TAUFIK ADNAN AMAL:
Sudah saatnya kita melihat kembali sejarah Alquran dengan pandangan yang
lebih kritis dan obyektif. Karena proses turunnya Alquran dan pengumpulannya
terjadi dalam konteks ruang-waktu atau konteks sejarah yang sangat kental
dengan nuansa manusiawi. Bukan saja susunan-susunan ayat-ayat Alquran itu
dibuat secara manusiawi, bahkan kandungannya pun sangat kental berwarna
kemanusiaan. Karena itulah, sudah seharusnya kita melihat kitab suci ini dalam
konteks kesejarahannya, karena kalau tidak kita akan sulit memahami pesan-pesan
yang dibuat lebih dari empat belas abad silam itu. Demikianlah salah satu ini
dari pandangan Taufik Adnan Amal, dosen Fakultas Syariah IAIN Alauddin Makassar yang baru saja menerbitkan
bukunya Rekonstruksi
Sejarah Alquran, ketika diwawancarai
Ulil Abshar-Abdalla dari Jaringan Islam Liberal beberapa hari lalu. Berikut
petikannya.
Ada
satu masalah yang ingin kita bicarakan, yaitu bagaimana memahami Alquran. Apa
sih Alquran itu sesungguhnya?
Pada umumnya, Alquran dipahami sebagai rekaman
otentik wahyu Illahi yang
disampaikan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw dalam rentang
waktu selama 23 tahun. Bentuk Alquran yang sampai kepada kita tersusun tidak
secara sistematis-kronologis. Alquran memiliki konteks dalam ruang dan waktu
dan ia merespons ruang dan waktu tersebut sehingga kalau dikaitkan dengan
bagaimana kita memahaminya seharusnya kita baca dan mengerti konteks Alquran
dalam ruang waktu pewahyuannya, baik secara kronologis dan historis.
Bisa
Anda jelaskan bagaimana Alquran disusun secara tidak kronologis?
Sebagaimana kita ketahui bersama, wahyu Alquran disampaikan dalam
rentang waktu lama. Wahyu-wahyu itu berupa unit-unit wahyu, terdiri dari
beberapa ayat. Pentahapan Alquran pada waktu diturunkan ini tidak tercermin
dalam surat-surat yang ada dalam kodifikasi Alquran saat ini. Misalnya, satu tema tertentu, katakan tentang ketuhanan
dibahas dalam berbagai surat yang ada. Kemudian contoh susunan yang tidak
kronologis, wahyu tentang minuman keras misalnya ada di tempat yang
berbeda-beda. Padahal dia diturunkan secara bersama-sama, mulai ayat khamar yang dianggap sebagai rahmat
hingga disebut sebagai perbuatan setan.
Jadi
pertama-tama, Alquran harus ditempatkan secara kesejarahan?
Alquran harus ditempatkan dalam konteksnya. Kenapa? Karena Alquran
merupakan respons terhadap situasi yang dihadapi Nabi dari waktu ke waktu. Jadi
misalnya ada nama-nama historis yang muncul Abu Lahab, Zaid dan lain-lain. Ada
juga peristiwa-peristiwa historis yang dirujuk Alquran seperti perang badar dan
lain-lain, maka untuk memahami Alquran perlu memahami latar kesejarahannya.
Apa
yang terjadi dengan pemahaman masyarakat sekarang tidak berdasarkan historistas
Alquran?
Kebanyakan kita beranggapan bahwa Alquran siap diaplikasikan tanpa
memahami ruang dan waktu tatkala Alquran diturunkan. Ketika Alquran mengatakan
potong tangan, kita begitu saja memahami
potong tangan. Demikian juga ketika Alquran menyatakan bahwa transaksi harus
disaksikan dua orang, kita memaknainya hukum saksi dua orang itu sendiri, bukan
makna mendasar, yakni keadilan yang ingin dicapai Alquran.
Dengan
meletakkan Alquran secara historis, apa akibatnya bila Alquran dipahami tidak
secara kontekstual?
Sesuatu yang dikatakan Alquran (kalamullah)
diterapkan sekarang berbeda ruang waktunya saat diturunkan
Ada
beberapa diktum harafiah Alquran yang mungkin tidak harus dilakukan apa adanya
dalam konteks sekarang ini karena berbeda?
Betul, yakni hukum kesaksian. Ada suatu hadis, suatu ketika Nabi pernah
memutuskan satu perkara dengan hanya menggunakan seorang saksi. Padahal dalam
Alquran ada disebut dua saksi. Berarti ada perbedaan ruang dan waktu antara
ketentuan dalam Alquran yang disebut dua dengan waktu Nabi memutuskan satu
orang saja. Istilahnya biasanya disebut rasionale
atau istilah ushul fiqh illah.
Semangat itulah yang harus kita tangkap dan kita transformasikan sekarang.
Sekarang
ini tantangan kita mengenai pluralisme sementara Alquran sendiri ada ayat yang
sepertinya mendorong konfrontasi?
Tapi ada juga ayat Alquran yang lebih damai
Ini
pertanyaan krusial; Ada ayat 13 surat al-Hujurat yang mendorong saling
mengenal, sementara ada ayat lain; “tidak rela orang-orang Yahudi…” Bagaimana
mendamaikan dua ayat ini?
Sebenarnya Alquran menegaskan dirinya sebagai hudan linnas wa bayyinati minal huda (petunjuk bagi manusia dan
penjelasan bagi petunjuk-petunjuk itu). Untuk ayat-ayat yang seolah-olah
kontradiktif, kita harus mengkajinya secara menyeluruh. Tidak bicara
sepotong-potong, misalnya yang menyeru kepada jihad atau yang sebaliknya.
Semuanya harus dikaji secara menyeluruh sehingga kita bisa menarik apa yang
dikendaki Alquran
Bagaimana
memahami Alquran yang mendukung hidup secara plural?
Kalau kita melihat konteks lahirnya Alquran pada masa nabi bahkan pada
masa setelah itu, kita lihat umat Islam hadir dalam komunitas yang majemuk, ada
umat Islam, Nasrani, Yahudi dan badui-badui. Nah Alquran misalnya mencela
yahudi karena ada situasi politik ketika itu. Karena mereka berkolaborasi untuk
menghancurkan benih atau embrio komunitas Islam yang mulai terbentuk. Sehingga
kita harus memahami komunitas-komnuitas keagamaan. Alquran mengatakan kriteria
antara umat Islam adalah iman dan amal saleh inilah visi Alquran tentang
masyarakat majemuk tadi.
Artinya
tanpa melihat latar belakang agama-agama lain, asalkan iman dan amal saleh.
Jadi meskipun kita berbeda-beda, maka diterima karena beriman dan beramal
saleh?
Saya kira begitu karena memang konteksnya menunjukkan demikian. Banyak
lagi contohnya
Sejauh
mana relevansi pesan-pesan Alquran dengan persoalan kita sekarang, misalnya
kemiskinan?
Kita selama ini belum memahami etika Alquran. Alquran secara tegas
menuntut kita untuk menerapkan amal kebajikan, memperhatikan orang di sekitar
kita. Kita tidak menghayatinya. Misalnya aturan zakat itu sebenarnya
mencerminkan solidaritas sosial. Dalam konteks penafsiran kontekstual, itu bisa
digunakan untuk mengatasi hal-hal seperti kesenjangan sosial.
Apa
sih tujuan-tujuan moral Alquran untuk umat Islam dan umat manusia pada umumnya?
Banyak sekali misalnya, keadilan, egaliterian dan musyawarah. Tujuan
pokok Alquran adalah penciptaan masayrakat yang adil dan egaliter berdasarkan
iman.
Perlu
ada sarana dan sistem sosial yang mendukung tujuan itu. Mungkin tugas umat
Islam adalah mendukung terciptanya sistem sosial?
Caranya barangkali sulit kita harapkan dari “atas” karena pemerintah
sendiri saat ini kurang direspons oleh masyarakat. Lebih bagus justru melalui
mekanisme kultural, karena masyarakat akan belajar sendiri dan akan beguna bagi
pemberdayaan masyarakat yang bersifat jangka panjang.
Jadi
misalnya usulan menggunakan negara untuk menegakkan syariat Islam bagaimana?
Itu sangat otoriter, top-down,
bukan bottom up.
Ada
anggapan selama ini, hanya orang-orang yang bersih saja yang bisa memahami
Alquran dengan benar? Sebanarnya siapa sih yang berhak menafsirkan Alquran?
Yang berhak menafsirkan Alquran sebenarnya adalah manusia. Kalau
kriterianya sangat berat, menurut saya tidak ada yang bisa menafsirkan Alquran
kecuali malaikat karena malaikat suci dan tidak ada kotorannya. Alquran itu
adalah dokumen buat manusia karena ia diturunkan juga buat manusia. Ada suatu
pemberontakan di India, seorang intelektual muslim, A.Fyzee, malah mengatakan,
siapa saja bisa menafsirkan Alquran. Memang ketika kita menafsirkan Alquran,
bisa jadi produknya berbeda-beda, ada tingkatan-tingkatan. Semakin dalam
ilmunya, maka semakin tinggi penafsirannya. Tapi hakikatnya semua orang punya
hak untuk menafsirkan Alquran, semua punya akses ke situ.
Tidak
ada monopoli bagi kelas tertentu?
Sayangnya selama ini berlaku monopoli seperti itu. Ada semacam kelas
tertentu yang berhak menafsirkan Alquran dan mereka menerapkan kriteria-kriteria tertentu yang
sangat berat. Alquran seperti taman yang dipagari begitu ketat sehingga orang
tak bisa masuk. Kriteria-kriteria penafsir Alquran terlihat sulit, bahkan
terkesan mustahil bagi seorang manusia yang memenuhi sayarat-syarat mufassir.
Jadi
bagaimana menjamin agar tafsiran Alquran itu menjadi penafsiran yang
bertanggung jawab?
Kita perlu pendekatan atau metodologi dalam memahami Alquran; kita harus
memahmi dalam konteks kesejarahan, kronologisnya termasuk memahami dalam
konteks sastranya. Bagian-bagian Alquran itu saling menjelaskan. Ketika kita
memahami konteksnya, maka kita bisa memproyeksikan tantangan kita saat ini.
Artikel Terkait..:
Agama
- Informasi Mengenai Peristiwa Masa Depan Dalam Al-Quran
- Keajaiban dari Setetes Mani
- Lapisan-Lapisan Atmosfer dalam Al-Quran
- Geologi dan Asal Usul Bumi
- Generasi - Generasi Masa Lampau
- Apakah AI-Quran itu dan Siapakah Muhammad itu?
- Hukum Musik dan Nyanyian ???
- Penjelasan Tentang Rukun Islam
- puasa dan kegunaannya
- FIQH DAN USHUL FIQH (suatu pengantar)
- MENGAPA KITA BERAGAMA ?
- Sejarah Perkembangan Islam di Dunia
- Ali Syari’ati : Islam Agama Pembebasan
- TATA CARA KHUTBAH JUMAT
- Puasa
- Kisah Masuk Islamnya Seorang Dokter Amerika Karena Satu Ayat Al-Qur’an
- Beberapa Rahasia Al-Quran
- Khutbah Jum'at Persyaratan KKN (Sebab - Sebab Lapangnya Hati)
- Aliran Syiah