UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 2008
TENTANG
PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 42 TAHUN 2008
TENTANG
PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa pemilihan umum secara
langsung oleh rakyat merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat guna
menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden
diselenggarakan secara demokratis dan beradab melalui partisipasi rakyat
seluas-luasnya berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sudah tidak sesuai dengan
perkembangan demokrasi dan dinamika masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara sehingga Undang-Undang tersebut perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden;
Mengingat: 1. Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, Pasal 6A, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 20, dan
Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721);
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG
PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,
selanjutnya disebut Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, adalah pemilihan umum
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Partai Politik adalah Partai Politik yang telah
ditetapkan sebagai peserta pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Gabungan Partai Politik adalah gabungan 2 (dua)
Partai Politik atau lebih yang bersama-sama bersepakat mencalonkan 1 (satu)
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.
4. Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden,
selanjutnya disebut Pasangan Calon, adalah pasangan calon peserta Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik yang telah memenuhi persyaratan.
5. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disebut KPU, adalah
lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan
mandiri.
6. Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut KPU provinsi dan KPU
kabupaten/kota, adalah penyelenggara pemilihan umum di provinsi dan
kabupaten/kota.
7. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya
disebut PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota untuk
menyelenggarakan pemilihan umum di tingkat kecamatan atau sebutan lain, yang
selanjutnya disebut kecamatan.
8. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disebut
PPS, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota untuk
menyelenggarakan pemilihan umum di tingkat desa atau sebutan lain/kelurahan,
yang selanjutnya disebut desa/kelurahan.
9. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya
disebut PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk menyelenggarakan
pemilihan umum di luar negeri.
10. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara,
selanjutnya disebut KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk
menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
11. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar
Negeri, selanjutnya disebut KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN
untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara di luar
negeri.
12. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disebut
TPS, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara.
13. Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya
disebut TPSLN, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara di luar negeri.
14. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut
Bawaslu, adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
15. Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia
Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Panwaslu provinsi dan
Panwaslu kabupaten/kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu untuk
mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di wilayah provinsi dan
kabupaten/kota.
16. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya
disebut Panwaslu kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu
kabupaten/kota untuk mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di wilayah
kecamatan.
17. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang
dibentuk oleh Panwaslu kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum
di desa/kelurahan.
18. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang
dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di luar
negeri.
19. Penduduk adalah warga negara Indonesia yang
berdomisili di wilayah Republik Indonesia atau di luar negeri.
20. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang
sebagai warga negara Indonesia.
21. Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah
genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.
22. Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
selanjutnya disebut Kampanye, adalah kegiatan untuk meyakinkan para Pemilih
dengan menawarkan visi, misi, dan program Pasangan Calon.
BAB II
ASAS, PELAKSANAAN, DAN
LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Pasal 2
ASAS, PELAKSANAAN, DAN
LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Pasal 2
Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pasal 3
(1) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan
setiap 5 (lima) tahun sekali.
(2) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan
di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan
daerah pemilihan.
(3) Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak
pada hari libur atau hari yang diliburkan.
(4) Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden ditetapkan dengan keputusan KPU.
(5) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan
setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.
(6) Tahapan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden meliputi:
a. penyusunan daftar Pemilih;
b. pendaftaran bakal Pasangan Calon;
c. penetapan Pasangan Calon;
d. masa Kampanye;
e. masa tenang;
f. pemungutan dan penghitungan suara;
g. penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan
h. pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden.
b. pendaftaran bakal Pasangan Calon;
c. penetapan Pasangan Calon;
d. masa Kampanye;
e. masa tenang;
f. pemungutan dan penghitungan suara;
g. penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan
h. pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden.
(7) Penetapan Pasangan Calon terpilih paling lambat
14 (empat belas) hari sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden.
Pasal 4
(1) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
diselenggarakan oleh KPU.
(2) Pengawasan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden dilaksanakan oleh Bawaslu.
BAB III
PERSYARATAN CALON PRESIDEN DAN CALON WAKIL PRESIDEN
DAN TATA CARA PENENTUAN PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Bagian Kesatu
Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden
Pasal 5
PERSYARATAN CALON PRESIDEN DAN CALON WAKIL PRESIDEN
DAN TATA CARA PENENTUAN PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Bagian Kesatu
Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden
Pasal 5
Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil
Presiden adalah:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak
pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri;
c. tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak
pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya;
d. mampu secara rohani dan jasmani untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden;
e. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
f. telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang
berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara;
g. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara
perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang
merugikan keuangan negara;
h. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan
putusan pengadilan;
i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
j. terdaftar sebagai Pemilih;
i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
j. terdaftar sebagai Pemilih;
k. memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan telah
melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 (lima) tahun terakhir yang
dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Orang Pribadi;
l. belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil
Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
m. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita
Proklamasi 17 Agustus 1945;
n. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
o. berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima)
tahun;
p. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah
Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat;
q. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai
Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat
langsung dalam G.30.S/PKI; dan
r. memiliki visi, misi, dan program dalam
melaksanakan pemerintahan negara Republik Indonesia.
Pasal 6
(1) Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai
Politik atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil
Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya.
(2) Pengunduran diri sebagai pejabat negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat pada saat didaftarkan oleh
Partai Politik atau Gabungan Partai Politik di KPU sebagai calon Presiden atau
calon Wakil Presiden yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak
dapat ditarik kembali.
(3) Surat pengunduran diri sebagai pejabat negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada KPU oleh Partai Politik
atau Gabungan Partai Politik sebagai dokumen persyaratan calon Presiden atau
calon Wakil Presiden.
Pasal 7
(1) Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati,
walikota, dan wakil walikota yang akan dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus meminta
izin kepada Presiden.
(2) Surat permintaan izin gubernur, wakil gubernur,
bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan kepada KPU oleh Partai Politik atau Gabungan Partai
Politik sebagai dokumen persyaratan calon Presiden atau calon Wakil Presiden.
Bagian Kedua
Tata Cara Penentuan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 8
Tata Cara Penentuan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 8
Calon Presiden dan calon
Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik.
Pasal 9
Pasangan Calon diusulkan
oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi
persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah
kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari
suara sah nasional dalam Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, sebelum
pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 10
(1) Penentuan calon Presiden dan/atau calon Wakil
Presiden dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme
internal Partai Politik bersangkutan.
(2) Partai Politik dapat melakukan kesepakatan
dengan Partai Politik lain untuk melakukan penggabungan dalam mengusulkan Pasangan
Calon.
(3) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mencalonkan 1 (satu) Pasangan
Calon sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik dan/atau musyawarah
Gabungan Partai Politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka.
(4) Calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden
yang telah diusulkan dalam satu pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh dicalonkan lagi
oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik lainnya.
Pasal 11
(1) Kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (2) terdiri atas:
a. kesepakatan antar-Partai Politik;
b. kesepakatan antara Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik dan Pasangan Calon.
(2) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan secara tertulis dengan bermeterai cukup yang ditandatangani oleh
pimpinan Partai Politik atau para pimpinan Gabungan Partai Politik dan Pasangan
Calon.
Pasal 12
(1) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dapat
mengumumkan bakal calon Presiden dan/atau bakal calon Wakil Presiden dalam
kampanye pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.
(2) Bakal calon Presiden dan/atau bakal calon Wakil
Presiden yang diumumkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus sudah mendapatkan persetujuan tertulis dari bakal
calon yang bersangkutan.
BAB IV
PENGUSULAN BAKAL CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
DAN PENETAPAN PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Bagian Kesatu
Pendaftaran Bakal Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 13
PENGUSULAN BAKAL CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
DAN PENETAPAN PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Bagian Kesatu
Pendaftaran Bakal Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 13
(1) Bakal Pasangan Calon didaftarkan oleh Partai
Politik atau Gabungan Partai Politik.
(2) Pendaftaran bakal Pasangan Calon oleh Partai
Politik ditandatangani oleh ketua umum atau sebutan lain dan sekretaris
jenderal atau sebutan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pendaftaran bakal Pasangan Calon oleh Gabungan
Partai Politik ditandatangani oleh ketua umum atau sebutan lain dan sekretaris
jenderal atau sebutan lain dari setiap Partai Politik yang bergabung sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(1) Pendaftaran bakal Pasangan Calon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut:
a. kartu tanda penduduk dan akta kelahiran Warga
Negara Indonesia;
b. surat keterangan catatan kepolisian dari Markas
Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. surat keterangan kesehatan dari rumah sakit
Pemerintah yang ditunjuk oleh KPU;
d. surat tanda terima atau bukti penyampaian laporan
harta kekayaan pribadi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK);
e. surat keterangan tidak sedang dalam keadaan
pailit dan/atau tidak memiliki tanggungan utang yang dikeluarkan oleh
pengadilan negeri;
f. fotokopi nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan tanda
bukti pengiriman atau penerimaan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Orang Pribadi selama 5 (lima) tahun terakhir;
g. daftar riwayat hidup, profil singkat, dan rekam
jejak setiap bakal calon;
h. surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai
Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan
yang sama;
i. surat pernyataan setia kepada Pancasila sebagai
dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
j. surat keterangan dari pengadilan negeri yang
menyatakan bahwa setiap bakal calon tidak pernah dijatuhi pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih;
k. bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, STTB,
syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan
pendidikan atau program pendidikan menengah;
l. surat keterangan tidak terlibat organisasi
terlarang dan G.30.S/PKI dari kepolisian; dan
m. surat pernyataan bermeterai cukup tentang
kesediaan yang bersangkutan diusulkan sebagai bakal calon Presiden dan bakal
calon Wakil Presiden secara berpasangan.
(2) Masa pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13, paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak penetapan secara nasional
hasil Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 15
Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam
mendaftarkan bakal Pasangan Calon ke KPU wajib menyerahkan:
a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh ketua
umum atau sebutan lain dan sekretaris jenderal atau sebutan lain Partai Politik
atau ketua umum atau sebutan lain dan sekretaris jenderal atau sebutan lain
Partai Politik yang bergabung sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. kesepakatan tertulis antar Partai Politik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a;
c. surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan
atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan Partai Politik
atau para pimpinan Gabungan Partai Politik;
d. kesepakatan tertulis antara Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik dengan bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf b;
e. naskah visi, misi, dan program dari bakal
Pasangan Calon;
f. surat pernyataan dari bakal Pasangan Calon tidak
akan mengundurkan diri sebagai Pasangan Calon; dan
g. kelengkapan persyaratan bakal calon Presiden dan
bakal calon Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
Bagian Kedua
Verifikasi Bakal Pasangan Calon
Pasal 16
Verifikasi Bakal Pasangan Calon
Pasal 16
(1) KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan
dan kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal Pasangan Calon paling
lama 4 (empat) hari sejak diterimanya surat pencalonan.
(2) KPU memberitahukan secara tertulis hasil
verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan
Partai Politik yang bergabung dan Pasangan Calon pada hari kelima sejak
diterimanya surat pencalonan.
Pasal 17
(1) Dalam hal persyaratan administratif bakal
Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 belum lengkap,
KPU memberikan kesempatan kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan Partai
Politik yang bergabung dan/atau bakal Pasangan Calon untuk memperbaiki dan/atau
melengkapi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya surat
pemberitahuan hasil verifikasi dari KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (2).
(2) Pimpinan Partai Politik atau pimpinan Partai
Politik yang bergabung dan/atau bakal Pasangan Calon menyerahkan hasil
perbaikan dan/atau kelengkapan persyaratan administratif bakal Pasangan Calon
kepada KPU paling lambat pada hari keempat sejak diterimanya surat
pemberitahuan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) KPU memberitahukan secara tertulis hasil
verifikasi ulang kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan Partai Politik
yang bergabung dan/atau bakal Pasangan Calon paling lambat pada hari ketiga
sejak diterimanya hasil perbaikan dan/atau kelengkapan administratif bakal
Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administratif
bakal Pasangan Calon diatur dengan peraturan KPU.
Pasal 18
(1) Dalam hal bakal Pasangan Calon yang diusulkan
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15,
KPU meminta kepada Partai Politik dan/atau Gabungan Partai Politik yang
bersangkutan untuk mengusulkan bakal Pasangan Calon yang baru sebagai
pengganti.
(2) Pengusulan bakal Pasangan Calon sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak surat
permintaan dari KPU diterima oleh Partai Politik dan/atau Gabungan Partai
Politik.
(3) KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan
dan kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal Pasangan Calon
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 4 (empat) hari setelah
diterimanya surat pengusulan bakal Pasangan Calon baru.
(4) KPU memberitahukan secara tertulis hasil
verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pimpinan Partai Politik dan/atau para
pimpinan Gabungan Partai Politik dan bakal Pasangan Calon paling lama pada hari
kelima sejak diterimanya surat pengusulan bakal Pasangan Calon yang baru.
Pasal 19
Dalam hal persyaratan
administratif bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tidak
lengkap dan/atau tidak benar, Partai Politik dan/atau Gabungan Partai Politik
yang bersangkutan tidak dapat lagi mengusulkan bakal Pasangan Calon.
Pasal 20
(1) Dalam hal salah satu calon dari bakal Pasangan
Calon atau kedua calon dari bakal Pasangan Calon berhalangan tetap sampai
dengan 7 (tujuh) hari sebelum bakal Pasangan Calon ditetapkan sebagai calon
Presiden dan Wakil Presiden, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang
bakal calon atau bakal Pasangan Calonnya berhalangan tetap, diberi kesempatan
untuk mengusulkan bakal Pasangan Calon pengganti.
(2) KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan
dan kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal Pasangan Calon pengganti
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) hari sejak bakal
Pasangan Calon tersebut didaftarkan.
Bagian Ketiga
Penetapan dan Pengumuman Pasangan Calon
Pasal 21
Penetapan dan Pengumuman Pasangan Calon
Pasal 21
(1) KPU menetapkan dalam sidang pleno KPU tertutup
dan mengumumkan nama-nama Pasangan Calon yang telah memenuhi syarat sebagai
peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, 1 (satu) hari setelah selesai
verifikasi.
(2) Penetapan nomor urut Pasangan Calon sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU terbuka dan
dihadiri oleh seluruh Pasangan Calon, 1 (satu) hari setelah penetapan dan
pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) KPU mengumumkan secara luas nama-nama dan nomor
urut Pasangan Calon setelah sidang pleno KPU sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
Pasal 22
(1) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik
dilarang menarik calonnya dan/atau Pasangan Calon yang telah ditetapkan oleh
KPU.
(2) Salah seorang dari Pasangan Calon atau Pasangan
Calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai Pasangan
Calon oleh KPU.
(3) Dalam hal Partai Politik atau Gabungan Partai
Politik menarik Pasangan Calon atau salah seorang dari Pasangan Calon, Partai
Politik atau Gabungan Partai Politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan
calon pengganti.
(4) Dalam hal Pasangan Calon atau salah seorang dari
Pasangan Calon mengundurkan diri, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik
yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan calon pengganti.
Pasal 23
(1) Dalam hal salah satu calon atau Pasangan Calon
berhalangan tetap sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya Kampanye,
Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang Pasangan Calonnya berhalangan
tetap, dapat mengusulkan Pasangan Calon pengganti kepada KPU paling lama 3
(tiga) hari sejak Pasangan Calon berhalangan tetap.
(2) KPU melakukan verifikasi dan menetapkan Pasangan
Calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) hari
sejak Pasangan Calon pengganti didaftarkan.
Pasal 24
(1) Dalam hal salah satu calon atau Pasangan Calon
berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari pemungutan suara
dan masih terdapat dua Pasangan Calon atau lebih, tahapan pelaksanaan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dilanjutkan dan Pasangan Calon yang berhalangan
tetap dinyatakan gugur dan tidak dapat diganti.
(2) Dalam hal salah satu calon atau Pasangan Calon
berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari pemungutan suara
sehingga jumlah Pasangan Calon kurang dari dua pasangan, tahapan pelaksanaan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ditunda oleh KPU paling lama 30 (tiga puluh)
hari, dan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang Pasangan Calonnya
berhalangan tetap mengusulkan Pasangan Calon pengganti paling lama 3 (tiga)
hari sejak Pasangan Calon berhalangan tetap.
(3) KPU melakukan verifikasi dan menetapkan Pasangan
Calon pengganti paling lama 4 (empat) hari sejak Pasangan Calon pengganti
didaftarkan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
tahapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang ditunda sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur oleh KPU.
Pasal 25
(1) Dalam hal salah satu calon atau Pasangan Calon
berhalangan tetap sebelum dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua, KPU
menunda tahapan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden paling lama 15
(lima belas) hari sejak Pasangan Calon berhalangan tetap.
(2) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang
Pasangan Calonnya berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengusulkan Pasangan Calon pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak Pasangan
Calon berhalangan tetap.
(3) Dalam hal Partai Politik atau Gabungan Partai
Politik sampai berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
mengusulkan calon pengganti, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh
suara terbanyak urutan berikutnya sebagai Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden pada putaran kedua.
(4) KPU melakukan verifikasi dan menetapkan Pasangan
Calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 3 (tiga) hari
sejak Pasangan Calon pengganti didaftarkan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
tahapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang ditunda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur oleh KPU.
Bagian Keempat
Pengawasan atas Verifikasi Kelengkapan Administrasi
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 26
Pengawasan atas Verifikasi Kelengkapan Administrasi
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 26
(1) Bawaslu melakukan pengawasan atas pelaksanaan
verifikasi kelengkapan dan kebenaran administrasi Pasangan Calon yang dilakukan
oleh KPU.
(2) Dalam hal Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU sehingga merugikan
Pasangan Calon, Bawaslu menyampaikan temuan tersebut kepada KPU.
(3) KPU wajib menindaklanjuti temuan Bawaslu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
BAB V
HAK MEMILIH
Pasal 27
HAK MEMILIH
Pasal 27
(1) Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan
suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah
kawin mempunyai hak memilih.
(2) Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didaftar oleh penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam
daftar Pemilih.
Pasal 28
Untuk dapat menggunakan hak
memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus
terdaftar sebagai Pemilih.
BAB VI
PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH
Bagian Kesatu
Pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara
Pasal 29
PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH
Bagian Kesatu
Pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara
Pasal 29
(1) KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS
menggunakan Daftar Pemilih Tetap pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD
Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai Daftar Pemilih Sementara Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden.
(2) KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS
memutakhirkan Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Daftar Pemilih Sementara hasil pemutakhiran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan oleh KPU, KPU provinsi, KPU
kabupaten/kota, dan PPS untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat
selama 7 (tujuh) hari.
(4) KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS
memperbaiki Daftar Pemilih Sementara berdasarkan masukan dan tanggapan dari
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan selanjutnya menetapkan
menjadi Daftar Pemilih Tetap paling lama 7 (tujuh) hari.
(5) Daftar Pemilih Tetap Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden harus sudah ditetapkan 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan
pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemutakhiran,
pengumuman, perbaikan Daftar Pemilih Sementara dan penetapan Daftar Pemilih
Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam
peraturan KPU.
Bagian Kedua
Rekapitulasi Pemilih
Pasal 30
Rekapitulasi Pemilih
Pasal 30
(1) KPU kabupaten/kota melakukan rekapitulasi Daftar
Pemilih Tetap di kabupaten/kota.
(2) KPU provinsi melakukan rekapitulasi Daftar
Pemilih Tetap di provinsi.
(3) KPU melakukan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap
Pemilih luar negeri dan Pemilih secara nasional.
Bagian Ketiga
Pengawasan atas Penyusunan Daftar Pemilih
Pasal 31
Pengawasan atas Penyusunan Daftar Pemilih
Pasal 31
(1) Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu
kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan melakukan pengawasan atas pelaksanaan
penyusunan Daftar Pemilih Sementara, pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara,
penyusunan Daftar Pemilih Tetap, Daftar Pemilih Tambahan, dan rekapitulasi
Daftar Pemilih Tetap yang dilaksanakan oleh KPU, KPU provinsi, KPU
kabupaten/kota.
(2) Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan
atas pelaksanaan penyusunan Daftar Pemilih Sementara, pemutakhiran Daftar
Pemilih Sementara, penyusunan Daftar Pemilih Tetap, Daftar Pemilih Tambahan,
dan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap luar negeri yang dilaksanakan oleh PPLN.
Pasal 32
(1) Dalam hal pengawas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU provinsi,
KPU kabupaten/kota, dan PPLN yang merugikan Warga Negara Indonesia yang
memiliki hak pilih, Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota,
dan Pengawas Pemilu Luar Negeri menyampaikan temuan tersebut kepada KPU, KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota.
(2) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota, PPK,
PPS, dan PPLN wajib menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu
kabupaten/kota, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
BAB VII
KAMPANYE
Bagian Kesatu
Pelaksanaan Kampanye
Pasal 33
KAMPANYE
Bagian Kesatu
Pelaksanaan Kampanye
Pasal 33
Kampanye dilakukan dengan
prinsip jujur, terbuka, dialogis serta bertanggung jawab dan merupakan bagian
dari pendidikan politik masyarakat.
Pasal 34
(1) Kampanye dilaksanakan
oleh pelaksana Kampanye.
(2) Kampanye diikuti oleh peserta Kampanye.
(3) Kampanye didukung oleh petugas Kampanye.
(2) Kampanye diikuti oleh peserta Kampanye.
(3) Kampanye didukung oleh petugas Kampanye.
Pasal 35
(1) Pelaksana Kampanye terdiri atas pengurus Partai
Politik, orang-seorang, dan organisasi penyelenggara kegiatan.
(2) Dalam melaksanakan Kampanye, Pasangan Calon
membentuk tim Kampanye nasional.
(3) Dalam membentuk tim Kampanye sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Pasangan Calon berkoordinasi dengan Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik pengusul.
(4) Tim Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bertugas menyusun seluruh kegiatan tahapan Kampanye dan bertanggung jawab atas
pelaksanaan teknis penyelenggaraan Kampanye.
(5) Tim Kampanye tingkat nasional dapat membentuk
tim Kampanye tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota.
(6) Peserta Kampanye terdiri atas anggota
masyarakat.
(7) Petugas Kampanye terdiri atas seluruh petugas
yang memfasilitasi pelaksanaan Kampanye.
Pasal 36
(1) Nama-nama pelaksana Kampanye dan anggota tim
Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 harus didaftarkan pada KPU, KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota sesuai dengan tingkatannya.
(2) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
menyampaikan daftar nama pelaksana Kampanye dan nama anggota tim Kampanye
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan
Panwaslu kabupaten/kota.
Bagian kedua
Materi Kampanye
Pasal 37
Materi Kampanye
Pasal 37
(1) Materi Kampanye meliputi visi, misi, dan program
Pasangan Calon.
(2) Dalam rangka pendidikan politik, KPU wajib
memfasilitasi penyebarluasan materi Kampanye yang meliputi visi, misi, dan
program Pasangan Calon melalui website
KPU.
Bagian Ketiga
Metode Kampanye
Pasal 38
Metode Kampanye
Pasal 38
(1) Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
dapat dilaksanakan melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. tatap muka dan dialog;
c. penyebaran melalui media cetak dan media elektronik;
d. penyiaran melalui radio dan/atau televisi;
e. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
b. tatap muka dan dialog;
c. penyebaran melalui media cetak dan media elektronik;
d. penyiaran melalui radio dan/atau televisi;
e. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
f. pemasangan alat peraga di tempat Kampanye dan di
tempat lain yang ditentukan oleh KPU;
g. debat Pasangan Calon tentang materi Kampanye
Pasangan Calon; dan
h. kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
h. kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan
Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan KPU.
Pasal 39
(1) Debat Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 ayat (1) huruf g dilaksanakan 5 (lima) kali.
(2) Debat Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan oleh KPU dan disiarkan langsung secara nasional oleh
media elektronik.
(3) Moderator debat Pasangan Calon dipilih oleh KPU
dari kalangan profesional dan akademisi yang mempunyai integritas tinggi,
jujur, simpatik, dan tidak memihak kepada salah satu Pasangan Calon.
(4) Selama dan sesudah berlangsung debat Pasangan
Calon, moderator dilarang memberikan komentar, penilaian, dan simpulan apa pun
terhadap penyampaian dan materi dari setiap Pasangan Calon.
(5) Materi debat Pasangan Calon adalah visi nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945:
a. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia;
b. memajukan kesejahteraan umum;
c. mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
b. memajukan kesejahteraan umum;
c. mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
d. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
debat Pasangan Calon diatur dalam peraturan KPU.
(7) Penyelenggaraan debat Pasangan Calon dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pasal 40
(1) Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
ayat (1) dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah KPU menetapkan nama-nama
Pasangan Calon sampai dengan dimulainya masa tenang.
(2) Masa tenang selama 3 (tiga) hari sebelum hari
dan tanggal pemungutan suara.
Bagian Keempat
Larangan dalam Kampanye
Pasal 41
Larangan dalam Kampanye
Pasal 41
(1) Pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye
dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan,
calon dan/atau Pasangan Calon yang lain;
d. menghasut dan mengadu-domba perseorangan atau
masyarakat;
e. mengganggu ketertiban umum;
e. mengganggu ketertiban umum;
f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan
penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau
Pasangan Calon yang lain;
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga
Kampanye Pasangan Calon;
h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
i. membawa atau menggunakan gambar dan/atau atribut
Pasangan Calon lain selain dari gambar dan/atau atribut Pasangan Calon yang
bersangkutan; dan
j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya kepada peserta Kampanye.
(2) Pelaksana Kampanye dalam kegiatan Kampanye
dilarang mengikutsertakan:
a. Ketua, Wakil Ketua, ketua muda, hakim agung pada
Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung,
dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan;
c. Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
d. pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
e. pegawai negeri sipil;
c. Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
d. pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
e. pegawai negeri sipil;
f. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
g. kepala desa;
h. perangkat desa;
i. anggota badan permusyaratan desa; dan
j. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
h. perangkat desa;
i. anggota badan permusyaratan desa; dan
j. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
(3) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a sampai dengan huruf i dilarang ikut serta sebagai pelaksana Kampanye.
(4) Sebagai peserta Kampanye, pegawai negeri sipil
dilarang menggunakan atribut Partai Politik, Pasangan Calon, atau atribut
pegawai negeri sipil.
(5) Sebagai peserta Kampanye, pegawai negeri sipil
dilarang mengerahkan pegawai negeri sipil di lingkungan kerjanya dan dilarang
menggunakan fasilitas negara.
Pasal 42
(1) Kampanye yang mengikutsertakan Presiden, Wakil
Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota,
dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan
jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan; dan
b. menjalani cuti Kampanye.
(2) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara
dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan
pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
peraturan KPU.
Pasal 43
Pejabat negara, pejabat
struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa atau
sebutan lain dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu Pasangan Calon selama masa Kampanye.
Pasal 44
(1) Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat
fungsional dalam jabatan negeri serta pegawai negeri lainnya dilarang
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Pasangan Calon
yang menjadi peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebelum, selama, dan
sesudah masa Kampanye.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada
pegawai negeri dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan
masyarakat.
Pasal 45
Pelanggaran atas larangan
pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), ayat (2),
dan ayat (5) merupakan tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 46
(1) Pelaksana Kampanye yang melanggar larangan
Kampanye sebagaimana dimaksud pada Pasal 45 dikenai sanksi dengan tahapan:
a. peringatan tertulis apabila pelaksana Kampanye
melanggar larangan walaupun belum terjadi gangguan;
b. penghentian kegiatan Kampanye di tempat
terjadinya pelanggaran atau di suatu daerah yang dapat mengakibatkan gangguan
terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke daerah lain.
(2) Tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran
ketentuan Kampanye diatur dalam peraturan KPU.
Bagian Kelima
Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye
Paragraf 1
Umum
Pasal 47
Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye
Paragraf 1
Umum
Pasal 47
(1) Pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye dapat
dilakukan melalui media massa cetak dan lembaga penyiaran sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka penyampaian pesan
Kampanye oleh Pasangan Calon kepada masyarakat.
(3) Pesan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar, atau suara dan
gambar, yang bersifat naratif, grafis, karakter, interaktif atau tidak
interaktif, serta yang dapat diterima melalui perangkat penerima pesan.
(4) Media massa cetak dan lembaga penyiaran dalam
memberitakan, menyiarkan, dan mengiklankan Kampanye sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus mematuhi ketentuan mengenai larangan dalam Kampanye sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41.
(5) Media massa cetak dan lembaga penyiaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama masa tenang dilarang menyiarkan
berita, iklan, rekam jejak Pasangan Calon, atau bentuk lainnya yang mengarah
kepada kepentingan Kampanye yang menguntungkan atau merugikan Pasangan Calon.
Pasal 48
(1) Lembaga penyiaran publik Televisi Republik
Indonesia (TVRI), lembaga penyiaran publik Radio Republik Indonesia (RRI),
lembaga penyiaran publik lokal, lembaga penyiaran swasta, dan lembaga penyiaran
berlangganan memberikan alokasi waktu yang sama dan memperlakukan secara
berimbang kepada Pasangan Calon untuk menyampaikan materi Kampanye.
(2) Lembaga penyiaran komunitas dapat menyiarkan
proses Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagai bentuk layanan kepada
masyarakat, tetapi tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan Kampanye bagi
Pasangan Calon.
(3) Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik
Indonesia menetapkan standar biaya dan persyaratan iklan Kampanye yang sama
kepada Pasangan Calon.
Paragraf 2
Pemberitaan Kampanye
Pasal 49
Pemberitaan Kampanye
Pasal 49
(1) Pemberitaan Kampanye dilakukan oleh lembaga
penyiaran dengan cara siaran langsung atau siaran tunda dan oleh media massa
cetak.
(2) Media massa cetak dan lembaga penyiaran yang
menyediakan rubrik khusus untuk pemberitaan Kampanye harus berlaku adil dan
berimbang kepada seluruh Pasangan Calon.
Paragraf 3
Penyiaran Kampanye
Pasal 50
Penyiaran Kampanye
Pasal 50
(1) Penyiaran Kampanye dilakukan oleh lembaga
penyiaran dalam bentuk siaran monolog, dialog yang melibatkan suara dan/atau
gambar pemirsa atau suara pendengar, serta jajak pendapat.
(2) Narasumber penyiaran monolog dan dialog harus
mematuhi larangan dalam Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41.
(3) Siaran monolog dan dialog yang diselenggarakan
oleh lembaga penyiaran dapat melibatkan masyarakat melalui telepon, layanan
pesan singkat, surat elektronik (e-mail),
dan/atau faksimili.
(4) Tata cara penyelenggaraan siaran monolog dan
dialog diatur oleh KPU bersama Komisi Penyiaran Indonesia.
Paragraf 4
Iklan Kampanye
Pasal 51
Iklan Kampanye
Pasal 51
(1) Iklan Kampanye dapat dilakukan oleh Pasangan
Calon pada media massa cetak dan/atau lembaga penyiaran dalam bentuk iklan
komersial dan/atau iklan layanan masyarakat.
(2) Iklan Kampanye dilarang berisikan hal yang dapat
mengganggu kenyamanan pembaca, pendengar, dan/atau pemirsa.
(3) Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib
memberikan kesempatan yang sama kepada Pasangan Calon dalam pemuatan dan
penayangan iklan Kampanye.
(4) Pengaturan dan penjadwalan pemuatan dan penayangan
iklan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh media massa
cetak dan lembaga penyiaran.
Pasal 52
(1) Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang
menjual blocking segment dan/atau blocking time untuk Kampanye.
(2) Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang
menerima program sponsor dalam format atau segmen apa pun yang dapat
dikategorikan sebagai iklan Kampanye.
(3) Media massa cetak, lembaga penyiaran, dan
Pasangan Calon dilarang menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan oleh salah
satu Pasangan Calon kepada Pasangan Calon yang lain.
Pasal 53
(1) Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye di
televisi untuk setiap Pasangan Calon secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh)
spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi
setiap hari selama masa Kampanye.
(2) Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye di
radio untuk setiap Pasangan Calon secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot
berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap
hari selama masa Kampanye.
(3) Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk semua jenis
iklan.
(4) Pengaturan dan penjadwalan pemasangan iklan
Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk setiap Pasangan Calon diatur
sepenuhnya oleh lembaga penyiaran dengan kewajiban memberikan kesempatan yang
sama kepada setiap Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3).
Pasal 54
(1) Media massa cetak dan lembaga penyiaran
melakukan iklan Kampanye dalam bentuk iklan Kampanye komersial atau iklan
Kampanye layanan masyarakat dengan mematuhi kode etik periklanan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib
menentukan standar tarif iklan Kampanye komersial yang berlaku sama untuk
setiap Pasangan Calon.
(3) Tarif iklan Kampanye layanan masyarakat harus
lebih rendah daripada tarif iklan Kampanye komersial.
(4) Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib
menyiarkan iklan Kampanye layanan masyarakat non-partisan paling sedikit satu
kali dalam sehari dengan durasi 60 (enam puluh) detik.
(5) Iklan Kampanye layanan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat diproduksi sendiri oleh media massa cetak dan
lembaga penyiaran atau dibuat oleh pihak lain.
(6) Penetapan dan penyiaran iklan Kampanye layanan
masyarakat yang diproduksi oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dilakukan oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran.
(7) Jumlah waktu tayang iklan Kampanye layanan
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk jumlah kumulatif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Pasal 55
Media massa cetak
menyediakan halaman dan waktu yang adil dan seimbang untuk pemuatan berita dan
wawancara serta untuk pemasangan iklan Kampanye bagi Pasangan Calon.
Pasal 56
(1) Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers
melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran dan iklan Kampanye yang
dilakukan oleh lembaga penyiaran atau media massa cetak.
(2) Dalam hal terdapat bukti pelanggaran atas
ketentuan dalam Pasal 51, Pasal 52, dan Pasal 53 Komisi Penyiaran Indonesia
atau Dewan Pers menjatuhkan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(3) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diberitahukan kepada KPU dan KPU provinsi.
(4) Dalam hal Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan
Pers tidak menjatuhkan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka
waktu 7 (tujuh) hari sejak ditemukan bukti pelanggaran Kampanye, KPU, KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota menjatuhkan sanksi kepada pelaksana Kampanye.
Pasal 57
(1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat
(2) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. penghentian sementara mata acara yang bermasalah;
c. pengurangan durasi dan waktu pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye;
d. denda;
b. penghentian sementara mata acara yang bermasalah;
c. pengurangan durasi dan waktu pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye;
d. denda;
e. pembekuan kegiatan pemberitaan, penyiaran, dan
iklan Kampanye untuk waktu tertentu; atau
f. pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau
pencabutan izin penerbitan media massa cetak.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Komisi
Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers bersama KPU.
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemberitaan, penyiaran, iklan Kampanye, dan pemberian sanksi diatur
dengan peraturan KPU.
Bagian Keenam
Kampanye Pemilu oleh Presiden dan Wakil Presiden dan Pejabat Negara Lainnya
Pasal 59
Kampanye Pemilu oleh Presiden dan Wakil Presiden dan Pejabat Negara Lainnya
Pasal 59
(1) Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak
melaksanakan Kampanye.
(2) Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai
anggota Partai Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye (3) Pejabat negara
lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota Partai Politik dapat melaksanakan
Kampanye apabila yang bersangkutan sebagai:
a. calon Presiden atau calon Wakil Presiden;
b. anggota tim Kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU; atau
c. pelaksana Kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.
b. anggota tim Kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU; atau
c. pelaksana Kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.
Pasal 60
Selama melaksanakan
Kampanye, Presiden dan Wakil Presiden dan pejabat negara lainnya wajib
memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Pasal 61
Presiden atau Wakil Presiden
yang telah ditetapkan secara resmi oleh KPU sebagai calon Presiden atau calon
Wakil Presiden dalam melaksanakan Kampanye Pemilu Presiden atau Wakil Presiden
memperhatikan pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai Presiden atau Wakil
Presiden.
Pasal 62
(1) Menteri sebagai anggota tim Kampanye dan/atau
pelaksana Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf b dan
huruf c dapat diberikan cuti.
(2) Cuti bagi menteri yang melaksanakan Kampanye
dapat diberikan 1 (satu) hari kerja dalam setiap minggu selama masa Kampanye.
(3) Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan
Kampanye di luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 63
(1) Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil
bupati, atau walikota dan wakil walikota sebagai anggota tim Kampanye dan/atau
pelaksana Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf b dan
huruf c dapat diberikan cuti.
(2) Cuti bagi gubernur atau wakil gubernur, bupati
atau wakil bupati, walikota atau wakil walikota yang melaksanakan Kampanye
dapat diberikan 1 (satu) hari kerja dalam setiap minggu selama masa Kampanye.
(3) Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan
Kampanye di luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Apabila gubernur dan wakil gubernur, bupati dan
wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota yang ditetapkan sebagai anggota
tim Kampanye melaksanakan Kampanye dalam waktu yang bersamaan, tugas pemerintah
sehari-hari dilaksanakan oleh sekretaris daerah.
(5) Pelaksanaan tugas pemerintah oleh sekretaris
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri
atas nama Presiden.
Pasal 64
(1) Dalam melaksanakan Kampanye, Presiden dan Wakil
Presiden dan pejabat negara lainnya dilarang menggunakan fasilitas negara.
(2) Fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa:
a. sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas
meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat
transportasi dinas lainnya;
b. gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik
Pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali
daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan
prinsip keadilan;
c. sarana perkantoran, radio daerah dan
sandi/telekomunikasi milik pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan peralatan
lainnya.
(3) Gedung atau fasilitas negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang disewakan kepada umum dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 65
(1) Penggunaan fasilitas negara yang melekat pada
jabatan Presiden dan Wakil Presiden menyangkut pengamanan, kesehatan, dan
protokoler dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan secara profesional dan
proporsional.
(2) Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden menjadi
calon Presiden atau calon Wakil Presiden, fasilitas negara yang melekat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan sebagai Presiden dan Wakil
Presiden.
(3) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang
bukan Presiden dan Wakil Presiden, selama Kampanye diberikan fasilitas
pengamanan, kesehatan, dan pengawalan oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
(4) Pengamanan dan pengawalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
(5) Ketentuan lebih lanjut bagi pelaksanaan
pengamanan dan pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Presiden.
Bagian Ketujuh
Pemasangan Alat Peraga Kampanye
Pasal 66
Pemasangan Alat Peraga Kampanye
Pasal 66
(1) KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota, PPK,
PPS, dan PPLN berkoordinasi dengan Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk
keperluan Kampanye.
(2) Pemasangan alat peraga Kampanye sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) oleh pelaksana Kampanye dilaksanakan dengan
mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, kelestarian tanaman, dan
keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pemasangan alat peraga Kampanye pada
tempat-tempat yang menjadi milik perseorangan atau badan swasta harus dengan
ijin tertulis dari pemilik tempat tersebut.
(4) Alat peraga Kampanye harus sudah dibersihkan
paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari pemungutan suara.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasangan dan
pembersihan alat peraga Kampanye diatur dalam peraturan KPU.
Bagian Kedelapan
Peranan Pemerintah, Tentara Nasional Indonesia, dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Kampanye
Pasal 67
Peranan Pemerintah, Tentara Nasional Indonesia, dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Kampanye
Pasal 67
(1) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan memberikan kesempatan yang sama
kepada tim Kampanye dan/atau pelaksana Kampanye dalam penggunaan fasilitas umum
untuk penyampaian materi Kampanye.
(2) Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, Tentara Nasional Indonesia, dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang melakukan tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu tim Kampanye dan/atau pelaksana
Kampanye.
Bagian Kesembilan
Pengawasan atas Pelaksanaan Kampanye
Pasal 68
Pengawasan atas Pelaksanaan Kampanye
Pasal 68
Bawaslu, Panwaslu provinsi,
Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kampanye.
Pasal 69
(1) Pengawas Pemilu Lapangan melakukan pengawasan
atas pelaksanaan Kampanye di tingkat desa/kelurahan.
(2) Pengawas Pemilu Lapangan menerima laporan dugaan
adanya pelanggaran pelaksanaan Kampanye di tingkat desa/kelurahan yang
dilakukan oleh PPS, pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye, dan
petugas Kampanye.
Pasal 70
(1) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup
bahwa PPS dengan sengaja melakukan atau lalai dalam pelaksanaan Kampanye yang
mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye di tingkat desa/kelurahan,
Pengawas Pemilu Lapangan menyampaikan laporan kepada Panwaslu kecamatan.
(2) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup
bahwa pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye, atau petugas Kampanye
dengan sengaja melakukan atau lalai dalam pelaksanaan Kampanye yang
mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye di tingkat desa/kelurahan,
Pengawas Pemilu Lapangan menyampaikan laporan kepada PPS.
Pasal 71
(1) PPS wajib menindaklanjuti temuan dan laporan
tentang dugaan kesengajaan atau kelalaian dalam pelaksanaan Kampanye di tingkat
desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) dengan melakukan:
a. penghentian pelaksanaan Kampanye Pasangan Calon
yang bersangkutan yang terjadwal pada hari itu;
b. pelaporan kepada PPK dalam hal ditemukan bukti
permulaan yang cukup tentang adanya tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden terkait dengan pelaksanaan Kampanye;
c. pelarangan kepada pelaksana Kampanye atau tim
Kampanye untuk melaksanakan Kampanye berikutnya; dan
d. pelarangan kepada peserta Kampanye untuk
mengikuti Kampanye berikutnya.
(2) PPK menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dengan melakukan tindakan hukum sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 72
Dalam hal ditemukan dugaan
bahwa pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye, dan petugas Kampanye
dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye
di tingkat desa/kelurahan dikenai tindakan hukum sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 73
(1) Panwaslu kecamatan wajib menindaklanjuti laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) dengan melaporkannya kepada PPK.
(2) PPK wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan meneruskannya kepada KPU kabupaten/kota.
(3) KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memberikan sanksi administratif
kepada PPS.
Pasal 74
(1) Panwaslu kecamatan melakukan pengawasan atas
pelaksanaan Kampanye di tingkat kecamatan.
(2) Panwaslu kecamatan menerima laporan dugaan
pelanggaran pelaksanaan Kampanye di tingkat kecamatan yang dilakukan oleh PPK,
pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye, dan petugas Kampanye.
Pasal 75
(1) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup
bahwa PPK dengan sengaja melakukan atau lalai dalam pelaksanaan Kampanye yang
mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye di tingkat kecamatan, Panwaslu
kecamatan menyampaikan laporan kepada Panwaslu kabupaten/kota.
(2) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup
bahwa pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye, atau petugas Kampanye
dengan sengaja melakukan atau lalai dalam pelaksanaan Kampanye yang
mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye di tingkat kecamatan, Panwaslu
kecamatan menyampaikan laporan kepada Panwaslu kabupaten/kota dan menyampaikan
temuan kepada PPK.
Pasal 76
(1) PPK wajib menindaklanjuti temuan dan laporan
tentang dugaan kesengajaan atau kelalaian dalam pelaksanaan Kampanye di tingkat
kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dengan melakukan:
a. penghentian pelaksanaan Kampanye Pasangan Calon
yang bersangkutan yang terjadwal pada hari itu;
b. pelaporan kepada KPU kabupaten/kota dalam hal
ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden terkait dengan pelaksanaan Kampanye;
c. pelarangan kepada pelaksana Kampanye atau tim
Kampanye untuk melaksanakan Kampanye berikutnya; dan/atau
d. pelarangan kepada peserta Kampanye untuk
mengikuti Kampanye berikutnya.
(2) KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan melakukan tindakan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 77
(1) Panwaslu kabupaten/kota wajib menindaklanjuti
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dengan melaporkan kepada
KPU kabupaten/kota.
(2) KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan sanksi administratif
kepada PPK.
Pasal 78
(1) Panwaslu kabupaten/kota melakukan pengawasan
pelaksanaan Kampanye di tingkat kabupaten/kota, terhadap:
a. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
anggota KPU kabupaten/kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU
kabupaten/kota melakukan tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden atau
pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya Kampanye yang sedang
berlangsung; atau
b. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye dan petugas Kampanye
melakukan tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden atau pelanggaran
administratif yang mengakibatkan terganggunya Kampanye yang sedang berlangsung.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Panwaslu kabupaten/kota:
a. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap
ketentuan pelaksanaan Kampanye;
b. menyelesaikan temuan dan laporan pelanggaran
Kampanye yang tidak mengandung unsur pidana;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU
kabupaten/kota tentang pelanggaran Kampanye untuk ditindaklanjuti;
d. meneruskan temuan dan laporan tentang pelanggaran
tindak pidana Pemilu kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
e. menyampaikan laporan dugaan adanya tindakan yang
mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye oleh anggota KPU
kabupaten/kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota kepada
Bawaslu; dan/atau
f. mengawasi pelaksanaan rekomendasi Bawaslu tentang
pengenaan sanksi kepada anggota KPU kabupaten/kota, sekretaris dan pegawai
sekretariat KPU kabupaten/kota yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya Kampanye yang sedang berlangsung.
Pasal 79
(1) Panwaslu kabupaten/kota menyelesaikan laporan
dugaan pelanggaran administratif terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf a, pada hari yang sama
dengan diterimanya laporan.
(2) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup
adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana Kampanye, tim Kampanye, dan
peserta Kampanye di tingkat kabupaten/kota, Panwaslu kabupaten/kota
menyampaikan temuan dan laporan tersebut kepada KPU kabupaten/kota.
(3) KPU kabupaten/kota menetapkan penyelesaian
laporan dan temuan yang mengandung bukti permulaan yang cukup adanya
pelanggaran administratif oleh pelaksana Kampanye, tim Kampanye, dan peserta
Kampanye pada hari diterimanya laporan.
(4) Dalam hal Panwaslu kabupaten/kota menerima
laporan dugaan pelanggaran administratif terhadap ketentuan pelaksanaan
Kampanye Pemilu oleh anggota KPU kabupaten/kota, sekretaris dan pegawai
sekretariat KPU kabupaten/kota, Panwaslu kabupaten/kota meneruskan laporan
tersebut kepada Bawaslu.
Pasal 80
(1) KPU bersama Bawaslu dapat menetapkan sanksi
tambahan terhadap pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79
ayat (3) selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Sanksi terhadap pelanggaran administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (4) selain yang diatur dalam
Undang-Undang ini ditetapkan dalam kode etik yang disusun secara bersama oleh
KPU dan Bawaslu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 81
Dalam hal Panwaslu kabupaten/kota menerima laporan
dugaan adanya tindak pidana dalam pelaksanaan Kampanye oleh anggota KPU
kabupaten/kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota,
pelaksana dan peserta Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Panwaslu
kabupaten/kota melakukan:
a. pelaporan tentang dugaan adanya tindak pidana
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dimaksud kepada Kepolisian Negara Republik
Indonesia; atau
b. pelaporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk
mengeluarkan rekomendasi Bawaslu tentang sanksi.
Pasal 82
Panwaslu kabupaten/kota
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu
tentang pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81.
Pasal 83
(1) Panwaslu provinsi melakukan pengawasan
pelaksanaan Kampanye di tingkat provinsi, terhadap:
a. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
anggota KPU provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU provinsi melakukan
tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden atau pelanggaran administratif
yang mengakibatkan terganggunya Kampanye yang sedang berlangsung; atau
b. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye dan petugas Kampanye
melakukan tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden atau pelanggaran
administratif yang mengakibatkan terganggunya Kampanye yang sedang berlangsung.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Panwaslu provinsi:
a. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap
ketentuan pelaksanaan Kampanye;
b. menyelesaikan temuan dan laporan pelanggaran
Kampanye yang tidak mengandung unsur pidana;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU
provinsi tentang pelanggaran Kampanye untuk ditindaklanjuti;
d. meneruskan temuan dan laporan tentang pelanggaran
tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
e. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar
untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan dugaan adanya
tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden atau pelanggaran administratif
yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye oleh anggota KPU provinsi,
sekretaris dan pegawai sekretariat KPU provinsi; dan/atau
f. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi
Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU provinsi, sekretaris dan
pegawai sekretariat KPU provinsi yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden atau pelanggaran administratif yang mengakibatkan
terganggunya Kampanye yang sedang berlangsung.
Pasal 84
(1) Panwaslu provinsi menyelesaikan laporan dugaan
pelanggaran administratif terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) huruf a pada hari yang sama dengan diterimanya
laporan.
(2) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup
adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana Kampanye, tim Kampanye, dan
peserta Kampanye di tingkat provinsi, Panwaslu provinsi menyampaikan temuan dan
laporan tersebut kepada KPU provinsi.
(3) KPU provinsi menetapkan penyelesaian laporan dan
temuan yang mengandung bukti permulaan yang cukup adanya pelanggaran
administratif oleh pelaksana Kampanye, tim Kampanye, dan peserta Kampanye pada
hari diterimanya laporan.
(4) Dalam hal Panwaslu provinsi menerima laporan
dugaan pelanggaran administratif terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye oleh
anggota KPU provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU provinsi, Panwaslu
provinsi meneruskan laporan tersebut kepada Bawaslu.
Pasal 85
(1) KPU bersama Bawaslu dapat menetapkan sanksi
tambahan terhadap pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84
ayat (1) selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Sanksi terhadap pelanggaran administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (4) selain yang diatur dalam
Undang-Undang ini ditetapkan dalam kode etik yang disusun secara bersama oleh
KPU dan Bawaslu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 86
Dalam hal Panwaslu provinsi menerima laporan dugaan
adanya tindak pidana dalam pelaksanaan Kampanye oleh anggota KPU provinsi,
sekretaris dan pegawai sekretariat KPU provinsi, pelaksana Kampanye, tim
Kampanye, dan peserta Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, Panwaslu
provinsi melakukan:
a. pelaporan tentang dugaan adanya tindak pidana
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dimaksud kepada Kepolisian Negara Republik
Indonesia; atau
b. pelaporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk
mengeluarkan rekomendasi Bawaslu tentang sanksi.
Pasal 87
Panwaslu provinsi melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang
pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86.
Pasal 88
(1) Bawaslu melakukan pengawasan pelaksanaan tahapan
Kampanye secara nasional, terhadap:
a. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai
Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU
provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU
kabupaten/kota melakukan tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden atau
pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye
yang sedang berlangsung; atau
b. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye, dan petugas Kampanye
melakukan tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden atau pelanggaran
administratif yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye yang sedang
berlangsung.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Bawaslu:
a. menerima laporan dugaan adanya pelanggaran
terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye;
b. menyelesaikan temuan dan laporan adanya pelanggaran
Kampanye yang tidak mengandung unsur pidana;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU
tentang adanya pelanggaran Kampanye untuk ditindaklanjuti;
d. meneruskan temuan dan laporan tentang dugaan
adanya tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
e. memberikan rekomendasi kepada KPU tentang dugaan
adanya tindakan yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye oleh
anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai
Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU
provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU
kabupaten/kota berdasarkan laporan Panwaslu provinsi dan Panwaslu
kabupaten/kota; dan/atau
f. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi
pengenaan sanksi kepada anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota,
Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU
provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan
pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye yang sedang berlangsung.
Pasal 89
(1) Dalam hal Bawaslu menerima laporan dugaan adanya
pelanggaran administratif terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) huruf a, Bawaslu menetapkan penyelesaian pada
hari yang sama diterimanya laporan.
(2) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup
tentang dugaan adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana Kampanye, tim
Kampanye, dan peserta Kampanye di tingkat pusat, Bawaslu menyampaikan temuan
dan laporan kepada KPU.
(3) Dalam hal KPU menerima laporan dan temuan yang
mengandung bukti permulaan yang cukup tentang dugaan adanya pelanggaran
administratif oleh pelaksana Kampanye, tim Kampanye, dan peserta Kampanye
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPU langsung menetapkan penyelesaian pada
hari yang sama dengan hari diterimanya laporan.
(4) Dalam hal Bawaslu menerima laporan dugaan
pelanggaran administratif terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye oleh anggota
KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai
Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU
provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU
kabupaten/kota, Bawaslu memberikan rekomendasi kepada KPU untuk memberikan
sanksi.
Pasal 90
(1) Sanksi terhadap pelanggaran administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (3) selain yang diatur dalam
Undang-Undang ini ditetapkan oleh KPU bersama Bawaslu.
(2) Sanksi terhadap pelanggaran administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (4) selain yang diatur dalam
Undang-Undang ini ditetapkan dalam kode etik yang disusun secara bersama oleh
KPU dan Bawaslu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 91
Dalam hal Bawaslu menerima laporan dugaan adanya
tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan oleh anggota
KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai
Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU
provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU
kabupaten/kota, pelaksana Kampanye, tim Kampanye, dan peserta Kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) dalam pelaksanaan Kampanye,
Bawaslu melakukan:
a. pelaporan tentang dugaan adanya tindak pidana
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dimaksud kepada Kepolisian Negara Republik
Indonesia; atau
b. pemberian rekomendasi
kepada KPU untuk menetapkan sanksi.
Pasal 92
Bawaslu melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi
penonaktifan sementara dan/atau sanksi administratif kepada anggota KPU, KPU
provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat
Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi,
sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota yang
terbukti melakukan tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden atau
pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye
yang sedang berlangsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91.
Pasal 93
Pengawasan oleh Bawaslu,
Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota serta tindak lanjut KPU, KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota terhadap temuan atau laporan yang diterima
tidak memengaruhi jadwal pelaksanaan Kampanye sebagaimana yang telah
ditetapkan.
Bagian Kesepuluh
Dana Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 94
Dana Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 94
(1) Dana Kampanye menjadi tanggung jawab Pasangan
Calon.
(2) Dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dari:
(2) Dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dari:
a. Pasangan Calon yang bersangkutan;
b. Partai Politik dan/atau Gabungan Partai Politik
yang mengusulkan Pasangan Calon; dan
c. pihak lain.
(3) Dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.
Pasal 95
Dana Kampanye yang berasal
dari pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf c berupa
sumbangan yang sah menurut hukum dan bersifat tidak mengikat dan dapat berasal
dari perseorangan, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah.
Pasal 96
(1) Dana Kampanye yang berasal dari perseorangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 tidak boleh melebihi Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
(2) Dana Kampanye yang berasal dari kelompok, perusahaan,
atau badan usaha nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 tidak boleh
melebihi Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(3) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.
Pasal 97
(1) Dana Kampanye berupa uang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 94 ayat (3) wajib dicatat dalam pembukuan khusus dana Kampanye dan
ditempatkan pada rekening khusus dana Kampanye Pasangan Calon pada Bank.
(2) Dana Kampanye berupa sumbangan dalam bentuk
barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud Pasal 94 ayat (3) dicatat berdasarkan
harga pasar yang wajar pada saat sumbangan itu diterima.
(3) Dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada Pasal 94
ayat (2) wajib dicatat dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus dana
Kampanye yang terpisah dari pembukuan keuangan Pasangan Calon masing-masing.
(4) Pembukuan dana Kampanye sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dimulai sejak 3 (tiga) hari setelah Pasangan Calon ditetapkan
sebagai Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan ditutup 7 (tujuh) hari
sebelum penyampaian laporan penerimaan dan pengeluaran dana Kampanye kepada
kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.
Pasal 98
(1) Dalam rangka Kampanye, Pasangan Calon dan tim
Kampanye di tingkat pusat wajib memiliki rekening khusus dana Kampanye.
(2) Rekening khusus dana Kampanye Pasangan Calon dan
tim Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan ke KPU paling lama
7 (tujuh) hari setelah Pasangan Calon ditetapkan sebagai peserta Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.
Pasal 99
(1) Pasangan Calon dan tim Kampanye di tingkat pusat
melaporkan penerimaan dana Kampanye kepada KPU 1 (satu) hari sebelum dimulai
Kampanye dan 1 (satu) hari setelah berakhirnya Kampanye.
(2) Laporan penerimaan dana Kampanye ke KPU
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan nama atau identitas penyumbang,
alamat, dan nomor telepon yang dapat dihubungi.
(3) KPU mengumumkan laporan penerimaan dana Kampanye
setiap Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat
melalui media massa 1 (satu) hari setelah menerima laporan dana Kampanye dari
Pasangan Calon.
Pasal 100
(1) Pasangan Calon dan tim Kampanye di tingkat pusat
melaporkan penggunaan dana Kampanye kepada KPU, KPU provinsi, KPU
kabupaten/kota paling lama 14 (empat belas) hari sejak berakhirnya masa
Kampanye.
(2) KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota
menyampaikan laporan penerimaan dan penggunaan dana Kampanye yang diterima dari
Pasangan Calon dan tim Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
kantor akuntan publik yang ditunjuk paling lama 7 (tujuh) hari sejak
diterimanya laporan.
(3) Kantor akuntan publik menyampaikan hasil audit
kepada KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota paling lama 45 (empat puluh
lima) hari sejak diterimanya laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota
memberitahukan hasil audit dana Kampanye kepada masing-masing Pasangan Calon
dan tim Kampanye paling lama 7 (tujuh) hari setelah KPU, KPU provinsi dan KPU
kabupaten/kota menerima hasil audit dari kantor akuntan publik.
(5) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
mengumumkan hasil audit dana Kampanye kepada masyarakat paling lama 10
(sepuluh) hari setelah diterimanya laporan hasil audit dari kantor akuntan
publik.
Pasal 101
(1) KPU menetapkan kantor akuntan publik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) yang memenuhi persyaratan di setiap provinsi.
(2) Kantor akuntan publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. membuat pernyataan tertulis di atas kertas
bermeterai cukup bahwa rekan yang bertanggung jawab atas pemeriksaan laporan
dana Kampanye tidak berafiliasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan
Pasangan Calon dan/atau tim Kampanye; dan
b. membuat pernyataan tertulis di atas kertas
bermeterai cukup bahwa rekan yang bertanggung jawab atas pemeriksaan laporan
dana Kampanye bukan merupakan anggota atau pengurus Partai Politik yang
mengusulkan Pasangan Calon.
(3) Biaya jasa akuntan publik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 102
(1) Dalam hal kantor akuntan publik yang ditetapkan
oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) dalam proses pelaksanaan
audit diketahui tidak memberikan informasi yang benar mengenai persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2), KPU membatalkan penetapan kantor
akuntan publik yang bersangkutan.
(2) Kantor akuntan publik yang dibatalkan
pekerjaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhak mendapatkan
pembayaran jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (3).
(3) KPU menetapkan kantor akuntan publik pengganti
untuk melanjutkan pelaksanaan audit atas laporan dana Kampanye Pasangan Calon
yang bersangkutan.
Pasal 103
(1) Pasangan Calon dilarang menerima sumbangan pihak
lain yang berasal dari:
a. pihak asing;
b. penyumbang yang tidak benar atau tidak jelas identitasnya;
b. penyumbang yang tidak benar atau tidak jelas identitasnya;
c. hasil tindak pidana dan bertujuan menyembunyikan
atau menyamarkan hasil tindak pidana;
d. Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik
negara, dan badan usaha milik daerah; atau
e. pemerintah desa atau sebutan lain dan badan usaha
milik desa.
(2) Pelaksana Kampanye yang menerima sumbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut
dan wajib melaporkannya kepada KPU dan menyerahkan sumbangan tersebut ke kas
negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye berakhir.
(3) Pelaksana Kampanye yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini.
(4) Setiap orang yang menggunakan anggaran
Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha
milik daerah (BUMD), pemerintah desa atau sebutan lain dan badan usaha milik
desa untuk disumbangkan atau diberikan kepada pelaksana Kampanye dikenai sanksi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
BAB VIII
PERLENGKAPAN PENYELENGGARAAN
PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Pasal 104
PERLENGKAPAN PENYELENGGARAAN
PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Pasal 104
(1) KPU bertanggung jawab dalam merencanakan dan
menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan
pemungutan suara.
(2) Sekretaris Jenderal KPU, sekretaris KPU
provinsi, dan sekretaris KPU kabupaten/kota bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 105
(1) Jenis perlengkapan pemungutan suara terdiri
atas:
a. kotak suara;
b. surat suara;
c. tinta;
d. bilik pemungutan suara;
e. segel;
f. alat untuk memberi tanda pilihan; dan
g. TPS.
b. surat suara;
c. tinta;
d. bilik pemungutan suara;
e. segel;
f. alat untuk memberi tanda pilihan; dan
g. TPS.
(2) Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran
pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara, diperlukan dukungan
perlengkapan lainnya.
(3) Bentuk, ukuran, dan spesifikasi teknis
perlengkapan pemungutan suara ditetapkan dengan peraturan KPU.
(4) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal KPU dengan berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf d, dan huruf f, serta ayat
(2), Sekretaris Jenderal KPU dapat melimpahkan kewenangannya kepada sekretaris
KPU provinsi.
(6) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilaksanakan oleh KPPS bekerja sama
dengan masyarakat.
(7) Perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f,
dan ayat (2) harus sudah diterima KPPS paling lambat 1 (satu) hari sebelum
hari/tanggal pemungutan suara.
(8) Pendistribusian perlengkapan pemungutan suara
dilakukan oleh Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU provinsi, dan
sekretariat KPU kabupaten/kota.
(9) Dalam pendistribusian dan pengamanan
perlengkapan pemungutan suara, KPU dapat bekerja sama dengan Pemerintah,
pemerintah daerah, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Pasal 106
(1) Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105
ayat (1) huruf b untuk memuat foto, nama, dan nomor urut Pasangan Calon.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peraturan KPU.
Pasal 107
Jenis, bentuk, ukuran,
warna, dan spesifikasi teknis lain surat suara ditetapkan dalam peraturan KPU.
Pasal 108
(1) Pengadaan surat suara dilakukan di dalam negeri
dengan mengutamakan kapasitas cetak yang sesuai dengan kebutuhan surat suara
dan hasil cetak yang berkualitas baik.
(2) Jumlah surat suara yang dicetak sama dengan
jumlah Pemilih tetap ditambah dengan 2% (dua persen) dari jumlah Pemilih tetap
sebagai cadangan, yang ditetapkan dengan keputusan KPU.
(3) Selain menetapkan pencetakan surat suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPU menetapkan besarnya jumlah surat suara
untuk pelaksanaan pemungutan suara ulang.
(4) Jumlah surat suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh KPU untuk setiap
kabupaten/kota sebanyakl. 000 (seribu) surat suara pemungutan suara ulang yang
diberi tanda khusus.
Pasal 109
(1) Perusahaan pencetak surat suara dilarang
mencetak surat suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh KPU dan harus
menjaga kerahasiaan, keamanan, serta keutuhan surat suara.
(2) KPU meminta bantuan Kepolisian Negara Republik
Indonesia untuk mengamankan surat suara selama proses pencetakan berlangsung,
penyimpanan, dan pendistribusian ke tempat tujuan.
(3) KPU memverifikasi jumlah surat suara yang telah
dicetak, jumlah yang sudah dikirim dan/atau jumlah yang masih tersimpan dengan
membuat berita acara yang ditandatangani oleh pihak percetakan dan petugas KPU.
(4) KPU mengawasi dan mengamankan desain, film
separasi, dan plat cetak yang digunakan untuk membuat surat suara, sebelum dan
sesudah digunakan serta menyegel dan menyimpannya.
(5) Tata cara pelaksanaan pengamanan terhadap
pencetakan, penghitungan, penyimpanan, pengepakan, dan pendistribusian surat
suara ke tempat tujuan ditetapkan dengan peraturan KPU.
Pasal 110
Pengawasan atas pelaksanaan
tugas dan wewenang KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota serta Sekretariat
Jenderal KPU, sekretariat KPU provinsi, dan sekretariat KPU kabupaten/kota
mengenai pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 dilaksanakan oleh Bawaslu dan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
BAB IX
PEMUNGUTAN SUARA
Pasal 111
PEMUNGUTAN SUARA
Pasal 111
(1) Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara
di TPS meliputi:
a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap
pada TPS yang bersangkutan; dan
b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih
Tambahan.
(2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dapat menggunakan haknya untuk memilih dengan menunjukkan surat pemberitahuan
dari PPS.
(3) Dalam hal pada suatu TPS terdapat Pemilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, KPPS pada TPS tersebut mencatat dan
melaporkan kepada KPU kabupaten/kota melalui PPK.
Pasal 112
Pemungutan suara Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan paling lama 3 (tiga) bulan setelah
pengumuman hasil pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota.
Pasal 113
(1) Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 800
(delapan ratus) orang.
(2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang
cacat, tidak menggabungkan desa, dan memperhatikan aspek geografis serta
menjamin setiap Pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, bebas, dan
rahasia.
(3) Jumlah, lokasi, bentuk dan tata letak TPS diatur
dalam peraturan KPU.
(4) Jumlah surat suara di setiap TPS sama dengan
jumlah Pemilih yang tercantum di dalam Daftar Pemilih Tetap dan Daftar Pemilih
Tambahan ditambah dengan 2% (dua persen) dari Daftar Pemilih Tetap sebagai
cadangan.
(5) Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dibuatkan berita acara.
(6) Format berita acara sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) ditetapkan dengan peraturan KPU.
Pasal 114
(1) Pelaksanaan pemungutan suara di TPS dipimpin
oleh KPPS.
(2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3) Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi Pasangan Calon.
(2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3) Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi Pasangan Calon.
(4) Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan
keamanan di setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang petugas yang ditetapkan
oleh PPS.
(5) Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh
Pengawas Pemilu Lapangan.
(6) Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh
pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang telah diakreditasi oleh KPU,
KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota.
(7) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
menyerahkan mandat tertulis dari Pasangan Calon/tim Kampanye.
Pasal 115
(1) Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPS
melakukan kegiatan yang meliputi:
a. penyiapan TPS;
b. pengumuman dengan menempelkan Daftar Pemilih
Tetap, Daftar Pemilih Tambahan, serta nama dan foto Pasangan Calon di TPS; dan
c. penyerahan salinan Daftar Pemilih Tetap dan
Daftar Pemilih Tambahan kepada saksi yang hadir dan Pengawas Pemilu Lapangan.
(2) Dalam rangka pelaksanaan pemungutan suara, KPPS
melakukan kegiatan yang meliputi:
a. pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
b. rapat pemungutan suara;
b. rapat pemungutan suara;
c. pengucapan sumpah atau janji anggota KPPS dan
petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPS;
d. penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara
pemungutan suara; dan
e. pelaksanaan pemberian suara.
e. pelaksanaan pemberian suara.
Pasal 116
(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
a. membuka kotak suara;
b. mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
d. menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan;
e. memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
f. menandatangani surat suara yang akan digunakan oleh Pemilih.
b. mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
d. menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan;
e. memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
f. menandatangani surat suara yang akan digunakan oleh Pemilih.
(2) Saksi Pasangan Calon, pengawas Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden, pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan warga
masyarakat berhak menghadiri kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketua KPPS wajib membuat dan menandatangani
berita acara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berita acara
tersebut ditandatangani oleh paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS dan
saksi Pasangan Calon yang hadir.
Pasal 117
(1) Dalam memberikan suara, Pemilih diberi
kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran Pemilih.
(2) Apabila Pemilih menerima surat suara yang
ternyata rusak, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS dan
KPPS wajib memberikan surat suara pengganti hanya 1 (satu) kali dan mencatat
surat suara yang rusak dalam berita acara.
(3) Apabila terdapat kekeliruan dalam memberikan
suara, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS dan KPPS hanya
memberikan surat suara pengganti 1 (satu) kali.
Pasal 118
(1) Pemberian suara untuk Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden dilakukan dengan memberikan tanda satu kali pada surat suara.
(2) Memberikan tanda satu kali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip memudahkan Pemilih, akurasi dalam
penghitungan suara, dan efisien dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara
memberikan tanda diatur dengan peraturan KPU.
Pasal 119
(1) Pada saat memberikan suaranya di TPS, Pemilih
tunanetra, tunadaksa, dan/atau yang mempunyai halangan fisik lain dapat dibantu
oleh orang lain atas permintaan Pemilih.
(2) Orang lain yang membantu Pemilih dalam
memberikan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan
Pemilih.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
bantuan kepada Pemilih diatur dengan peraturan KPU.
Pasal 120
(1) Pemungutan suara bagi Warga Negara Indonesia
yang berada di luar negeri dilaksanakan di setiap Perwakilan Republik Indonesia
dan dilakukan pada waktu yang sama atau waktu yang disesuaikan dengan waktu
pemungutan suara di Indonesia.
(2) Dalam hal Pemilih tidak dapat memberikan suara
di TPSLN yang telah ditentukan, Pemilih dapat memberikan suara melalui pos yang
disampaikan kepada PPLN di Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Pasal 121
(1) Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara
di TPSLN meliputi:
a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap
pada TPSLN yang bersangkutan; dan
b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih
Tambahan.
(2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dapat menggunakan haknya untuk memilih dengan menunjukkan surat pemberitahuan
dari PPLN.
(3) KPPSLN sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mencatat dan melaporkan kepada PPLN.
Pasal 122
Warga Negara Indonesia yang
berada di luar negeri yang tidak terdaftar sebagai Pemilih tidak dapat
menggunakan haknya untuk memilih.
Pasal 123
(1) Pelaksanaan pemungutan suara di TPSLN dipimpin
oleh KPPSLN.
(2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3) Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi Pasangan Calon.
(4) Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3) Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi Pasangan Calon.
(4) Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(5) Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh
pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang telah diakreditasi oleh KPU.
(6) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
menyerahkan mandat tertulis dari Pasangan Calon/tim Kampanye.
Pasal 124
(1) Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPSLN
melakukan kegiatan yang meliputi:
a. penyiapan TPSLN;
b. pengumuman dengan menempelkan Daftar Pemilih
Tetap, Daftar Pemilih Tambahan, dan nama dan foto Pasangan Calon di TPSLN; dan
c. penyerahan salinan Daftar Pemilih Tetap dan
Daftar Pemilih Tambahan kepada saksi yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar
Negeri.
(2) Dalam rangka pelaksanaan pemungutan suara,
KPPSLN melakukan kegiatan yang meliputi:
a. pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
b. rapat pemungutan suara;
b. rapat pemungutan suara;
c. pengucapan sumpah atau janji anggota KPPSLN dan
petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPSLN;
d. penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara
pemungutan suara; dan
e. pelaksanaan pemberian suara.
e. pelaksanaan pemberian suara.
Pasal 125
(1) Pemilih tidak boleh membubuhkan tulisan dan/atau
catatan lain pada surat suara.
(2) Surat suara yang terdapat tulisan dan/atau
catatan lain dinyatakan tidak sah.
Pasal 126
(1) Pemilih yang telah memberikan suara, diberi
tanda khusus oleh KPPS/KPPSLN.
(2) Tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam peraturan KPU.
Pasal 127
(1) KPPS/KPPSLN dilarang mengadakan penghitungan
suara sebelum pemungutan suara berakhir.
(2) Ketentuan mengenai waktu berakhirnya pemungutan
suara ditetapkan dalam peraturan KPU.
Pasal 128
(1) KPPS/KPPSLN bertanggung jawab atas pelaksanaan
pemungutan suara secara tertib dan lancar.
(2) Pemilih melakukan pemberian suara dengan tertib
dan bertanggung jawab.
(3) Saksi melakukan tugasnya dengan tertib dan bertanggung jawab.
(3) Saksi melakukan tugasnya dengan tertib dan bertanggung jawab.
(4) Petugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan
wajib menjaga ketertiban, ketenteraman dan keamanan di lingkungan TPS/TPSLN.
(5) Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar
Negeri wajib melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan suara dengan
tertib dan bertanggung jawab.
Pasal 129
(1) Warga masyarakat yang tidak memiliki hak pilih
atau yang tidak sedang melaksanakan pemberian suara dilarang berada di dalam
TPS/TPSLN.
(2) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
dilarang berada di dalam TPS/TPSLN.
(3) Warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) memelihara ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara.
Pasal 130
(1) Dalam hal terjadi penyimpangan pelaksanaan
pemungutan suara oleh KPPS/KPPSLN, Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu
Luar Negeri memberikan saran perbaikan disaksikan oleh saksi yang hadir dan
petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPS/TPSLN.
(2) KPPS/KPPSLN seketika itu juga menindaklanjuti
saran perbaikan yang disampaikan oleh pengawas Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 131
(1) Dalam hal terjadi pelanggaran ketenteraman,
ketertiban, dan keamanan pelaksanaan pemungutan suara oleh anggota masyarakat
dan/atau oleh pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, petugas
ketenteraman, ketertiban, dan keamanan melakukan penanganan secara memadai.
(2) Dalam hal anggota masyarakat dan/atau pemantau
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak mematuhi penanganan oleh petugas
ketenteraman, ketertiban, dan keamanan, yang bersangkutan diserahkan kepada
petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB X
PENGHITUNGAN SUARA
Bagian Kesatu
Penghitungan Suara di TPS/TPSLN
Pasal 132
PENGHITUNGAN SUARA
Bagian Kesatu
Penghitungan Suara di TPS/TPSLN
Pasal 132
(1) Penghitungan suara di TPS/TPSLN dilaksanakan
setelah waktu pemungutan suara berakhir.
(2) Penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dilakukan dan selesai di TPS/TPSLN yang bersangkutan pada
hari/tanggal pemungutan suara.
Pasal 133
(1) KPPS melakukan penghitungan suara Pasangan Calon
di dalam TPS.
(2) KPPSLN melakukan penghitungan suara Pasangan Calon di dalam TPSLN.
(2) KPPSLN melakukan penghitungan suara Pasangan Calon di dalam TPSLN.
(3) Saksi menyaksikan dan mencatat pelaksanaan
penghitungan suara Pasangan Calon di dalam TPS/TPSLN.
(4) Pengawas Pemilu Lapangan mengawasi pelaksanaan
penghitungan suara Pasangan Calon di dalam TPS.
(5) Pengawas Pemilu Luar Negeri mengawasi
pelaksanaan penghitungan suara Pasangan Calon di dalam TPSLN.
(6) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
memantau pelaksanaan penghitungan suara Pasangan Calon di luar TPS.
(7) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
memantau pelaksanaan penghitungan suara Pasangan Calon di luar TPSLN.
(8) Warga masyarakat menyaksikan pelaksanaan
penghitungan suara Pasangan Calon di luar TPS.
(9) Warga masyarakat menyaksikan pelaksanaan
penghitungan suara Pasangan Calon di luar TPSLN.
Pasal 134
(1) Sebelum melaksanakan penghitungan suara,
KPPS/KPPSLN menghitung:
a. jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan
salinan Daftar Pemilih Tetap;
b. jumlah Pemilih yang berasal dari TPS/TPSLN lain;
c. jumlah surat suara yang tidak terpakai;
c. jumlah surat suara yang tidak terpakai;
d. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh Pemilih
karena rusak atau salah dalam cara memberikan suara; dan
e. sisa surat suara cadangan.
(2) Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh
ketua KPPS/KPPSLN dan oleh paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS/KPPSLN
yang hadir.
Pasal 135
(1) Suara untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
dinyatakan sah apabila:
a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b. pemberian tanda satu kali pada nomor urut, atau
foto, atau nama salah satu Pasangan Calon dalam surat suara.
(2) Ketentuan mengenai pedoman teknis pelaksanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan KPU.
Pasal 136
(1) Ketua KPPS/KPPSLN melakukan penghitungan suara
dengan suara yang jelas dan terdengar dengan memperlihatkan surat suara yang
dihitung.
(2) Penghitungan suara dilakukan secara terbuka dan
di tempat yang terang atau yang mendapat penerangan cahaya cukup.
(3) Penghitungan suara dicatat pada
lembar/papan/layar penghitungan dengan tulisan yang jelas dan terbaca.
(4) Format penulisan penghitungan suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam peraturan KPU.
Pasal 137
(1) Pasangan Calon, saksi Pasangan Calon, Pengawas
Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri dan masyarakat dapat menyampaikan
laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam
pelaksanaan penghitungan suara kepada KPPS/KPPSLN.
(2) Pasangan Calon dan warga masyarakat melalui
saksi Pasangan Calon atau Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri
yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh
KPPS/KPPSLN apabila ternyata terdapat hal yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam hal keberatan yang diajukan melalui saksi
Pasangan Calon atau Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diterima, KPPS/KPPSLN seketika itu
juga mengadakan pembetulan.
Pasal 138
(1) Hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN dituangkan
ke dalam berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta ke dalam
sertifikat hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan
menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU.
(2) Berita acara pemungutan dan penghitungan suara
serta sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditandatangani oleh seluruh anggota KPPS/KPPSLN dan saksi Pasangan Calon yang
hadir.
(3) Dalam hal terdapat anggota KPPS/KPPSLN dan saksi
Pasangan Calon yang hadir tidak bersedia menandatangani sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat
hasil penghitungan suara ditandatangani oleh anggota KPPS/KPPSLN dan saksi
Pasangan Calon yang hadir yang bersedia menandatangani.
Pasal 139
(1) KPPS/KPPSLN mengumumkan hasil penghitungan suara
di TPS/TPSLN.
(2) KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita
acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan
suara kepada saksi Pasangan Calon, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK
melalui PPS pada hari yang sama.
(3) KPPSLN wajib memberikan 1 (satu) eksemplar
berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil
penghitungan suara kepada saksi Pasangan Calon, Pengawas Pemilu Luar Negeri dan
PPLN pada hari yang sama.
(4) KPPS/KPPSLN wajib menyegel, menjaga, dan
mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara.
(5) KPPS/KPPSLN wajib menyerahkan kotak suara
tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, serta
sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN
bagi KPPSLN pada hari yang sama.
(6) Penyerahan kotak suara tersegel yang berisi
surat suara, berita acara pemungutan dan penghitungan suara, serta sertifikat
hasil penghitungan suara kepada PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib
diawasi oleh Pengawas Pemilu Lapangan dan Panwaslu kecamatan serta wajib
dilaporkan kepada Panwaslu kabupaten/kota.
Pasal 140
PPS wajib mengumumkan
salinan sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
139 ayat (2) dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan cara menempelkan
salinan tersebut di tempat umum.
Bagian Kedua
Rekapitulasi Penghitungan Suara di Kecamatan
Pasal 141
Rekapitulasi Penghitungan Suara di Kecamatan
Pasal 141
(1) PPK membuat berita acara penerimaan hasil
penghitungan suara Pasangan Calon dari TPS melalui PPS.
(2) PPK melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang
dihadiri saksi Pasangan Calon dan Panwaslu kecamatan.
(3) Rekapitulasi penghitungan suara dilakukan dengan
membuka kotak suara tersegel untuk mengambil sampul yang berisi berita acara
pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara, kemudian kotak
ditutup dan disegel kembali.
(4) PPK membuat berita acara rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dan membuat sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara.
(5) PPK mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan
perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di tempat
umum.
(6) PPK menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara tersebut kepada saksi Pasangan Calon, Panwaslu
kecamatan, dan KPU kabupaten/kota.
Pasal 142
(1) Panwaslu kecamatan wajib menyampaikan laporan
atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam
pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon
kepada PPK.
(2) Saksi Pasangan Calon dapat menyampaikan laporan
dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada PPK.
(3) PPK wajib langsung menindaklanjuti laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari pelaksanaan
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon.
Pasal 143
(1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
di PPK dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
Pasangan Calon dengan menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU.
(2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh
anggota PPK dan saksi Pasangan Calon yang hadir.
(3) Dalam hal terdapat anggota PPK dan saksi
Pasangan Calon yang hadir, tetapi tidak bersedia menandatangani sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan
Calon ditandatangani oleh anggota PPK dan saksi Pasangan Calon yang hadir yang
bersedia menandatangani.
Pasal 144
PPK wajib menyerahkan kepada
KPU kabupaten/kota surat suara Pasangan Calon dari TPS dalam kotak suara tersegel
serta berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon di
tingkat PPK yang dilampiri berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari TPS.
Pasal 145
(1) PPLN melakukan rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara Pasangan Calon dari seluruh KPPSLN di wilayah kerjanya serta
melakukan penghitungan perolehan suara yang diterima melalui pos dengan
disaksikan oleh saksi Pasangan Calon yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar
Negeri.
(2) PPLN wajib membuat dan menyerahkan berita acara
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara dari seluruh KPPSLN di wilayah kerjanya
kepada KPU.
Bagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Suara di Kabupaten/Kota
Pasal 146
Rekapitulasi Penghitungan Suara di Kabupaten/Kota
Pasal 146
(1) KPU kabupaten/kota membuat berita acara
penerimaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dari
PPK.
(2) KPU kabupaten/kota melakukan rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam rapat yang dihadiri saksi Pasangan Calon dan Panwaslu kabupaten/kota.
(3) KPU kabupaten/kota membuat berita acara
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon.
(4) KPU kabupaten/kota mengumumkan rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
(5) KPU kabupaten/kota menetapkan rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Pasangan Calon.
(6) KPU kabupaten/kota menyerahkan berita acara
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada saksi Pasangan Calon,
Panwaslu kabupaten/kota, dan KPU provinsi.
Pasal 147
(1) Panwaslu kabupaten/kota wajib menyampaikan
laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam
pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon
kepada KPU kabupaten/kota.
(2) Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan
adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada KPU
kabupaten/kota.
(3) KPU kabupaten/kota wajib langsung
menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada
hari pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan
Calon.
Pasal 148
(1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
di KPU kabupaten/kota dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara Pasangan Calon dengan menggunakan format yang ditetapkan dalam
peraturan KPU.
(2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh
anggota KPU kabupaten/kota dan saksi Pasangan Calon yang hadir.
(3) Dalam hal terdapat anggota KPU kabupaten/kota
dan saksi Pasangan Calon yang hadir tetapi tidak bersedia menandatangani
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara Pasangan Calon ditandatangani oleh anggota KPU kabupaten/kota
dan saksi Pasangan Calon yang hadir yang bersedia menandatangani.
Pasal 149
KPU kabupaten/kota
menyimpan, menjaga, dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah pelaksanaan
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon.
Bagian Keempat
Rekapitulasi Penghitungan Suara di Provinsi
Pasal 150
Rekapitulasi Penghitungan Suara di Provinsi
Pasal 150
(1) KPU provinsi membuat berita acara penerimaan
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dari KPU
kabupaten/kota.
(2) KPU provinsi melakukan rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam rapat yang dihadiri saksi Pasangan Calon dan Panwaslu provinsi.
(3) KPU provinsi membuat berita acara rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Pasangan Calon.
(4) KPU provinsi mengumumkan rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) KPU provinsi menetapkan rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Pasangan Calon.
(6) KPU provinsi menyerahkan berita acara
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada saksi Pasangan Calon,
Panwaslu provinsi, dan KPU.
Pasal 151
(1) Panwaslu provinsi wajib menyampaikan laporan
atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam
pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon
kepada KPU provinsi.
(2) Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan
adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada KPU
provinsi.
(3) KPU provinsi wajib langsung menindaklanjuti laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari pelaksanaan
rekapitulasi penghitungan perolehan suara Pasangan Calon.
Pasal 152
(1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
di KPU provinsi dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara Pasangan Calon dengan menggunakan format yang ditetapkan dalam
peraturan KPU.
(2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh
anggota KPU provinsi dan saksi Pasangan Calon yang hadir.
(3) Dalam hal terdapat anggota KPU provinsi dan
saksi Pasangan Calon yang hadir tetapi tidak bersedia menandatangani
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara Pasangan Calon ditandatangani oleh anggota KPU provinsi dan
saksi Pasangan Calon yang hadir yang bersedia menandatangani.
Bagian Kelima
Rekapitulasi Penghitungan Suara Secara Nasional
Pasal 153
Rekapitulasi Penghitungan Suara Secara Nasional
Pasal 153
(1) KPU membuat berita acara penerimaan rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dari KPU provinsi.
(2) KPU melakukan rekapitulasi hasil rekapitulasi
penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam rapat yang dihadiri saksi Pasangan Calon dan Bawaslu.
(3) KPU membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
Pasangan Calon.
(4) KPU mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) KPU menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara Pasangan Calon.
(6) KPU menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara Pasangan Calon kepada saksi Pasangan Calon dan Bawaslu.
Pasal 154
(1) Bawaslu wajib menyampaikan laporan atas dugaan
adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada KPU.
(2) Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan
adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada KPU.
(3) KPU wajib langsung menindaklanjuti laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari pelaksanaan
rekapitulasi penghitungan perolehan suara Pasangan Calon.
Pasal 155
(1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
di KPU dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
Pasangan Calon dengan menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU.
(2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh
anggota KPU dan saksi Pasangan Calon yang hadir.
(3) Dalam hal terdapat anggota KPU dan saksi
Pasangan Calon yang hadir tetapi tidak bersedia menandatangani sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan
Calon ditandatangani oleh anggota KPU dan saksi Pasangan Calon yang hadir yang
bersedia menandatangani.
Pasal 156
Saksi Pasangan Calon dalam
rekapitulasi suara Pasangan Calon di PPK, KPU kabupaten/kota, KPU provinsi, dan
KPU harus menyerahkan mandat tertulis dari Pasangan Calon/tim Kampanye.
Bagian Keenam
Pengawasan dan Sanksi dalam Penghitungan Suara dan
Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara
Pasal 157
Pengawasan dan Sanksi dalam Penghitungan Suara dan
Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara
Pasal 157
(1) Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu
kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas
Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan atas rekapitulasi penghitungan
perolehan suara yang dilaksanakan oleh KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota,
PPK, dan PPS/PPLN.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap kemungkinan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau
kesalahan oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN,
dan KPPS/KPPSLN dalam melakukan rekapitulasi penghitungan perolehan suara.
(3) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup
adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam rekapitulasi
penghitungan perolehan suara, Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota,
Panwaslu kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri
melaporkan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan kepada
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota,
PPK, PPS/PPLN, dan KPPS/KPPSLN yang melakukan pelanggaran, penyimpangan,
dan/atau kesalahan dikenai tindakan hukum sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
BAB XI
PENETAPAN HASIL PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Pasal 158
PENETAPAN HASIL PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Pasal 158
(1) KPU menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan
suara dan mengumumkan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam sidang
pleno terbuka yang dihadiri oleh Pasangan Calon dan Bawaslu.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak hari pemungutan suara.
BAB XII
PENETAPAN PASANGAN CALON
PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TERPILIH
Pasal 159
PENETAPAN PASANGAN CALON
PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TERPILIH
Pasal 159
(1) Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon
yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara
dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh
persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah)
jumlah provinsi di Indonesia.
(2) Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) Pasangan Calon yang memperoleh
suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung
dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
(3) Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan
jumlah yang sama diperoleh oleh 2 (dua) Pasangan Calon, kedua Pasangan Calon
tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden.
(4) Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan
jumlah yang sama diperoleh oleh 3 (tiga) Pasangan Calon atau lebih, penentuan
peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan
suara yang lebih luas secara berjenjang.
(5) Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan
jumlah yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 (satu) Pasangan Calon,
penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang
lebih luas secara berjenjang.
Pasal 160
(1) Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 159 ditetapkan dalam sidang pleno KPU dan dituangkan dalam berita
acara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
(2) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan pada hari yang sama oleh KPU kepada:
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat;
b. Dewan Perwakilan Rakyat;
c. Dewan Perwakilan Daerah;
d. Mahkamah Agung;
e. Mahkamah Konstitusi;
f. Presiden;
b. Dewan Perwakilan Rakyat;
c. Dewan Perwakilan Daerah;
d. Mahkamah Agung;
e. Mahkamah Konstitusi;
f. Presiden;
g. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang
mengusulkan Pasangan Calon; dan
h. Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
BAB XIII
PELANTIKAN
Pasal 161
PELANTIKAN
Pasal 161
(1) Pasangan Calon terpilih dilantik menjadi
Presiden dan Wakil Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Dalam hal calon Wakil Presiden terpilih
berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon Presiden terpilih dilantik menjadi
Presiden.
(3) Dalam hal calon Presiden terpilih berhalangan
tetap sebelum pelantikan, calon Wakil Presiden yang terpilih dilantik menjadi
Presiden.
Pasal 162
(1) Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah
menurut agamanya, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan sidang
paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat bertepatan dengan berakhirnya masa
jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak dapat
bersidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden dan Wakil Presiden
terpilih bersumpah menurut agamanya, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di
hadapan sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Jika Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat
bersidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden dan Wakil Presiden
terpilih bersumpah menurut agamanya, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di
hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan
Mahkamah Agung.
(4) Pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) merupakan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
terpilih.
Pasal 163
Sumpah/janji Presiden/Wakil
Presiden sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
Janji Presiden (Wakil Presiden):
"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
Janji Presiden (Wakil Presiden):
"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
BAB XIV
PEMUNGUTAN SUARA ULANG,
PENGHITUNGAN SUARA ULANG, DAN REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA ULANG
Bagian Kesatu
Pemungutan Suara Ulang
Pasal 164
PEMUNGUTAN SUARA ULANG,
PENGHITUNGAN SUARA ULANG, DAN REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA ULANG
Bagian Kesatu
Pemungutan Suara Ulang
Pasal 164
Pemungutan suara di TPS wajib diulang seketika itu
juga apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Pengawas Pemilu Lapangan
terbukti terdapat keadaan sebagai berikut:
a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan
dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan;
b. petugas KPPS meminta Pemilih memberikan tanda
khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamatnya pada surat suara
yang sudah digunakan; dan/atau
c. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara
yang sudah digunakan oleh Pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak
sah.
Pasal 165
(1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila
terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan
suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
(2) Pemungutan suara ulang yang disebabkan terjadi
bencana alam dan/atau kerusuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan
oleh KPPS setelah bermusyawarah dengan Pengawas Pemilu Lapangan dan para saksi
yang hadir dengan menyebutkan keadaan yang menyebabkan diadakannya pemungutan
suara ulang.
(3) Usul KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diteruskan kepada PPK untuk selanjutnya diajukan kepada KPU kabupaten/kota
untuk pengambilan keputusan diadakannya pemungutan suara ulang.
(4) Pemungutan suara ulang di TPS dilaksanakan
paling lama 10 (sepuluh) hari setelah hari/tanggal pemungutan suara berdasarkan
keputusan PPK.
Bagian Kedua
Penghitungan Suara Ulang
Pasal 166
Penghitungan Suara Ulang
Pasal 166
(1) Penghitungan suara ulang dapat dilakukan di TPS.
(2) Penghitungan suara di TPS diulang seketika itu
juga apabila terjadi hal sebagai berikut:
a. penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
b. penghitungan suara dilakukan di tempat yang
kurang terang atau yang kurang mendapat penerangan cahaya;
c. penghitungan suara dilakukan dengan suara yang
kurang jelas;
d. penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
d. penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
e. saksi Pasangan Calon, Pengawas Pemilu Lapangan,
dan warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara
jelas;
f. penghitungan suara dilakukan di tempat lain atau
waktu lain dari yang telah ditentukan; dan/atau
g. terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat
suara yang sah dan surat suara yang tidak sah.
Pasal 167
(1) Penghitungan suara ulang dapat dilakukan di PPK.
(2) Penghitungan suara ulang di PPK dapat dilakukan
dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara pada sertifikat hasil penghitungan
suara dari TPS dengan sertifikat hasil penghitungan suara yang diterima PPK
melalui PPS.
(3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), saksi Pasangan Calon tingkat kecamatan dan saksi Pasangan Calon
di TPS, Panwaslu kecamatan, atau Pengawas Pemilu Lapangan dapat mengusulkan
penghitungan suara ulang di PPK.
(4) Penghitungan suara ulang untuk TPS yang terdapat
perbedaan jumlah suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara
membuka kotak suara dan menghitung surat suara di PPK.
Bagian Ketiga
Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Ulang
Pasal 168
Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Ulang
Pasal 168
(1) Rekapitulasi penghitungan suara ulang berupa
rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK, KPU kabupaten/kota, dan KPU
provinsi.
(2) Rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK,
KPU kabupaten/kota, dan KPU provinsi dapat diulang apabila terjadi keadaan
sebagai berikut:
a. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan
secara tertutup;
b. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan
di tempat yang kurang terang atau kurang mendapatkan penerangan cahaya;
c. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan
dengan suara yang kurang jelas;
d. rekapitulasi hasil penghitungan suara dicatat
dengan tulisan yang kurang jelas;
e. saksi Pasangan Calon, pengawas Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden, dan warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses
rekapitulasi hasil penghitungan suara secara jelas; dan/atau
f. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan
di tempat lain atau waktu lain dari yang telah ditentukan.
(3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), saksi Pasangan Calon atau Panwaslu kecamatan, Panwaslu
kabupaten/kota, dan Panwaslu provinsi dapat mengusulkan untuk dilaksanakan
rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK, KPU kabupaten/kota, dan KPU
provinsi yang bersangkutan.
(4) Rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK,
KPU kabupaten/kota, dan KPU provinsi harus dilaksanakan dan selesai pada
hari/tanggal pelaksanaan rekapitulasi.
(5) Rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang yang
disebabkan kerusuhan yang mengakibatkan rekapitulasi hasil penghitungan suara
tidak dapat dilanjutkan dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari setelah
hari/tanggal pemungutan suara berdasarkan keputusan PPK, atau KPU
kabupaten/kota, atau KPU provinsi.
Pasal 169
(1) Dalam hal terjadi perbedaan jumlah suara pada
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dari PPK dengan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara yang diterima oleh KPU
kabupaten/kota, atas usul saksi Pasangan Calon tingkat kabupaten/kota, saksi
Pasangan Calon tingkat kecamatan, Panwaslu kabupaten/kota, atau Panwaslu
kecamatan, KPU kabupaten/kota melakukan pembetulan data setelah melaksanakan
pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat pada sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk PPK yang bersangkutan.
(2) Dalam hal terjadi perbedaan data jumlah suara
pada sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU kabupaten/kota
dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang diterima oleh KPU
provinsi, atas usul saksi Pasangan Calon tingkat provinsi, saksi Pasangan Calon
tingkat kabupaten/kota, Panwaslu provinsi, atau Panwaslu kabupaten/kota, KPU
provinsi melakukan pembetulan data setelah melaksanakan pengecekan dan/atau
rekapitulasi ulang data yang termuat pada sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara untuk KPU kabupaten/kota yang bersangkutan.
(3) Dalam hal terjadi perbedaan data jumlah suara
pada sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU provinsi dengan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang diterima oleh KPU, atas
usul saksi Pasangan Calon tingkat pusat, saksi Pasangan Calon tingkat provinsi,
Bawaslu, atau panitia pengawas Pemilu provinsi, KPU melakukan pembetulan data
setelah melaksanakan pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat
pada sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara untuk KPU provinsi yang
bersangkutan.
BAB XV
PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN LANJUTAN DAN
PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SUSULAN
Pasal 170
PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN LANJUTAN DAN
PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SUSULAN
Pasal 170
(1) Dalam hal di sebagian atau seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan,
bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat dilaksanakan,
dilakukan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden lanjutan.
(2) Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari tahap penyelenggaraan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang terhenti.
Pasal 171
(1) Dalam hal di sebagian atau seluruh Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan,
bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat dilaksanakan,
dilakukan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden susulan.
(2) Pelaksanaan Pemilu susulan dilakukan untuk
seluruh tahapan penyelengaraan Pemilu.
Pasal 172
(1) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden lanjutan dan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden susulan dilaksanakan setelah ada penetapan
penundaan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
(2) Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden dilakukan oleh:
a. KPU kabupaten/kota atas usul PPK apabila
penundaan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi satu atau
beberapa desa/kelurahan;
b. KPU kabupaten/kota atas usul PPK apabila
penundaan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi satu atau
beberapa kecamatan;
c. KPU provinsi atas usul KPU kabupaten/kota apabila
penundaan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi satu atau
beberapa kabupaten/kota; atau
d. KPU atas usul KPU provinsi apabila penundaan
pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi satu atau beberapa
provinsi.
(3) Dalam hal Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak
dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah provinsi atau 50% (lima
puluh persen) dari jumlah Pemilih terdaftar secara nasional tidak dapat
menggunakan haknya untuk memilih, penetapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
lanjutan atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden susulan dilakukan oleh
Presiden atas usul KPU.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
waktu pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden lanjutan atau Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden susulan diatur dalam peraturan KPU.
BAB XVI
PEMANTAUAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Bagian Kesatu
Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 173
PEMANTAUAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Bagian Kesatu
Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 173
(1) Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
dapat dipantau oleh pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
(2) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. lembaga swadaya masyarakat pemantau Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dalam negeri;
b. badan hukum dalam negeri;
c. lembaga pemantau pemilihan dari luar negeri;
d. lembaga pemilihan luar negeri; dan
e. perwakilan negara sahabat di Indonesia.
c. lembaga pemantau pemilihan dari luar negeri;
d. lembaga pemilihan luar negeri; dan
e. perwakilan negara sahabat di Indonesia.
Bagian Kedua
Persyaratan dan Tata Cara
Menjadi Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 174
Persyaratan dan Tata Cara
Menjadi Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 174
(1) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
harus memenuhi persyaratan:
a. bersifat independen;
b. mempunyai sumber dana yang jelas; dan
b. mempunyai sumber dana yang jelas; dan
c. terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU, KPU
provinsi, atau KPU kabupaten/kota sesuai dengan cakupan wilayah pemantauannya.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemantau dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173
ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e harus memenuhi persyaratan khusus:
a. mempunyai kompetensi dan pengalaman sebagai
pemantau Pemilu di negara lain, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari
organisasi pemantau yang bersangkutan atau dari pemerintah negara lain tempat
yang bersangkutan pernah melakukan pemantauan;
b. memperoleh visa untuk menjadi pemantau Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dari Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri;
dan
c. memenuhi tata cara melakukan pemantauan yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 175
(1) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (2) mengajukan permohonan untuk
melakukan pemantauan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan mengisi formulir
pendaftaran yang disediakan oleh KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota.
(2) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengembalikan formulir pendaftaran kepada
KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota dengan menyerahkan kelengkapan
administrasi yang meliputi:
a. profil organisasi/lembaga;
b. nama dan jumlah anggota pemantau;
c. alokasi anggota pemantau yang akan ditempatkan ke daerah;
d. rencana dan jadwal kegiatan pemantauan serta daerah yang akan dipantau; dan
b. nama dan jumlah anggota pemantau;
c. alokasi anggota pemantau yang akan ditempatkan ke daerah;
d. rencana dan jadwal kegiatan pemantauan serta daerah yang akan dipantau; dan
e. nama, alamat, dan pekerjaan penanggung jawab
pemantau yang dilampiri pas foto diri terbaru.
(3) KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota
meneliti kelengkapan administrasi pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang
memenuhi persyaratan diberi tanda terdaftar sebagai pemantau Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden serta mendapatkan sertifikat akreditasi.
(5) Dalam hal pemantau Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden tidak memenuhi kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang bersangkutan dilarang
melakukan pemantauan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
(6) Khusus pemantau yang berasal dari perwakilan
negara sahabat di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (2) huruf
e, yang bersangkutan harus mendapatkan rekomendasi Menteri Luar Negeri.
(7) Tata cara akreditasi pemantau Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dalam peraturan KPU.
Bagian Ketiga
Wilayah Kerja Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 176
Wilayah Kerja Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 176
(1) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
melakukan pemantauan pada satu daerah pemantauan sesuai dengan rencana
pemantauan yang telah diajukan kepada KPU, KPU provinsi, atau KPU
kabupaten/kota.
(2) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang
melakukan pemantauan pada lebih dari satu provinsi harus mendapatkan
persetujuan KPU dan wajib melapor ke KPU provinsi masing-masing.
(3) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang
melakukan pemantauan pada lebih dari satu kabupaten/kota pada satu provinsi
harus mendapatkan persetujuan KPU provinsi dan wajib melapor ke KPU
kabupaten/kota masing-masing.
(4) Persetujuan atas wilayah
kerja pemantau luar negeri dikeluarkan oleh KPU.
Bagian Keempat
Tanda Pengenal Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 177
Tanda Pengenal Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 177
(1) Tanda pengenal pemantau Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (2) huruf a dan huruf
b dikeluarkan oleh KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota sesuai dengan
wilayah kerja yang bersangkutan.
(2) Tanda pengenal pemantau Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (2) huruf c, huruf d,
dan huruf e dikeluarkan oleh KPU.
(3) Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) terdiri atas:
a. tanda pengenal pemantau asing biasa; dan
b. tanda pengenal pemantau asing diplomat.
b. tanda pengenal pemantau asing diplomat.
(4) Pada tanda pengenal pemantau Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimuat informasi
tentang:
a. nama dan alamat pemantau Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden yang memberi tugas;
b. nama anggota pemantau yang bersangkutan;
c. pas foto diri terbaru anggota pemantau yang bersangkutan;
d. wilayah kerja pemantauan; dan
e. nomor dan tanggal akreditasi.
c. pas foto diri terbaru anggota pemantau yang bersangkutan;
d. wilayah kerja pemantauan; dan
e. nomor dan tanggal akreditasi.
(5) Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digunakan dalam setiap kegiatan pemantauan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden.
(6) Bentuk dan format tanda pengenal pemantau Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam peraturan KPU.
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 178
Hak dan Kewajiban Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 178
(1) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
mempunyai hak:
a. mendapat perlindungan hukum dan keamanan dari
Pemerintah Indonesia;
b. mengamati dan mengumpulkan informasi proses
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
c. memantau proses pemungutan dan penghitungan suara
dari luar TPS;
d. mendapatkan akses informasi yang tersedia dari
KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota; dan
e. menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan
kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden.
(2) Pemantau asing yang berasal dari perwakilan
negara asing yang berstatus diplomat berhak atas kekebalan diplomatik selama
menjalankan tugas sebagai pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 179
Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
mempunyai kewajiban:
a. mematuhi peraturan perundang-undangan dan
menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mematuhi kode etik pemantau Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden yang diterbitkan oleh KPU;
c. melaporkan diri, mengurus proses akreditasi dan
tanda pengenal ke KPU, KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota sesuai dengan
wilayah kerja pemantauan;
d. menggunakan tanda pengenal selama menjalankan
pemantauan;
e. menanggung semua biaya pelaksanaan kegiatan pemantauan;
e. menanggung semua biaya pelaksanaan kegiatan pemantauan;
f. melaporkan jumlah dan keberadaan personel
pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta tenaga pendukung
administratif kepada KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota sesuai dengan
wilayah pemantauan;
g. menghormati kedudukan, tugas, dan wewenang
penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
h. menghormati adat istiadat dan budaya setempat;
i. bersikap netral dan objektif dalam melaksanakan pemantauan;
i. bersikap netral dan objektif dalam melaksanakan pemantauan;
j. menjamin akurasi data dan informasi hasil
pemantauan yang dilakukan dengan mengklarifikasikan kepada KPU, KPU provinsi
atau KPU kabupaten/kota; dan
k. melaporkan hasil akhir pemantauan pelaksanaan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU
kabupaten/kota.
Bagian Keenam
Larangan bagi Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 180
Larangan bagi Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 180
Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
dilarang:
a. melakukan kegiatan yang mengganggu proses
pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
b. memengaruhi Pemilih dalam menggunakan haknya
untuk memilih;
c. mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang
penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
d. memihak kepada Pasangan Calon tertentu;
e. menggunakan seragam, warna, atau atribut lain
yang memberikan kesan mendukung Pasangan Calon;
f. menerima atau memberikan hadiah, imbalan, atau
fasilitas apa pun dari atau kepada Pasangan Calon;
g. mencampuri dengan cara apa pun urusan politik dan
pemerintahan dalam negeri Indonesia;
h. membawa senjata, bahan peledak, dan/atau bahan
berbahaya lainnya selama melakukan tugas pemantauan;
i. masuk ke dalam TPS; dan/atau
j. melakukan kegiatan lain yang tidak sesuai dengan
tujuan sebagai pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Bagian Ketujuh
Sanksi bagi Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 181
Sanksi bagi Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 181
Pemantau Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden yang melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 179 dan Pasal 180 dicabut status dan haknya sebagai pemantau Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 182
(1) Pelanggaran oleh pemantau Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden atas kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179
dan Pasal 180 dilaporkan kepada KPU kabupaten/kota untuk ditindaklanjuti.
(2) Dalam hal pelanggaran atas kewajiban dan
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 dan Pasal 180 dilakukan oleh
pemantau dalam negeri dan terbukti kebenarannya, KPU, KPU provinsi, atau KPU
kabupaten/kota mencabut status dan haknya sebagai pemantau Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden.
(3) Dalam hal pelanggaran atas kewajiban dan
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 dan Pasal 180 dilakukan oleh
pemantau asing dan terbukti kebenarannya, KPU mencabut status dan haknya sebagai
pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
(4) Pelanggaran atas kewajiban dan larangan yang
bersifat tindak pidana dan/atau perdata yang dilakukan oleh pemantau Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan.
Pasal 183
Menteri yang membidangi
urusan hukum dan hak asasi manusia menindaklanjuti penetapan pencabutan status
dan hak pemantau asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (3) setelah
berkoordinasi dengan Menteri Luar Negeri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Pelaksanaan Pemantauan
Pasal 184
Pelaksanaan Pemantauan
Pasal 184
Sebelum melaksanakan
pemantauan, pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden melapor kepada KPU, KPU
provinsi, atau KPU kabupaten/kota, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di
daerah.
Pasal 185
Petunjuk teknis pelaksanaan
pemantauan diatur dalam peraturan KPU dengan memperhatikan pertimbangan dari
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB XVII
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN
PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Pasal 186
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN
PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Pasal 186
(1) Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dapat melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan penghitungan cepat hasil Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, dengan ketentuan:
a. tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu Pasangan Calon;
b. tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
c. bertujuan meningkatkan partisipasi politik
masyarakat secara luas; dan
d. mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang aman, damai, tertib,
dan lancar.
Pasal 187
(1) Partisipasi masyarakat dalam sosialisasi Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dan pendidikan politik bagi Pemilih sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 186 ayat (2), dapat dilakukan kepada Pemilih pemula dan
warga masyarakat lainnya melalui seminar, lokakarya, pelatihan, dan simulasi
serta bentuk kegiatan lainnya.
(2) Pelaksana survei atau jajak pendapat dan
pelaksana penghitungan cepat hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186 ayat (2), melaporkan status badan hukum
atau surat keterangan terdaftarnya, susunan kepengurusan, sumber dana, alat dan
metodologi yang digunakan kepada KPU.
Pasal 188
(1) Partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pendidikan politik bagi Pemilih, survei
atau jajak pendapat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan
penghitungan cepat hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden wajib mengikuti ketentuan
yang diatur oleh KPU.
(2) Hasil survei atau jajak pendapat tidak boleh
diumumkan dan/atau disebarluaskan pada masa tenang.
(3) Hasil penghitungan cepat dapat diumumkan
dan/atau disebarluaskan paling cepat pada hari berikutnya dari hari/tanggal pemungutan
suara.
(4) Pelaksana kegiatan penghitungan cepat dalam
mengumumkan dan/atau menyebarluaskan hasilnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) wajib memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat yang dilakukannya bukan
merupakan hasil resmi penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) merupakan tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 189
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam peraturan KPU.
BAB XVIII
PENYELESAIAN PELANGGARAN PEMILU PRESIDEN DAN
WAKIL PRESIDEN DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN
HASIL PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Bagian Kesatu
Penyelesaian Pelanggaran
Paragraf 1
Laporan Pelanggaran
Pasal 190
PENYELESAIAN PELANGGARAN PEMILU PRESIDEN DAN
WAKIL PRESIDEN DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN
HASIL PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Bagian Kesatu
Penyelesaian Pelanggaran
Paragraf 1
Laporan Pelanggaran
Pasal 190
(1) Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu
kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri menerima laporan pelanggaran Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
disampaikan oleh:
a. Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih;
b. pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; atau
c. Pasangan Calon/tim Kampanye.
b. pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; atau
c. Pasangan Calon/tim Kampanye.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara tertulis kepada Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu
kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri dengan paling sedikit memuat:
a. nama dan alamat pelapor;
b. pihak terlapor;
c. waktu dan tempat kejadian perkara; dan
d. uraian kejadian.
b. pihak terlapor;
c. waktu dan tempat kejadian perkara; dan
d. uraian kejadian.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling lama 3 (tiga) hari sejak terjadinya pelanggaran Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden.
(5) Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu
kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri mengkaji setiap laporan pelanggaran yang diterima.
(6) Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terbukti kebenarannya, Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota,
Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri
wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan
diterima.
(7) Dalam hal Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu
kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri memerlukan keterangan tambahan dari pelapor mengenai tindak
lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 5 (lima) hari
setelah laporan diterima.
(8) Laporan pelanggaran administrasi Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden diteruskan kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota.
(9) Laporan pelanggaran pidana Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden diteruskan kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pelaporan pelanggaran Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam peraturan
Bawaslu.
Paragraf 2
Pelanggaran Administrasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 191
Pelanggaran Administrasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 191
Pelanggaran administrasi
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah pelanggaran terhadap ketentuan
Undang-Undang ini yang bukan merupakan ketentuan pidana Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden dan terhadap ketentuan lain yang diatur dalam peraturan KPU.
Pasal 192
Pelanggaran administrasi
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diselesaikan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU
kabupaten/kota berdasarkan laporan dari Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan
Panwaslu kabupaten/kota sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 193
KPU, KPU provinsi, dan KPU
kabupaten/kota memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya
laporan dari Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota.
Pasal 194
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden diatur dalam peraturan KPU.
Paragraf 3
Pelanggaran Pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 195
Pelanggaran Pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 195
Pelanggaran pidana Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam Undang-Undang ini yang
penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum.
Pasal 196
(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas perkara kepada penuntut umum
paling lama 14 (empat belas) hari sejak menerima laporan dari Bawaslu, Panwaslu
provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota.
(2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum
lengkap, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari penuntut umum mengembalikan
berkas perkara kepada penyidik kepolisian disertai petunjuk tentang hal yang
harus dilakukan untuk dilengkapi.
(3) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal penerimaan berkas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah menyampaikan kembali berkas
perkara tersebut kepada penuntut umum.
(4) Penuntut umum melimpahkan berkas perkara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pengadilan negeri paling lama 5
(lima) hari sejak menerima berkas perkara.
Pasal 197
(1) Pengadilan negeri dalam memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden menggunakan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang
ini.
(2) Sidang pemeriksaan perkara pidana Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
hakim khusus.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus
diatur dengan peraturan Mahkamah Agung.
Pasal 198
(1) Pengadilan negeri memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden paling lama 7 (tujuh)
hari setelah pelimpahan berkas perkara.
(2) Dalam hal terhadap putusan pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan banding, permohonan banding
diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
(3) Pengadilan negeri melimpahkan berkas perkara
permohonan banding kepada pengadilan tinggi paling lama 3 (tiga) hari setelah
permohonan banding diterima.
(4) Pengadilan tinggi memeriksa dan memutus perkara
banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari setelah
permohonan banding diterima.
(5) Putusan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak ada upaya
hukum lain.
Pasal 199
(1) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 198 ayat (1) dan ayat (4) harus sudah disampaikan kepada penuntut umum
paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
(2) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 198 harus dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan
diterima oleh jaksa.
Pasal 200
(1) Putusan pengadilan terhadap kasus pelanggaran
pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang menurut Undang-Undang ini dapat
memengaruhi perolehan suara Pasangan Calon harus sudah selesai paling lama 5
(lima) hari sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
secara nasional.
(2) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib
menindaklanjuti putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus sudah diterima KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota
dan Pasangan Calon pada hari putusan pengadilan tersebut dibacakan.
Bagian Kedua
Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 201
Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 201
(1) Terhadap penetapan hasil Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden dapat diajukan keberatan hanya oleh Pasangan Calon kepada
Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan
hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi penentuan terpilihnya
Pasangan Calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden.
(3) Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang
timbul akibat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling
lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Mahkamah
Konstitusi.
(4) KPU wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah
Konstitusi.
(5) Mahkamah Konstitusi menyampaikan putusan hasil penghitungan suara kepada:
(5) Mahkamah Konstitusi menyampaikan putusan hasil penghitungan suara kepada:
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat;
b. Presiden;
c. KPU;
d. Pasangan Calon; dan
e. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengajukan calon.
b. Presiden;
c. KPU;
d. Pasangan Calon; dan
e. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengajukan calon.
BAB XIX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 202
KETENTUAN PIDANA
Pasal 202
Setiap orang yang dengan
sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 203
Setiap orang yang dengan
sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri
orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 204
Setiap orang yang dengan
kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang
ada padanya pada saat pendaftaran Pemilih menghalang-halangi seseorang untuk
terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden menurut
Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah).
Pasal 205
Setiap anggota KPU yang
tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam melaksanakan verifikasi kebenaran
dan kelengkapan administrasi Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
rupiah).
Pasal 206
Setiap anggota KPU, KPU
provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS yang dengan sengaja tidak mengumumkan
dan/atau tidak memperbaiki Daftar Pemilih Sementara setelah mendapat masukan
dari masyarakat dan Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3)
dan ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta
rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pasal 207
Setiap anggota KPU, KPU
provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti
temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan
penyusunan dan pengumuman Daftar Pemilih Sementara, perbaikan Daftar Pemilih
Sementara, penetapan Daftar Pemilih Tetap, yang merugikan Warga Negara
Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36
(tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 208
Setiap orang yang dengan
sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh
orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat atau
dokumen yang dipalsukan untuk menjadi Pasangan Calon, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh
puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 209
Setiap anggota KPU, KPU
provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang dengan sengaja menambah
atau mengurangi daftar pemilih dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden setelah
ditetapkannya Daftar Pemilih Tetap, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda
paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 210
Setiap anggota KPU, KPU
provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang dengan sengaja membuat
keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah
satu calon atau Pasangan Calon dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling
banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 211
Setiap pejabat negara yang
dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu calon atau Pasangan Calon dalam masa Kampanye,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36
(tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 212
Setiap kepala desa atau
sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan
yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon atau Pasangan Calon dalam
masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam
juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 213
Setiap orang yang dengan
sengaja melakukan Kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU
untuk masing-masing Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama
12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
atau paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 214
Setiap orang yang dengan sengaja melanggar larangan
pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, huruf g, atau huruf i, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)
Pasal 215
Setiap pelaksana Kampanye
yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya
sebagai imbalan kepada peserta Kampanye secara langsung ataupun tidak langsung
agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Pasangan Calon
tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga
surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf j,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 216
Setiap pelaksana Kampanye
yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan denda paling sedikit Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Pasal 217
Setiap Ketua, Wakil Ketua,
ketua muda, hakim agung, hakim konstitusi, hakim pada semua badan peradilan,
Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi
Gubernur Senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia serta pejabat badan usaha
milik negara/badan usaha milik daerah yang melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 218
Setiap pegawai negeri sipil,
anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,
kepala desa, dan perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3), dan ayat (5),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 219
Anggota KPU, KPU provinsi,
KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU,
sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU
kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota yang terbukti
melakukan tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam pelaksanaan Kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling
banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 220
Setiap orang yang memberi
atau menerima dana Kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 96 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda
paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 221
(1) Pelaksana Kampanye yang menerima dan tidak
mencatatkan dana Kampanye berupa uang dalam pembukuan khusus dana Kampanye
dan/atau tidak menempatkannya pada rekening khusus dana Kampanye Pasangan Calon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan
denda sebanyak tiga kali dari jumlah sumbangan yang diterima.
(2) Pelaksana Kampanye yang menerima dan tidak
mencatatkan berupa barang atau jasa dalam pembukuan khusus dana Kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan
denda sebanyak tiga kali dari jumlah sumbangan yang diterima.
Pasal 222
(1) Pasangan Calon yang menerima sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) dan tidak melaporkan kepada KPU
dan/atau tidak menyetorkan ke kas negara, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan
denda sebanyak tiga kali dari jumlah sumbangan yang diterima.
(2) Pelaksana Kampanye yang menggunakan dana dari
sumbangan yang dilarang dan/atau tidak melaporkan dan/atau tidak menyetorkan ke
kas negara sesuai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
103 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda sebanyak tiga kali dari jumlah
sumbangan yang diterima.
Pasal 223
Setiap orang yang melanggar
larangan menggunakan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (4),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36
(tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 224
Setiap orang yang dengan
sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)
dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 225
(1) Pelaksana Kampanye yang karena kelalaiannya
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden di tingkat desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Pasal 226
Setiap pelaksana, peserta,
atau petugas Kampanye yang dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 227
Setiap orang yang dengan
sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana Kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 dan Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 228
Setiap orang yang
mengumumkan dan/atau menyebarluaskan hasil survei atau hasil jajak pendapat
dalam masa tenang yang dapat atau bertujuan memengaruhi Pemilih, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 229
Ketua KPU yang dengan
sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang
ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah).
Pasal 230
Setiap orang dan/atau
perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak surat suara
melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat)
bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 231
Setiap orang dan/atau
perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasiaan, keamanan, dan
keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama
48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
Pasal 232
Setiap orang yang dengan
sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih
Pasangan Calon tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu
sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 233
Setiap orang yang dengan
sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi
seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang
menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 234
Setiap orang yang dengan
sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi
tidak bernilai atau menyebabkan Pasangan Calon tertentu mendapat tambahan suara
atau perolehan suara Pasangan Calon menjadi berkurang, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh
enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 235
Setiap orang yang dengan
sengaja pada waktu pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18
(delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Pasal 236
Setiap orang yang dengan
sengaja pada waktu pemungutan suara memberikan suaranya lebih dari satu kali di
satu TPS/TPSLN atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan
belas juta rupiah).
Pasal 237
Setiap orang yang dengan
sengaja menggagalkan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan
denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling
banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Pasal 238
Seorang majikan/atasan yang
tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya
pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak
bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 239
Setiap orang yang dengan
sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling
lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua
belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
rupiah).
Pasal 240
Ketua dan anggota
KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya
satu kali kepada Pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak
mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 117 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah).
Pasal 241
Setiap orang yang bertugas
membantu Pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan Pemilih kepada
orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas)
bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling
banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 242
(1) Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota,
dan PPK yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita
acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat
penghitungan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 243
Setiap orang yang karena
kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan
penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah
disegel, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan
paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 244
Setiap orang yang dengan
sengaja mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat
hasil penghitungan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua
belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Pasal 245
(1) Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang
dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan calon Presiden dan Wakil
Presiden sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama
60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau para pimpinan
Gabungan Partai Politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan/atau Pasangan
Calon yang telah ditetapkan oleh KPU sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara
putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh
empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Pasal 246
(1) Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang
dengan sengaja mengundurkan diri setelah pemungutan suara putaran pertama
sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72
(tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau para pimpinan
Gabungan Partai Politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan/atau Pasangan
Calon yang telah ditetapkan oleh KPU sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara
putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh
enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 247
(1) Dalam hal KPU kabupaten/kota tidak menetapkan
pemungutan suara ulang di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (3)
sementara persyaratan dalam Undang-Undang ini telah terpenuhi, anggota KPU
kabupaten/kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta
rupiah).
(2) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak
melaksanakan ketetapan KPU kabupaten/kota untuk melaksanakan pemungutan suara
ulang di TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga
juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 248
Setiap orang yang dengan
sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan
suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 60 (enam puluh) bulan dan paling lama 120 (seratus dua puluh)
bulan dan denda paling sedikit Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 249
Ketua dan anggota
KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak membuat dan/atau menandatangani berita
acara perolehan suara Pasangan Calon, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 250
Setiap KPPS/KPPSLN yang
dengan sengaja tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan
dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara kepada
saksi Pasangan Calon, Pengawas Pemilu Lapangan, Pengawas Pemilu Luar Negeri,
PPS, PPLN, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2)
dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga
juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 251
Setiap KPPS/KPPSLN yang
tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara
tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat
hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN
pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (4) dan ayat (5),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18
(delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Pasal 252
Setiap Pengawas Pemilu
Lapangan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan
Panwaslu kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada
KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (6), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 253
Setiap PPS yang tidak
mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling
sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah).
Pasal 254
Dalam hal KPU tidak
menetapkan perolehan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara nasional
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, anggota KPU dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam
puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 255
Setiap orang atau lembaga
yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18
(delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Pasal 256
Setiap orang atau lembaga
yang melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil
penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta
rupiah).
Pasal 257
Ketua dan anggota KPU, KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 200
ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan
dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah).
Pasal 258
Ketua dan anggota Bawaslu,
Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu
Lapangan, atau Pengawas Pemilu Luar Negeri yang dengan sengaja tidak
menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota,
PPK, PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling
sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00
(tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 259
Dalam hal penyelenggara
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden melakukan pelanggaran pidana Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202, Pasal 203, Pasal 204,
Pasal 208, Pasal 223, Pasal 224, Pasal 227, Pasal 232, Pasal 233, Pasal 234,
Pasal 235, Pasal 236, Pasal 237, Pasal 239, Pasal 241, Pasal 243, Pasal 244,
dan Pasal 248, sanksi pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga)
dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam pasal-pasal tersebut.
BAB XX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 260
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 260
Dalam Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden tahun 2009, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih.
BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 261
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 261
Pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 262
Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 14 November 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
pada tanggal 14 November 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 November 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
pada tanggal 14 November 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 176.