I. Fakta Hukum
1.
PT.PP. Lonsum merupakan Perusahaan Modal Asing
di bidang perkebunan khususnya karet masuk ke bulukumba dengan nama NV Celebes
Landbouw Maaschappijh melalui keputusan jendral hindia belanda No.43 dan 44
tanggal 10 Juli 1919 dan 18 Mei 1921 dengan status hak erpacht.
2.
Pada 17 April 1961 NV Celebes Landbouw
Maaschappijh mengajukan permohonan ke Pemerintah RI agar hak erpacht nya di
konversi menjadi HGU.
3.
Berdasar surat Kepmendagri No.39/HGU/DA/76
PT.PP. Sulawesi nama lain dari NV Celebes Landbouw Maaschappijh memperoleh
perpanjangan HGU yang berlaku surut mulai 13 Mei 1968 hingga 31 Desember1998.
4.
Tahun 1981-1982 penggusuran tanah didesa Bonto
biraeng Kec.Kajang seluas 546,6 ha. Penggusuran seluas 373 ha juga terjadi di
desa Jo¢jolo
Kec.Bulukumba.1
5.
Pada tahun 1982 sebanyak 253 petani dari Kec.
Kajang, Ujung Bulu dan Bulukumba mengajukan gugatan perdata dengan nomor
register perkara No.17.K/1982/PN.Blk diatas tanah seluas 200 ha. Dengan batas
alam:
-
sebelah utara :
Sungai Galoggo
-
sebelah timur :
Kebun KODAM Wirabuana
-
sebelah selatan :
Sungai Balang Lohe
-
sebelah barat :
Kebun Desa Bulo-bulo
6.
Dalam perkara No.17.K/1982/PN.Blk pada tanggal
24 Maret 1983 PN. Bulukumba telah memberikan putusannya yang amarnya berbunyi
sebagai berikut :
Dalam Eksepsi
-
Menolak eksepsi tergugat I tanggal 3 Juli 1982
tersebut ;
Dalam Pokok Perkara
Mengabulkan gugatan para
penggugat untuk sebahagian ;
-
Menyatakan bahwa in litis tanah sengketa seluas
200 ha. Tersebut adalah tanah hak pakai para penggugat sebagai tanah garapannya
secara turun temurun, sudah kurang lebih 28 tahun.
-
Menyatakan bahwa perbuatan para tergugat (yang
dipernyatakan diatas) adalah sebagai perbuatan melanggar hukum (onrechtmatiqe
daad)
-
Menghum tergugat I untuk membayar kepada para
penggugat ganti rugi atas pengrusakan/pembabatan pohon-pohon milik para
penggugat yang dipernyatakan diatas sebesar Rp.5.638.000,- ditambah bunga
sebesar 3% perbulan terhitung tanggal gugatan 3 April 1982 sampai dibayarnya.
Ganti rugi pokok Rp.5.638.000,- tersebut ;
-
Menghukum para tergugat secara tanggung renteng
untuk membayar ganti rugi sebesar Rp.10.917.000,- kepada para penggugat sebagai
keuntungan panen yang tidak jadi dinikmati para penggugat karena perbuatan
melanggar hukum oleh para tergugat dipenyatakan diatas :
-
Menyatakan sertifikat (bukti TI-2) atas nama
tergugat I khusus tanah in litis adalah tidak mengikat :
-
Menghukum para tergugat secara tanggung renteng
untuk membayar semua biaya yang timbul dalam perkara ini yang hingga kini
dianggar sebesar Rp.104.525,-
7.
Berkaitan dengan putusan tersebut PT.PP. Lonsum
mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan. Pada
tanggal 17 September 1983 melalui perkara No.228/1983/PT/Pdt, memutuskan untuk
membatalkan putusan PN Bulukumba perkara No.17.K/1982/Blk , yang amar
putusannya berbunyi sebagai berikut :
-
Menerima permohonan banding dari para tergugat
pembanding tersebut :
-
Membatalkan Putusan PN. Bulukumba tanggal 24
Maret 1983 No.17.K/1982/PN.Blk. yang
dimohonkan banding :
Dan
Mengadili Sendiri
-
Menolak gugatan para tergugat terbanding :
-
Menghukum para penggugat terbanding, membayar
biaya perkara dalam dua tingkat peradilan yang pada tingkat banding sebesar
Rp.15.000,-
8.
Atas putusan PT. Sulsel tersebut kuasa hukum
masyarakat (Laica Marzuki, SH) mengajukan permohonan kasasi secara lisan pada
23 Mei 1987, yang disusul dengan memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang
dapat diterima di Kepaniteraan PN. Bulukumba pada tanggal 5 Juni 1987.
9.
Dalam sidang terbuka pada Selasa, 31 Juli 1990 Mahkamah
Agung RI mengeluarkan putusan Kasasi No.2553.K/Pdt/1987 yang amar putusannya
sebagai berikut :
-
Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi
Selatan tanggal 19 Februari 1987 No. No.228/1983/PT/Pdt :
Dan
Mengadili Sendiri
Dalam Eksepsi
-
Menolak eksepsi tergugat I tanggal 3 Juli 1982
tersebut ;
Dalam Pokok Perkara
Mengabulkan gugatan para
penggugat untuk sebahagian ;
-
Menyatakan bahwa in litis tanah sengketa seluas
200 ha. Tersebut adalah tanah hak pakai para penggugat sebagai tanah garapannya
secara turun temurun, sudah kurang lebih 28 tahun ;
-
Menyatakan bahwa perbuatan para tergugat (yang
dipernyatakan diatas) adalah sebagai perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatiqe daad) ;
-
Menghukum para tergugat atau tergugat I untuk
menyerahkan in litis tanah sengketa kepada para penggugat secara bebas dan
kosong dengan beban para tergugat ;
-
Menghum tergugat I untuk membayar kepada para
penggugat ganti rugi atas pengrusakan/pembabatan pohon-pohon milik para
penggugat yang dipernyatakan diatas sebesar Rp.5.638.000,- ditambah bunga
sebesar 3% perbulan terhitung tanggal gugatan 3 April 1982 sampai dibayarnya.
Ganti rugi pokok Rp.5.638.000,- tersebut ;
-
Menghukum para tergugat secara tanggung renteng
untuk membayar ganti rugi sebesar Rp.10.917.000,- kepada para penggugat sebagai
keuntungan panen yang tidak jadi dinikmati para penggugat karena perbuatan
melanggar hukum oleh para tergugat dipenyatakan diatas :
-
Menyatakan sertifikat (bukti TI-2) atas nama
tergugat I khusus tanah in litis adalah tidak mengikat :
-
Menolak gugatan penggugat selain dan selebihnya
;
-
Menghukum termohon-termohon kasasi akan membayar
biaya perkara dalam tingkat kasasi sebanyak Rp.20.000,- 2
10.
Berkaitan dengan Keputusan Kasasi tersebut
diatas, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bulukumba mengeluarkan surat
No.08/PEM/I/1991 tertanggal 8 Januari 1991 ditujukan kepada Ketua Mahkamah
Agung RI, Perihal : Penangguhan Pelaksanaan Eksekusi Putusan MA tanggal 31 Juli
1990 No.2553.K/Pdt/1987.
11.
Pada tanggal Sabtu, 12 Januari 1991, PT. PP
Lonsum yang diwakili Kuasa Hukumnya Chaidir Hamid, SH mengajukan permohonan
Peninjauan Kembali atas perkara perdata No.17/K/1982/PN-BLK. Yang isi dari
permohonan PK adalah :
-
Menerima permohonan peninjauan kembali pemohon ;
-
Membatalkan putusan MA No.2553.K/Pdt/1987
tanggal 26 Juni 1990 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan tanggal 19
Februari 1987 No. No.228/1983/PT/Pdt jo. Putusan PN. Bulukumba tanggal 24 Maret
1983 No.17/K/1982/PN-BLK ;
-
Mengadili sendiri : Menolak gugatan penggugat/
Termohon PK menghukum penggugat/ Termohon PK membayar biaya perkara.
12.
Sebagai tindak lanjut atas permohonan tersebut
PN. Bulukumba pada 15 Januari 1991 mengeluarkan surat pemberitahuan kepada
Ketua PN kelas I Ujung Pandang No. W15.D8.HT.01.07-43/1991 untuk
menginformasikan Peninjauan Kembali yang diajukan PT. PP. Lonsum Kepada H.M.
Laica Marzuki, SH. Kuasa Hukum Penggugat perkara perdata
No.17/K/1982/PN-BLK. Penginformasian
oleh PN kelas I Ujung Pandang direalisasi pada tanggal 9 Februari 1991.
13.
Selanjutnya, Mahkamah Agung RI tanggal 27
Februari 1991 memberikan jawaban dengan Surat No.KMA/028/II/1991 yang ditujukan
kepada Ketua PN. Bulukumba yang isinya tentang penundaan eksekusi Putusan MA
tanggal 31 Juli 1990 No.2553.K/Pdt/1987
sampai adanya putusan Peninjauan Kembali.
14.
Bahwa respon atas informasi tersebut oleh H.M.
Laica Marzuki, SH. Mengajukan surat permohonan pembatalan atas relaas surat
pemberitahuan tersebut pada tanggal 2 Mei 1991 dengan alasan ketika itu
(tanggal 9 Februari 1991) H.M. Laica Marzuki, SH. belum menjadi penerima kuasa
dari para termohon Peninjauan Kembali, Hamarong, dkk. Sehingga Jurusita/
pengganti bisa memberitahukan kepada masing-masing termohon Peninjauan Kembali,
Hamarong, dkk.
15.
Sebagai bentuk pembelaan atas permohonan PK oleh
pihak PT.PP. Lonsum, Kuasa hukum Masyarakt mengajukan kontra memori PK pada
tanggal 20 Juli 1991 yang isinya meminta MA untuk :
-
Tidak menerima permohonan PK oleh PT. Lonsum ;
-
Menguatkan Keputusan MA tanggal 26 Juni
1990 No.2553.K/Pdt/1987;
-
Menghukum pemohon PK untuk membayar biaya
perkara.
16.
Bahwa pada tanggal 14 Oktober 1996 Pusat Bantuan
dan Penyuluhan Hukum UNHAS (PBPH LPPM-UNHAS) selaku kuasa hukum masyarakat
dengan surat No.03/J04.19.24/PM.16/96 mengajukan permohonan eksekusi terhadap putusan
MA tanggal 26 Juni 1990
No.2553.K/Pdt/1987 kepada Ketua PN. Bulukumba
17.
Pada 1997 PT. PP. Lonsum mengajukan permohonan
perpanjangan HGU perkebunan diwilayah palangisang dan Balombesi luas seluruhnya
6.466,0991 ha, terletak di kecamatan Bulukukumpa, Kajang, Ujungloe dan Herlang,
Kab. Bulukumba, prop. Sulawesi Selatan berstatus HGU No.2/ Bonto Minasa (seluas
955, 19 ha), No.2/ Tanete (seluas 980, 25 ha) dan no.2/ Swatani, Tambangan,
Bonto Minasa dan Balleanging (seluas 4.530,6591 ha). Yang setelah pengukuran
ulang berdasarkan Risalah Pemeriksaan Tanah No.03/RPT-B/53/1997 tertanggal 22
April 1997, hanya mempunyai luas keseluruhan 5.784,46 ha.
18.
Pada tanggal 16 Maret 1998 telah dikeluarkan
putusan Peninjauan Kembali No.298-PK/PDT/1991 oleh MA, yang isinya antara lain
:
Mengadili
Menolak permohonan PK. Dari
pemohon PK. PT.PP. Lonsum Indonesia tersebut ;
-
Menghukum pemohon PK membayar biaya perkara
tingkat PK sebanyak Rp.30.000,-
-
Putusan PK. tersebut dapat dipenuhi secara
sukarela dalam tempo 8 hari;
19.
Dalam berita acara sita eksekusi tertanggal
Kamis, 3 Desember 1998, H.M. Abdi Koro, SH. Selaku Panitera atau sekretaris
Pengadilan Negeri Bulukumba menyatakan bahwa berdasarkan putusan-putusan
pengadilan, maka dengan disaksikan 6 orang saksi Abdi Koro, SH. melakukan
penyitaan atas :
-
Tanah seluas
o menurut
penggugat 200 ha dengan batas-batas
sesuai gugatan ;
o menurut
tergugat luasnya 540 ha sesuai data kalkir yang dikeluarkan kantor BPN Kab.
Bulukumba.
-
20 koppel rumah dinas, satu gardu mesin kepunyaan
PT. Lonsum yang ditinggal karyawan
-
1 buah mobil merek Rokky DD.870 YA warna putih,
dan 1 buah mobil Futura DD… warna biru milik Lonsum
-
130 buah rumah kepunyaan masyarakat yang ada
diatas tanah obyek sengketa yang menurut terguagat, bahwa tanah tersebut seluas
103 ha adalah ganti rugi kepada penggugat, tetapi setelah masyarakat
dikumpulkan oleh Panitera PN. Bulukumba, masyarakat menyangkal tidak dapat
ganti rugi, tetapi masyarakat mendapat tanah dengan membeli kepada mantan
Kepala Desa Bontobiraeng pada waktu itu ;
-
Jumlah pohon karet diatas tanah sengketa menurut
Versi terguagat adalah 60 ha yang ditumbuhi tanaman karet yaitu 60 x a. 400
pohon, sedangkan menurut pemeriksaan/ penyitaan PN. Bulukumba jumlah pohon
adalah 418, 6 ha setelah dikurangi yang tidak ditumbuhi karet, yaitu 418, 6 ha
x a.400 = 167.440 pohon.
20.
Bahwa pada tanggal 14 Desember 1998 Ketua PN.
Bulukumba mengirim surat kepada Ketua PT. Sulsel untuk mohon petunjuk masalah
eksekusi perkara No.17.K/1982/PN.Blk.
21.
Tanggapan diberikan pada tanggal 29 Desember
1998 oleh Ketua PT. Sulsel melalui surat No.W15.D1-HT.01.08-538/1998 yang
antara lain menyatakan bahwa :
-
Bahwa sebagaimana diketahui, putusan tersebut
diatas adalah mempunyai kekuatan hukum tetap, bahkan telah keputusan
Peninjauan Kembali, dimana diktumnya menolak permohonan Peninjauan Kembali
yang diajukan oleh pihak pemohon Peninjauan Kembali dalam hal ini PT. Pp.
London Sumatra Indonesia: sekarang termohon eksekusi ;
-
Bahwa untuk pelaksanaan putusan tersebut PN.
Bulukumba telah melaksanakan Sita Eksekusi pada tanggal 3 Desember 1998 yang
lalu, sesuai dengan berita acara sita eksekusi tanggal 3 Desember 1998
No.17.K/1982/PN.Blk ;
-
Bahwa dari hasil pelaksanaan sita eksekusi
tersebut ternyata terdapat perbedaan luas antara yang digugat dan luas
sebenarnya…. Sungguhpun batasnya tepat, sehingga menimbulkan kesulitan bagi PN.
Bulukumba untuk melaksanakan eksekusi tersebut……. ;
-
Bahwa menurut pasal 206 Rbg dan pasal 195 HIR,
maka eksekusi tersebut dilakukan atas perintah dan dipimpin oleh ketua PN yang
memutus perkara itu pada tingkat I dan perbuatan tersebut bukanlah perbuatan
mengadili atau bukan menilai putusan yang bersangkutan ;
-
Bahwa alasan perbedaan luas tanah yang
dieksekusi jauh perbedaannya, alasan ini tidak dapat dibenarkan, karena dalam
gugatan para penggugat sudah menyebutkan letak dan batas-batas dari tanah
sengketa yang dengan sendirinya luas tanah sengketa dimaksud adalah yang
terletak dalam batas-batas tanah yang disebutkan ;
-
Bahwa alasan perbedaan luas tanah tersebut, juga
tidak dapat dibenarkan, karena gugatan para penggugat terhadap para tergugat
merupakan satu kesatuan yang dengan sendirinya penyebutan tanah sengketa yang
dikuasai oleh tergugat I itu cukup dalam batas-batas keseluruhannya.
-
Bahwa luas tanah sengketa sudah cukup jelas
dengan meyebutkan letak dan batas-batas tanah yang menjadi objek sengketa
secara keseluruhan untuk semua para penggugat….. ;
21.Sebagai
follow up dari sita eksekusi tanggal 3 Desember 1998 PN. Bulukumba melalui
Panitera mengeluarkan surat No.W.15.D8.HT.01.07-137/1999. Perihal: Pelaksanaan
penjualan lelang dimuka umum atas 2 buah mobil. Dalam surat tersebut PN.
Bulukumba meminta PT.Lonsum untuk untuk menyerahkan kedua mobil tersebut
selambat-lambatnya 13 Maret 1999.
22.Dalam
laporan pelaksanaan eksekusi perdata No.17.K/1982/PN.Blk. jo putusan
PT.UJ.No.228/1983/PT/Pdt, 17 September 1983 jo. Putusan Kasasi
No.2553.K/Pdt/1987 jo. Putusan Peninjauan Kembali MA. RI. No.298 PK/PDT/1991,
tertanggal 27 Februari 1999 oleh PN. Bulukumba yang ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Tinggi Sulsel dan ditembuskan kepada Ketua MA, Menteri Kehakiman,
Insp.Jend Depkeh, Kanwil Depkeh Sulsel,
Unsur Muspida Kab.II Bulukumba, Abd. Rasyid UNHAS. Yang dalam salah satu
uaraiannya disebutkan “…..eksekusi diperkirakan akan berlangsung selama kurang
lebih 15 hari, jumlah areal yang akan dikosongkan ± 540,6 ha. Yang diatasnya
ditumbuhi pohon karet sejumlah 164.440 pohon + ratusan kelapa hibrida, Jambu
Mente, coklat, 153 buah rumah panggung, 20 unit kopel rumah batu permanen dan
beberapa bangunan lainnya….”
23.Selanjutnya
Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan melalui surat No.W15.D1-HT.01.04-84/1999,
tertanggal 29 Maret 1999 tentang eksekusi perkara No. 17/K/1982/PN-BLK
memberikan sedikit klarifikasi kepada PN. Bulukumba bahwa berdasarkan beberapa
putusan pengadilan, PT. Sulsel berpendapat bahwa penetapan PN. Bulukumba
tanggal 1 Februari 1999 No.17/Pen.K/1998/PN.BLK mengenai ganti rugi butir 1
sejumlah Rp.44.644.005,- sudah tepat, sedang biaya sita eksekusi
Rp.14.950.000,- biaya eksekusi pengosongan, biaya eksekusi pengosongan
Rp.125.000.000, serta biaya lelang dimuka umum 2 buah mobil sejumlah pohon
karet Rp.6.500.000,- adalah berkelebihan dan tidak sesuai dengan amar putusan
MA RI. No.2553 K/Pdt/1987. Atas dasar pertimbangan tersebut, PT. Sulsel
memerintahkan PN. Bulukumba untuk menghentikan/ menangguhkan eksekusi lelang 2
(dua) buah mobil serta pohon karet 167.440 pohon.
24.Pada
tanggal 19 Mei 1999 PN. Bulukumba mengeluarkan surat No.W15.D8
HT.01.07.287/1999, perihal : Penjelasan/ Petunjuk dalam perkara perdata
No.17/pdt.G/1982/PN-BLK yang ditujukan kepada Sdr. Zainuddin Batoi, Bc.HK.
kuasa hukum penggugat yang isinya membenarkan surat No.W15.D1-HT.01.08-538/1998
tertanggal 29 Desember 1998 oleh Ketua PT. Sulsel.
25.Kembali
Ketua PT. Sulsel mengeluarkan surat No. W15.D1-HT.01.04-184/1999 kepada PN.
Bulukumba tertanggal 5 Juli 1999, perihal : eksekusi perkara
No.17/pdt.G/1982/PN-BLK jo. No.2553 K/Pdt/1987, disebutkan dalam isi surat
bahwa PN. Bulukumba telah menyimpang dari amar putusan MA sertab petunjuk dari
PT. Sulsel tanggal 29 Desember 1998 No. W15.D1-HT.01.08-538/1998 ;
-
Amar putusan MA adalah 200 ha tanah dalam
batas-batas sebagaimana dalam gugatan penggugat, sedang hasil sita eksekusi
tanggal 3 Desember 1998 menurut tergugat bukan 200 ha, melainkan 540 ha sesuai
data kalkir yang ada pada tergugat ;
-
Dalam petunjuk PT. Sulsel tanggal 29 Desember
1998 tidak memerintahkan PN. Bulukumba untuk eksekusi 540 ha melainkan sesuai
amar dan disesuaikan dengan sita eksekusi tanggal 3 Desember 1998 ;
-
Dari hasil pengawasan para Hakim Tinggi pengawas
PN. Bulukumba, tanah yang dieksekusi adalah sebagaimana sesuai dengan gambar
situasi yang ditandai dengan stabilo warna kuning dan merah, padahal seharusnya
hanya seluas 200 ha sebagaimana ditandai dengan stabilo warna merah, termasuk
didalamnya bidang tanah yang telah ditempati masyarakat atas izin tergugat I,
luas 200 ha tersebut adalh merupakan jumlah luas tanah yang digugat oleh
masing-masing penggugat ;
-
Atas dasar pertimbangan tersebut, PT. Sulsel
memerintahkan Ketua PN. Bulukumba melakukan eksekusi ulang dengan mengosongkan
tanah seluas ± 200 ha sebagaimana tersebut pada gambar situasi dengan stabilo
warna merah untuk penggugat, dan selebihnya (warna kuning) diserahkan pada
tergugat I. Apabila masyarakat merasa berhak atas tanah tersebut, harus
mengajukan jgugatan baru ;
-
Dalam eksekusi ulang agar PN. Bulukumba
berkoordinasi dengan Kantor Pertanahan setempat serta aparat keamanan.
26.Eksekusi
ulang (penyempurnaan eksekusi) dilakukan pada 12 Januari 2001 oleh PN.
Bulukumba dibantu tim pengukur dari BPN Bulukumba, di bantu aparat Polres
Bulukumba. Ratusan warga Kajang yang berkehendak menentang pelaksanaan eksekusi
tersebut oleh aparat polisi sempat disuruh bubar dengan melepaskan tembakan ke
udara. Tapi massa tetap bertahan hingga pelaksanaan pengukuran batal dilakukan.
27.Sekitar
700 orang petani melakukan aksi menduduki kantor DPRD Bulukumba selama 4 hari
dari 10 – 14 Maret 2003. tuntutan yang dimintakan (yang kemudian disepakati
oleh Muspida) yaitu :(i) Kapolres Bulukumba berjanji akan menegakkan hukum pada
masalah Lonsum-termasuk kepemilikan senjata oleh Lonsum dan pemalsuan tanda
tangan oleh Lonsum; (ii) PT. Lonsum tidak melakukan penggusuran atas lahan
penduduk; (iii) Bupati akan memperlihatkan HGU PT. Lonsum; (iv) Bupati akan
memfasilitasi dilakukannya pengukuran ulang terhadap wilayah HGU PT. Lonsum;
(v) akan dilakukian penelitian tentang HGU PT. Lonsum; (vi) Moratorium Lonsum
selama dua tahun, sambil melakukan pendataan luas areal HGU PT. Lonsum.
28.Pada
18 Juli 2003 diadakan rapat Muspida yang dihadiri Bupati, Dandim 1411,
Kapolres, Kajari, Wakil Bupati, Wakil DPRD yang “menegaskan bahwa 200 ha adalah hak rakyat dan selebihnya
adalah HGU PT. Lonsum, kemudian aparat terkait akan memberikan bantuan
keamanan”.
29.Senin,
16 Februari 2004 pembentukan Tim mediasi untuk konflik tanah antara Masyarakat
Adat Kajang dan PT. Lonsum yang disyahkan oleh Gubernur.
II.
Para Pihak
Berdasarkan fakta-fakta hukum
tersebut, dapat diidentifikasikan para pihak dalam Kasus Penyerobotan Tanah
Adat Kajang, adalah :
1.
PT. PP. London Sumatra tbk ;
2.
Masyarakat Adat Kajang, Pendamping dan seluruh
komponen yang menolak pencaplokan Tanah Adat Kajang Oleh PT. PP. Lonsum ;
3.
Kepala Wilayah Kec. Kajang Kab. Bulukumba ;
4.
Kepala Desa Tambangan Kec. Kajang Kab. Bulukumba
;
5.
Gubernur Sulawesi Selatan ;
6.
Muspida II Bulukumba yaitu : Bupati Tingkat II
bulukumba, Dandim 1411 Bulukumba, Kapolres Bulukumba, BPN Kanwil. Bulukumba,
Kajari Bulukuba, DPRD II ;
7.
Pengadilan Negeri Bulukumba ;
8.
Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan ;
9.
Mahkamah Agung RI ;
10.
BPN Pusat .
III.
Dasar
Hukum
Berkaitan dengan Kasus Penyerobotan Tanah Adat Kajang,
maka ada beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait, yaitu :
1.
Undang Undag Dasar RI. tahun 1945 ;
2.
UU No.5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria ;
3.
UU No.14 tahun 1970 tentang Pokok Kekuasaan
Kehakiman ;
4.
UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM ;
5.
UU No.51 Prp tahun 1960 tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin atau Yang berhak Kuasanya ;
6.
Peraturan Pemerintah RI No. 40 Tahun 1996
tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah ;
7.
Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah ;
8.
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN
No.3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah ;
9.
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN
No.5 tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat ;
IV.
Bukti
Hukum
Berdasarkan fakta hukum diatas, maka bukti-bukti hukum
yang dimiliki dan atau harus ada adalah sebagai berikut :
1. Putusan
PN. Bulukumba tanggal 24 Maret 1983
No.17.K/1982/PN.Blk.
2. Putusan
Kasasi Mahkamah Agung RI tanggal 31 juli 1990 No.2553.K/Pdt/1987. dalam Perkara
Kasasi Perdata antara Hamarong dkk. melawan PT. PP. London Sumatera Indonesia ;
3. Risalah
Pemeriksaan Tanah oleh Panitia Pemeriksaan Tanah No.03/RPT-B/53/1997.
4. Berita
acara eksekusi tanggal 3 Desember 1998 untuk perkara perdata
No.17/K/1982/PN-BLK ;
5. Surat
Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan Kepada Ketua Pengadilan Negeri
Bulukumba tanggal 29 Desember 1998 No.W15.D1-HT.01.08-938/1998. Perihal : Mohon
Petunjuk ;
6. Berita
Acara Eksekusi Pengadilan Negeri Bulukumba tertanggal 26 Februari 1999 untuk perkara perdata No.17/K/1982/PN-BLK ;
7. Surat
Ketua Pengadilan Negeri Bulukumba yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi
Sulawesi Selatan tanggal 27 Februari 1999 No.W15.D8-HT.01.10/115/1999. Perihal
: Laporan Pelaksanaan Eksekusi Perdata No.17.K/1982/PN.Blk. jo putusan
PT.UJ.No.228/1983/PT/Pdt, 17 September 1983 jo. Putusan Kasasi
No.2553.K/Pdt/1987 jo. Putusan Peninjauan Kembali MA. RI. No.298 PK/PDT/1991 ;
8. Surat
Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan kepada Ketua Pengadilan Negeri
Bulukumba tanggal 29 Maret 1999 No.W15.D1-HT.01.04-84/1999. Perihal : Eksekusi
Perkara No.17/K/1982/PN.BLK.
9. Surat
Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan No. W15.D1-HT.01.04-184/1999 kepada PN.
Bulukumba tertanggal 5 Juli 1999, Perihal : Eksekusi Perkara
No.17/K/1982/PN-BLK jo. Putusan Kasasi No.2553.K/Pdt/1987.
Bukti hukum yang belum dimiliki adalah :
1. Surat
Kepmendagri No.39/HGU/DA/76 tanggal 17 September 1976 tentang perpanjangan HGU
yang berlaku surut mulai 13 Mei 1968 hingga 31 Desember 1998 ;
2. Keputusan
Pengadilan Tinggi Sulawesi tanggal 17 September 1983 perkara No.228/1983/PT/Pdt
;
3. Keputusan
Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN tanggal 12 september 1997
No.111/HGU/BPN/1997 tentang pemberian perpanjangan Hak Guna Usaha atas Tanah
Terletak di Kabupaten Bulukumba, Propinsi Sulawesi Selatan ;
4. Keputusan
MA. RI tentang penolakan Peninjauan Kembali.
V.
Analisa
(Pendapat) Hukum Sementara
Setelah memperhatikan, membaca dan mempelajari seluruh
fakta-fakta hukum dan bukti-bukti hukum diatas, dengan mengasumsikan bahwa
bukti-bukti yang belum tersedia/ dipegang tidak diragukan keberadaan dan
kebenarannya, maka kami mempunyai pendapat hukum sementara, sedangkan pendapat
hukum selengkapnya baru dapat
dikeluarkan setelah seluruh bukti-bukti hukum tersedia, sebagai berikut :
Tentang Penyerobotan
Tanah Adat Kajang Oleh Lonsum
1. Tentang Penguasaan HGU Oleh Lonsum
1.1 Bahwa
dalam sidang terbuka pada Selasa, 31 Juli 1990 Mahkamah Agung RI mengeluarkan
putusan Kasasi No.2553.K/Pdt/1987 memenangkan gugatan Masyarakat atas tanah
berdasarkan batas alam:
-
sebelah utara :
Sungai Galoggo
-
sebelah timur :
Kebun KODAM Wirabuana
-
sebelah selatan :
Sungai Balang Lohe
-
sebelah barat :
Kebun Desa Bulo-bulo
1.2 HGU
PT.PP. Lonsum Indonesia yang sebelumnya No.39/HGU/DA/76 telah diperbaharui dan
diperpanjang dengan HGU No.111/HGU/BPN/1997 pada tanggal 12 September
1997, merupakan justifikasi legal
penguasaan PT.PP. Lonsum Indonesia atas tanah perkebunan yang berstatus HGU di
daerah Bulukumba.
1.3 Bahwa
menurut pasal 125 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP. 24 tahun 1997
disebutkan bahwa, “Pencatatan perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan
putusan pengadilan atau penetapan hakim/ ketua pengadilan oleh kepala kantor
pertanahan dalam daftar buku tanah yang bersangkutan dan daftar umum lainnya
dilakukan setelah diterimanya penetapan hakim / Ketua Pengadilan atau putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan berita acara
eksekusi dari panitera pengadilan negeri yang bersangkutan.”
1.4 Selanjutnya
dalam pasal 130 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 3 tahun 1997 disebutkan bahwa, “ Untuk pencatatan perpanjangan
jangka waktu hak atas tanah tidak dilakukan pengukuran ulang, kecuali kalau
denganpersetujuan pemegang hak terjadi perubahan batas bidang tanah yang
bersangkutan.” ;
1.5 Mengacu
pada point 1.3 dan 1.4 maka Risalah Pemeriksaan Tanah berkaitan dengan
perpanjangan HGU menjadi cukup menentukan apakah ada kepatutan HGU tersebut
untuk direkomendasikan perpanjangannya atau tidak ;
1.6 Bahwa
berdasarkan pada Risalah Pemeriksaan Tanah No.03/RPT-B/53/1997 tanggal 22 April
1997 huruf A. Riwayat Tanah Itu; angka 4 disebutkan bahwa, “didalam areal tanah
yang dimohon, tidak terdapat tanda-tanda penguasaan, pemilikan maupun
penggunaan tanah oleh perorangan dan masyarakat adat setempat.” Yang
dilanjutkan pada huruf C. Kepentingan Orang Lain Dan Kepentingan Umum; angka 1
disebutkan, “ bahwa terhadap permohonan itu tidak ada keberatan-keberatan yang
diterima karena didalam lokasi tersebut tidak terdapat penduduk/ penggarapan
rakyat.” ;
1.7 Bahwa
dalam konsideran Putusan PN. Bulukumba No. 17/K/1982/PN.BLK tanggal 24 Maret
1983 disebutkan pada halaman 87 - 88 bahwa, “ ..Menimbang, bahwa dari hal-hal
yang diuraikan tersebut diatas, Majelis mengambil kesimpulan bahwa areal lokasi
tanah sengketa semula adalah tanah garapan dan/ atau tanah tempat tinggal
para penggugat yang telah digarap secara turun temurun hingga sekarang,
setidak-tidaknya pihak perkebunan atau para tergugat pada saat itu hingga
sekarang telah mengetahui bahwa pada areal lokasi tanah sengketa, para
penggugat telah lebih dulu berada dan berdomisili, membuka, mengolah dan
menggarap sebagai kebun dan sawah atas areal lokasi tanah sengketa tersebut
hingga pihak perkebunan (tergugat I) masuk mengambil dan mengolahnya dengan
menebang pohon-pohon pisang dan pohon buah-buahan lainnya yang ada diatas tanah
sengketa tersebut lalu menanaminya karet seperti pada keadaannya sekarang
ini.”
1.8 Selanjutnya
masih mengacu pada konsideran diatas pada paragraf selanjutnya disebutkan
bahwa, “ dari fakta-fakta yang telah diuraikan diatas, dibenarkan pula dengan
surat bukti TI-4 tergugat I pada point 10 d, dikatakan bahwa didalam areal
lokasi tanah perkebunan tersebut terdapat areal tanah garapan rakyat (Desa
Sapta Marga) seluas ± 500 ha. “
1.9 Bahwa
dalam konsideran putusan Kasasi MA No.2553.K/Pdt/1987 tanggal 31 Juli 1990
disebutkan, “… Mahkamah Agung berpendapat bahwa Pengadilan Negeri Bulukumba
yang mempertimbangkan dengan tanah sengketa adalah sudah benar dan tepat, oleh
karena itu menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat alasan untuk mengabulkan permohonan
kasasi yang diajukan oleh : Harong, dkk. “
1.10 Bahwa
melihat hasil/ Risalah Pemeriksaan Tanah yang dilakukan oleh BPN Porp. Sulawesi
Selatan dan BPN Kab. Bulukumba ternyata (point 1.6) bertentangan dengan
konsideran putusan PN. Bulukumba No. 17/K/1982/PN.BLK yang dikuatkan dengan
putusan Kasasi MA No. 2553.K/Pdt/1987 (point 1.7 - 1.9) sehingga
putusan-putusan tersebut merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
1.11 Bahwa
tentang hapusnya HGU menurut PP No.40 tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai
atas Tanah :
Pasal 17 ayat (1) : HGU hapus
karena :
a. berakhirnya
jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau
perpanjangannya ;
b. dibatalkan
haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena :
1. tidak
dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/ atau dilanggarnya
ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, 13 dan/ atau 14 ;
2. putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
c.
dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya
sebelum jangka waktunya berakhir ; dst…
1.12 Bahwa oleh
karena Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI.
No.2553.K/Pdt/1987 telah lebih dulu ada sebelum diajukan dan terbitnya
perpanjangan HGU No.111/HGU/BPN/1997, apabila dalam batasan/ luasan lahan yang
tercantum dalam SK. HGU No.111/HGU/BPN/1997
tersebut masih termasuk batasan/ luasan lahan yang dimenangkan
masyarakat dalam putusan kasasi MA dan melihat Risalah Pemeriksaan Tanah yang
secara prinsip bertentangan dengan keberadaan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI.
No.2553.K/Pdt/1987 jo. Pasal 17 (ayat 1, huruf b, point 2), maka SK. HGU
No.111/HGU/BPN/1997 dianggap cacat hukum dan batal demi hukum karena
mengingkari keberadaan hukum.
2. Tentang Pengakuan Hak/ Pengelolaan Tanah Oleh
Masyarakat Adat Kajang
2.1
Dalam pasal 28I ayat (3) UUD 1945 disebutkan
bahwa, “ identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.” ;
2.2
Selanjutnya menurut UU No 39/ 1999 tentang HAM :
q
pasal 6 (1) : Dalam rangka
penegakan HAM, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus
diperhatikan dan dilindungi oleh hukum masyarakat dan pemerintah ;
q
pasal 6 (2) : Identitas budaya masyarakat hukum
adat, termasuk hak atas ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.
2.3
Selanjutnya dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria :
-
Pasal 1 ayat (1) : seluruh wilayah Indonesia
adalah kesatuan Tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai
bangsa Indonesia ;
-
Pasal 2 ayat (4) : Hak menguasai negara tersebut
diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan
masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional, menurut ketentuan Peraturan Pemerintah.
-
Pasal 3 : dengan mengingat ketentuan-ketentuan
dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari
masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataan masih ada, harus
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
-
Pasal 5 : Hukum Agraria yang berlaku atas bumi,
air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan
sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang
ini dan dengan peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatau dengan mengindahkan
unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
2.4
Lebih lanjut pengaturan/ pengakuan atas
masyarakat adat dapat dilihat pada Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN
No. 5 tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat :
q Pasal
1
o ayat
(1) : Hak Ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, (untuk
selanjutnya disebut hak ulayat), adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai
oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan
lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam,
termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan
kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun
temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah
yang bersangkutan ;
o Ayat
(2) : Tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari
suatu masyarakat hukum adat tertentu ;
o Ayat
(3) : Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan
hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan
tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
q Pasal
2 ayat (2) : Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila :
a.
terdapat sekelompok orang yang masih merasa
terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan
hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan
tersebut dalam kehidupannya sehari-hari,
b.
terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi
lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil
keperluan hidupnya sehari-hari, dan
c.
terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan,
penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga
persekutuan hukum tersebut.
q
Pasal 4 ayat (1) : Penguasaan bidang-bidang
tanah termasuk tanah ulayat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 oleh
perseorangan dan badan hukum dapat dilakukan :
a.
oleh warga masyarakat hukum adat yang
bersangkutan dengan hak penguasaan menurut ketentuan hukum adatnya yang
berlaku, yang apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat didaftar sebagai
hak atas tanah yang sesuai menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria.
2.5
Bahwa perwujudan/ keberadaan Masyarakat Adat
Kajang secara defacto telah dijabarkan secara tepat dan dipertimbangkan oleh
Majelis Hakim dari Keputusan Pengadilan Negeri Bulukumba, tertanggal 24 Maret
1983 No. 17/K/1982/PN-BLK (lihat point 1.7 dan 1.8) dan secara yuridis karena
Masyarakat Adat Kajang diyakini keberadaannya dengan mendasarkan pada pasal 28I
ayat (3) UUD 1945 jo. pasal 6 (1 dan 2) UU No 39/ 1999 jo. Pasal 1 ayat (1, 2
dan 3) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No. 5 tahun 1999, maka
keberadaan Masyarakat Adat Kajang beserta sistem hukum adatnya dilindungi dan
dihormati secara hukum ;
2.6 Bahwa
berkaitan dengan penguasaan dan pengelolaan tanah yang dilakukan oleh
Masyarakat Adat Kajang mengacu pada Konsideran yang dipertimbangkan oleh
Majelis Hakim dari Keputusan Pengadilan Negeri Bulukumba, tertanggal 24 Maret
1983 No. 17/K/1982/PN-BLK (lihat point 1.7 dan 1.8) merupakan tanah garapan
turun temurun, sehingga mendasarkan pada Pasal 1 ayat (1) jo. Pasal 2 ayat (4)
jo. Pasal 3 jo. Pasal 5 UU No. 5 tahun 1960 jo. Pasal 1 jo. pasal 2 jo. pasal 4
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No. 5 tahun 1999, maka
eksistensi yang berkaitan dengan pengelolaan dan penguasaan tanah oleh
Masyarakat Adat Kajang pun dilindungi hukum dan menjadikan pelanggar hukum bagi
mereka yang mencoba mengusik posisi tersebut.
3. Tentang Putusan Peradilan Yang berkekuatan Hukum tetap
3.1
Dalam UU No.14/ 1970 tentang ketentuan-ketentuan
pokok kekuasaan kehakiman, berkaitan dengan putusan-putusan peradilan
disebutkan :
-
Pasal 10
o ayat
(2) : Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi ;
o ayat
(3) : Terhadap putusan-putusan yang diberikan tingkat terakhir oleh
pengadilan-pengadilan lain dari pada MA, kasasi dapat diminta kepada MA ;
-
Pasal 18 : Semua putusan pengadilan hanya sah
dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
-
Pasal 19 : Atas semua putusan pengadilan tingkat
pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari tuduhan, dapat dimintakan banding
oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali apabila undang-undang menentukan
lain.
-
Pasal 20 : Atas putusan pengadilan dalam tingkat
banding dapat dimintakan Kasasi oleh Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang
berkepentingan yang diatur dalam Undang-undang.
-
Pasal 21 : Apabila terdapat hal-hal atau
keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan
pengadilan, yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat dimintakan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, dalam perkara perdata dan pidana oleh
pihak-pihak yang berkepentingan.
-
Pasal 24 : Untuk kepentingan peradilan semua
pengadilan wajib saling memberi bantuan yang diminta.
-
Pasal 33 ayat (3) : Pelaksanaan putusan
pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan jurusita dipimpin
oleh ketua pengadilan.
3.2
Bahwa terhadap putusan-putusan yang dikeluarkan
oleh Hakim atas sengketa tanah tersebut diatas baik pada putusan tingkat
pertama-banding-kasasi bahkan sampai adanya penolakan Peninjauan Kembali oleh
MA, sebagai bentuk pelaksanaan pasal 10 jo pasal 18 jo pasal 19 jo pasal 20 jo
pasal 21 UU No.14/ 1970 maka Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI.
No.2553.K/Pdt/1987 merupakan keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
4. Tentang Perselisihan antara Batas dan Luas
4.1
Berkaitan dengan setatus HGU dan pelaksanaan
eksekusi oleh Panitera dan Jurusita yang terdapat perselisihan batasan dan
luasan, menurut PP. No.24/ 1997 tentang Pendaftaran Tanah :
-
Pasal 17 ayat (1) : Untuk memperoleh data fisik
yang diperlukan bagi pendaftaran tanah, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan
diukur, setelah ditetapkan letaknya, batas-batasnya dan menurut keperkuannya
ditempatkan tanda-tanda batas disetiap sudut bidang tanah yang bersangkutan ;
-
Pasal 19 ayat (5) : Dalam hal telah diperoleh
kesepakatan melalui musyawarah mengenai batas-batas yang dimaksudkan atau
diperoleh kepastiannya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, diadakan penyesuaian terhadap data yang ada pada peta
pendaftaran yang bersangkutan ;
-
Pasal 20 ayat (1) : Bidang-bidang tanah yang
sudah ditetapkan batas-batasnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 17, 18 dan 19
diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran ;
-
Pasal 47 : Pendaftaran perpanjangan jangka waktu
hak atas tanah dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah dan sertipikat hak
yang bersangkutan berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang yang memberikan
perpanjangan jangka waktu hak yang bersangkutan ;
-
Pasal 55 ayat (1) : ”Panitera Pengadilan wajib
memberitahukan kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai isi semua putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan penetapan ketua
pengadilan yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada data mengenai bidang
tanah yang sudah didaftar atau satuan rumah susun untuk dicatat pada buku tanah
yang bersangkutan dan sedapat mungkin pada sertipikatnya dan daftar-daftar lainnya.”
4.2
Bahwa dengan terbitnya surat dari Pengadilan
Tinggi Sulawesi Selatan No. W15.D1-HT.01.04-184/1999 kepada PN. Bulukumba
tertanggal 5 Juli 1999 menunjukkan ketidak mampuan Pengadilan Tinggi dan atau
eksekutor untuk menterjemahkan putusan Kasasi MA RI. No.2553.K/Pdt/1987. Hal
ini terlihat setelah keluarnya putusan penolakan PK dari MA tanggal 16 Maret
1998 :
- Pelaksanaan
sita eksekusi pada 3 Desember 1998 dimana terdapat selisih pemahaman antara
masyarakat (luasan ± 200 ha dengan batas-batas) dengan PT. Lonsum (luasan ±
540,6 ha dengan batas-batas sesuai data kalkir BPN Kab. Bulukumba) ;
- Untuk
menjawab selisih tersebut diatas muncul surat dari Ketua Pengadilan Tinggi
Sulawesi Selatan No.W15.D1-HT.01.08-538/19 tertanggal 29 Desember 1998 yang mengatakan
dengan tegas bahwa luas tanah yang dieksekusi jauh perbedaannya, alasan ini
tidak dapat dibenarkan, karena letak dan batas-batas dari tanah sengketa yang
dengan sendirinya luas tanah sengketa dimaksud adalah yang terletak dalam
batas-batas tanah yang disebutkan ;
- Terbit
surat Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan No. W15.D1-HT.01.04-184/1999 kepada
PN. Bulukumba tertanggal 5 Juli 1999, berisi tentang pengingkaran atas asumsi
surat No.W15.D1-HT.01.08-538/19 tertanggal 29 Desember 1998 dan memberikan asumsi
baru tanpa argumentasi batas yang jelas, melihat peta kalkir mengkalim 200 ha
dengan stabilo merah adalah tanah masyarakat dan selebihnya adalah milik
Lonsum.
4.3
Bahwa karena kerancuan tersebut, sesuai dengan
Pasal 47 jo. Pasal 17 ayat (1) jo. Pasal
19 ayat (5) jo. Pasal 20 ayat (1) PP No. 24/ 1997 jo. Pasal 125 ayat (1) jo.
Pasal 130 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 3 tahun 1997 ketika ada perbedaan batas dan luas maka diselesaikan terlebih
dahulu batas-batasnya yang kemudian diukur luasannya ;
4.4
Bahwa karena kerancuan tersebut, sebagai bentuk
pelaksanaan dari putusan untuk eksekusi, mengacu pada Pasal 24 jo pasal 33 ayat
(3) UU No.14/ 1970 jo pasal 55 ayat (1) PP. No.24/ 1997 jo. pasal 125 ayat (1)
Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997, maka
pihak eksekutor harus tegas dalam menjalankan tugas sesuai dengan
pertimbangan-pertimbangan diatas dan tidak ada alasan untuk melakukan penundaan
eksekusi karena ketidak jelasan putusan atau karena ada upaya hukum lainnya.
1
Fakta-fakta hukum dari butir 1-4, 8, 14, 15 bersumber dari bahan pengantar
diskusi penyelesaian kasus PT. PP. Lonsum di bulukumba antara SNUB dan Tim
Mediasi Komnas HAM di Jakarta, 12 Januari 2004 yang disusun oleh WALHI.
2
Fakta hukum dari butir 7,9 dikutib dari konsideran dan amar putusan MA dalam
kasus perdata No.2553.K/Pdt/1987;
Selasa, 31 Juli 1990
keren.... http://belajarbersama2.blogspot.com/
BalasHapushehehehe Makasih...
BalasHapus