Masyarakat
dituntut berperan aktif sebagai pembaharu terhadap produksi budaya, yang mampu
membangun proposisi kultural dengan menggunakan bahasa sebagai medianya.
Kemudian diasumsikan bahwa pilihan bahasa dan proposisinya membentuk suatu
konstruk sosial. Bahasa, Ideologi dan kekuasaan yang disebut wacana kritis
sebagai suatu pendekatan interdisipliner terhadap suatu kajian produk budaya.
Pandangan kritis pada perilaku bahasa yang ada relevansinya dengan rutinitas
sosial mengenai ketidakadilan atau terjadinya penindasan pada suatu komunitas
atas komunitas yang lain. Suatu teks tidak hanya dipahami dari isi teks itu
sendiri, tetapi perlu diperhatikan latar belakang yang memproduksi teks budaya
tersebut.
Secara
signifikan ditawarkan untuk mengadopsi suatu perspektif sosial di dalam
penelitian budaya terhadap teks budaya. Format kajian wacana kritis yang
bertujuan untuk memahami karakteristik manusia secara komprehensif dalam
tatanan sosial-kultural melalui teks sebagai medianya. Tujuannya adalah untuk
menganalisis reproduksi, produksi, struktur wacana, dan keseluruhan organisasi
teks budaya.
Wacana budaya
diproduksi oleh komunitas tertentu yang memposisikan dirinya dalam suatu
kelompok sosial. Di dalam kebanyakan interaksi, para pemakai bahasa
mengungkapkan pandangannya dan bahasa sebagai media dengan posisi yang berbeda.
Secara historis-kultural harus pula diperhitungkan dalam penafsiran suatu teks
budaya. Pengkajian bahasa tetap memiliki fungsi tertentu, seperti ideologi dan
kekuasaan yang signifikan dalam masyarakat. Sebagai akibatnya, pernyataan atau
proposisi yang disajikan dapat dijadikan dasar suatu wacana dan diekspresikan
secara sistematis dengan suatu ideologi tertentu.
Tampak bahwa
suatu peristiwa budaya yang di dalamnya terintegrasi suatu sistem ideologi,
yang dinyatakan secara spesifik suatu teks budaya. Secara konsisten
memperkenalkan tema utama suatu peristiwa budaya yang menguntungkan komunitas
tertentu dan bersifat dominan terhadap komunitas yang lain dalam masyarakat.
Dari satu tema ke tema yang lain merupakan satu kesatuan yang saling mendukung
dan sifat koheren dalam suatu wacana kultural. Sebagai akibatnya, dari sudut
pandangan kerja ideologi tertentu, pengungkapan secara signifikan di dalam teks
budaya baik aktor maupun komunitasnya berpengaruh terhadap komunitas yang lain
dalam masyarakat.
Wacana budaya
dapat dikaji dan didekati secara multidisipliner untuk kajian bahasa secara
kritis. Di samping itu, juga diperlukan pandangan yang kritis terhadap
terwujudnya komunikasi dalam konteks historis-kultural. Secara rinci, hal ini
difokuskan pada teks atau struktur wacana sebagai kerangka kerja dari kognisi
sosial, historis, budaya, atau konteks politik dalam suatu wacana budaya.
Struktur wacana historis-kultural yang meliputi beberapa aspek sebagai satu
kesatuan yang saling mendukung, seperti struktur super, struktur makro, dan
struktur mikro. Di satu sisi, struktur mikro dikategorikan bagian paling
kongkrit karena di dalamnya dapat ditemukan data linguistiknya secara nyata. Di
sisi lain, struktur super paling abstrak karena di dalamnya bersifat global
dalam bentuk teks. Baik struktur super dan struktur makro, maupun struktur
mikro merupakan aspek yang saling mendukung atau bersifat koheren dalam wacana
budaya. Struktur mikro mendukung struktur makro dan struktur super. Struktur
makro mendukung struktur super dalam suatu wacana.
Di balik
struktur wacana historis-kultural dalam komunitas tertentu diasumsikan
berisikan ideologi tertentu untuk mempertahankan kekuasaan dalam periode
pemerintahan (kedatuan). Asumsi wacana kultural dalam perspektif kritis
adalah setiap manusia memiliki potensi ideologi yang berbeda baik individual
maupun secara kelompok. Ideologi kultural berpotensi di bawah sejak lahir,
dipengaruhi lingkungan, atau bersifat integratif.
Pada
hakikatnya, teori
sipakatau
adalah ideologi kultural LLG yang merupakan seperangkat pengetahuan dan
keyakinan yang dikonstruksi oleh komunitas tertentu yang bersifat kultural
untuk mencapai tujuan tertentu. Ideologi kultural dalam perspektif wacana kritis
bersifat tidak netral, tidak murni, tidak polos, tidak vakum, praktik sosial,
konstruksi sosial, dan satu kesatuan yang utuh dan saling mendukung. Ideologi sipakatau bekerja pada
hakikatnya menciptakan dan mempertahankan kekuasaan. Ideologi kultural dalam wacana LLG ditemukan tiga bagian,
yaitu: (1) ideologi kultural sipakatau, (2) ideologi manurungnge (mendukung
tatanan sosial yang sudah ada atau historis-kultural), dan (3) ideologi
kultural siangrebale.
Ketiga ideologi kultural tersebut,
yang perlu dikaji adalah ideologi sipakatau sebagai suatu teori baru untuk
mengaplikasikan dalam pembelajaran bahasa.
Ideologi dan
kekuasaan Sipakatau dipandang
sebagai kerangka penafsiran mengorganisasi dan merekonstruksi seperangkat
keyakinan, pengetahuan, pola berpikir, dan perilaku suatu masyarakat tertentu
untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu, ideologi sebagai pengikat
utama terkait dalam kekuasaan ditetapkan sebagai landasan teoretis untuk
menyikapi ragam kelompok dalam masyarakat.
Penawaran suatu
skema dikembangkan suatu relasi antara ideologi, masyarakat, kognisi, praktik
sosial-kultural dan wacana kultural. Di dalam struktur sosial, interaksi
sosial-kultural berlangsung di berbagai tempat. Interaksi sosial tersebut
direpresentasikan dalam wujud teks budaya, yang diorganisasi menurut sistem
kognisi dalam komunitas tertentu. Memori komunitas dapat dimanfaatkan untuk
mempengaruhi memori komunitas yang lain baik memori jangka panjang maupun
memori jangka pendek. Memori jangka panjang bertindak sebagai penyimpang
pengetahuan dan keyakinan sosial-kultur, yang terdiri atas wacana, praktik
sosial, ideologi, dan kekuasaan dalam wujud naskah budaya dengan penggunaan
bahasa sebagai medianya. Perilaku sosial yang berada di dalam memori jangka
panjang tersimpan tersebut diisi dan diperoleh dari komunitas tertentu dengan
ideologi tertentu. Prilaku masyarakat dominan dapat direpresentasikan ideologi
tertentu dan yang bervariasi sebagai suatu kreativitasnya untuk menunjukkan
suatu identitas dirinya, tujuan, status, sumber daya dan nilai-nilai dalam
wacana budaya tersebut.
Proses relasi
pengetahuan dan keyakinan yang panjang tersebut bermanfaat bagi kelompok
tertentu untuk mempengaruhi dan mendominasi kelompok yang lain dengan
konstruksi yang sistematis dan komprehensif.
Beberapa orang
mungkin diajak secara sosial atau secara ekonomis, untuk melawan mereka (ada
daya tarik terbaik). Oleh karena itu, ada kritik lain menginterpretasikan peran
teks budaya di dalam masyarakat sangat berarti. Ideologi sangat penting dalam
format kesadaran, seperti banyak kasus teori ideologi tradisional. Meskipun
demikian, pertentangan antar-ideologi kelompok dan minat kelompok menyiratkan
hubungan kausal di dalam masyarakat yang dapat juga direproduksi dan
melegitimasi tingkatan ideologi untuk mengendalikan orang lain.
Hal tersebut
paling efektif untuk mencoba mengendalikan perilaku kelompok dan terutama sikap
produksi ideologi. Dengan demikian, kekuasaan dalam masyarakat tertentu
seharusnya memiliki paradigma komunikasi dengan ideologi yang humanis, secara
demokratis, bukan sebaliknya.
Realistis dunia
yang diekspresikan dan diciptakan secara aktual dalam pilihan kata, kalimat,
dan wacana. Dengan kata lain, suatu kajian kritis yang sangat utama adalah
pemahaman ideologi dan kekuasaan suatu teks budaya. Hal yang tampak dipermukaan
sungguh hanya merupakan gunung es (the ice berg). Rutinitas gaya sajian
merupakan hal penting untuk memahami naskah klasik. Kultur klasik adalah sajian
peristiwa budaya yang disusun suatu format tertentu secara sistematis. Dengan
kata lain, penandaan berbagai informasi ada kecenderungan untuk menyusun suatu
proposisi yang ditafsirkan secara berbeda dan di sinilah ideologi kultural
bekerja untuk melegitimasi kekuasaannya dalam masyarakat. Sistem komunikasi
yang diterima secara tersirat adalah sistem budaya tertentu dengan tujuan
tertentu. Bahasa dan budaya memiliki kesatuan ideologi tertentu di dalam suatu
historis-kultural baik secara tersirat maupun tersurat dalam suatu wacana.
Paham sipakatau dalam wacana budaya mencerminkan
organisasi ideologi yang terdapat dalam kehidupan sosial-kultural.
Pendiskriminasian suatu komunitas tertentu ke komunitas yang lain untuk
berbagai aspek merupakan cara yang kurang humanis dalam sistem ideologi
tertentu yang terintegrasi secara spesifik suatu wacana kultural. Ideologi sipakatau ditetapkan
sebagai fondasi teoritis untuk menyikapi ragam kelompok masyarakat sebagai
tujuannya. Interaksi antara ideologi, kognisi sosial, praktik sosial dan wacana
kultural dipresentasikan dalam wujud teks kultural. Ideologi sipakatau sebagai
kreativitas untuk menunjukkan identitas, tujuan, status, sumber daya dan
nilai-nilai untuk
merekonstruksi pola pikir suatu masyarakat. Kerja
ideologi sipakatau
adalah untuk melegitimasi kekuasaan dalam masyarakat agar tercipta suatu tatanan sosial
yang berharkat dan bermartabat.
Ideologi sipakatau dan kekuasaan
sebagai ciri khasnya yang tercermin Lontara La Galigo dapat
diimplementasikan dalam
pembelajaran bahasa. Paham sipakatau dalam Lontara dapat dipandang
sebagai dialektika antara pengetahuan yang bersifat transendental dan bersifat
fakta sosial. Ciri khasnya adalah refleksi diri (otokritik) untuk memerdekakan
pengetahuan manusia dan memanusiakan manusia (sipakatau) terhadap
kebekuan diantara salah satu paham
tersebut (bersifat
transendental
dan fakta sosial-budaya).
Dalam perspektif wacana kritis, sipakatau dalam lontara dipandang
sebagai pengintegrasian ketiga dimensi wacana, yaitu teks, wacana, dan konteks
sosial-budaya. Paradigma
sipakatau dalam lontara dikembangkan tiga struktur proposisi, yaitu struktur super,
struktur makro dan struktur mikro yang di dalamnya terdapat pilihan bahasa,
seperti kata, kalimat, dan wacana.
Teori sipakatau dalam dimensi
kognisi sosial
diproduksi oleh individu atau kelompok untuk membangun suatu realitas sosial yang harmonis. Dalam konteks
sosial-budaya dipahami sebagai wacana budaya yang berkembang dalam masyarakat.
Konstruk ideologi kultural sipakatau
adalah: (1) mengeksplorasi
ideologi
sosial-kultural dalam Lontara, (2) mengklarifikasi ideologi kultural, di dalam masyarakat, dan
(3) ideologi kultural sipakatau
dieksplanasi
dari berbagai pandangan, seperti pandangan pendidikan, sosial, budaya, ekonomi
dan politik.