringat pada malam
hari tanpa aktivitas, badan terasa lelah, nafsu makan berkurang, berat badan
menurun serta gejala-gejala khusus seperti batuk terus menerus dan berdahak
selama 3 minggu atau lebih, batuk lama dengan dahak bercampur darah (batuk ini
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus dengan mengeluarkan produksi
radang), nyeri dada (hal ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis), sesak napas (terjadi
bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru), pembesaran
kelenjar getah bening di leher yang sakit bila diraba, nyeri tulang, gangguan
pencernaan kronis disertai penurunan berat badan, timbul panas tinggi yang
biasanya disertai dengan kejang pada anak (Aditama, 1996).
Gejala-gejala
tersebut di atas dapat pula ditemukan pada penyakit paru selain tuberkulosis
maupun penyakit lainnya, sehingga seringkali sering gejala tuberkulosis yang
tidak khas tersebut dikatakan sebagai the great imitator. Dengan demikian
setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut di atas, harus dianggap
sebagai seorang suspek tuberkulosis dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak
secara mikroskopik langsung (Brunner & Suddarth, 2002).
- Klasifikasi penyakit dan tipe penderita.
Penentuan
kalsifikasi dan tipe penderita tuberkulosis memerlukan suatu defenisi kasus
yang memberikan batasan baku setiap klasifikasi dan tipe penderita. Ada empat
hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan defenisi kasus yaitu organ tubuh yang sakit (paru atau ekstra
paru), hasil pemeriksaan dahak secara mikroskipik langsung (BTA positif atau
BTA negatif), riwayat pengobatan sebelumnya (baru atau sudah pernah diobati),
tingkat keparahan penyakit (ringan atau berat). Pentingnya penentuan
klasifikasi penyakit dan tipe penderita dilakukan untuk menetapkan paduan OAT
yang sesuai (Depkes, 1997).
a. Klasifikasi penyakit penderita.
1) Tuberkulosis paru (TB Paru)
TB Paru adalah tuberkulosis
yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput pleura).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dapat dibagi atas TB Paru BTA
positif dan TB Paru BTA negatif. TB Paru BTA positif yakni sekurang-kurangnya 2
dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya positif, satu spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TB
Paru BTA negatif yakni pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis positif. TB Paru BTA
negatif dan rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya
yakni bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas dan atau keadaan umum
penderita memburuk.
2) Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis ekstra paru
adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. Tuberkulosis
ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahannya yakni tuberkulosis ekstra
paru ringan (kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang kecuali tulang belakang, sendi dan kelenjar adrenal)
dan tuberkulosis ekstra paru berat (meningitis, millier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, tulang belakang, tuberkulosis usus,
tuberkulosis saluran kencing dan alat kelamin).
b. Tipe penderita
Tipe penderita ditentukan
berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu
kasus baru (penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan), kambuh/relaps (penderita yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif),
pindahan/transfer in (penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten yang dituju, penderita pindahan tersebut
harus membawa surat rujukan/pindah), setelah lalai/pengobatan setelah
default/drop out (penderita yang sudah berobat paling kurang satu bulan dan
berhenti dua bulan atau lebih kemudian datang kembali berobat), gagal
(penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke lima atau lebih dan penderita dengan BTA negatif rontgen
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan kedua pengobatan) dan kasus kronis
(penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2).
- Diagnosis.
Jenis-jenis
pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan terhadap suspek penderita (Nadesul,
1996) adalah :
a. Pemeriksaan fisik .
Pada tahap dini sulit
diketahui, tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, rochi basah), pada
pemeriksaan perkusi didapati hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang
cukup dan pada auskultasi memberikan suara amforik, atropi dan retraksi
interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis, bila mengenai pleura dapat menyebabkan
efusai pleura (perkusi memberikan suara pekak), tanda-tanda penarikan paru dan
diafragma serta mediastinum, skret di saluran napas dan bronchi.
b. Pemeriksaan radiologi (rontgen thoraks).
Pada tahap ini tampak gambaran
bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas atau nercak nodular. Pada
kavitas ganbar bayangan berupa cincin tunggal atau ganda. Pada kalsifikasi
tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi,. Bayangan menetap
pada foto ulang beberapa minggu kemudian. Kelainan bilateral terutama di
lapangan atas paru dan etrdapat bayangan milier.
c. Bronchografi.
Merupakan pemeriksaan khusus
untuk melihat kerusakan bronkhus atau kerusakan paru karena tuberkulosis.
d. Laboratorium.
Darah (lekosit meninggi), Laju
Endapan darah/LED meningkat, limfositosis. Sputum : pada kultur ditemukan BTA.
Tes tuberkulin : mantoux tes dengan indurasi 10-15 mm).
e. Spirometer.
Penurunan fungsi paru-paru;
kavitas vital menurun.
f. Teknik Polymerase Chain Reaction.
Deteksi DNA kuman secara
spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi
kuman meskipun hanya ada satu mikroorganisme dalam spesimen. Selain itu teknik
ini dapat mendeteksi adanya resistensi.
g. Becton Dickinson Diagnostic Instrumen
System (BACTEC).
Deteksi growth indeks
berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
mikobakterium tuberkulosis.
h. Enzhyme Linked Immunosorbent Assay (ELIA)
Deteksi respon humoral berupa
proses antigen-antibody yang terjadi. Pelaksanaannya rumit dan antibody dapat
menetap dalam waktu lama sehingga menimbulkan masalah.
i.
MYCODOT.
Deteksi antibody memakai
antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada suatau alat berbentuk seperti
sisir plastik, kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien. Bila terdapat
antibody spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir berubah.
Diagnosis
tuberkulosis pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada
pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif
apabila ditemukan sedikitnya dua dari tiga spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu
(SPS) BTA hasilnya positif.
Apabila hanya satu
spesimen yang positif, perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto
rontgen dada atau pemeriksaan spesimen dahak SPS ulang. Kalau hasil rontgen
mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis sebagai penderita BTA
positif, tetapi kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis maka
pemeriksaan dahak SPS diulangi. Jika fasilitas memungkinkan, dapat dilakukan
pemeriksaan lain seperti metode biakan.
Namun jika tiga
spesimen dahak negatif, dapat diberikan antibiotik spektrum luas (seperti
amoxisillin atau kotrimoksasol) dan bila tidak ada perubahan, sementara gejala
klinis tetap mencurigakan tuberkulosis maka perlu diulangi pemeriksaan dahak
SPS. Apabila hasilnya positif maka didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis
BTA positif, akan tetapi jika hasil pemeriksaan negatif, lakukan pemeriksaan
foto rontgen dada untuk mendukung diagnosis tuberkulosis. Jika hasil rontgen
mendukung tuberkulosis maka diagnosisnya adalah penderita tuberkulosis BTA negatif
dan rontgen positif, bila hasil foto rontgen tidak mendukung maka penderita
tersebut dinyatakan bukan tuberkulosis (Depkes, 2002).