1. Pengertian
Filsafat pendidikan sebagai filsafat terapan, yaitu studi
tentang penterapan asas-asas pemikiran filsafat pada masalah-masalah pendidikan
pada dasarnya mengenai dua pendekatan
yang polarities.
2. Macam-macam
Pendekatan Filsafat pendidikan
A. PENDEKATAN
PROGRESIF
Pendekatan dalam disiplin ilmu yang disebut filsafat
pendidikan akan lebih mudah di pahami arti pengertian bila diajukan pandangan
Dewey tentang pokok masalah, yaitu
tentang permasalahan filsafat pendidikan yang berarti hubungan antara filsafat
dan pendidikan.[2]
Dapat dilihat dari :
1. Antara Teori
dan Praktek
Pada dasarnya antara teori dan praktek adalah hubungan
saling mengontrol, teori akan dikontrol oleh pelaksanaan praktek yang baik, dan
sebaiknya praktek dikontrol oleh atau didasarkan pada landasan teoritis yang
baik Dewey berpendapat bahwa teori harus merupakan hasil penggalian dalam
kenyataan empiris sosiologis yang berlaku saat itu.
2. Pendekatan
Problematis terhadap kenyataan Sosiologis
Seperti apa yang dipercontohkan pada saat ia merumuskan
teori pendidikannnya, problema social yang dihadapi dengan cermat dan dengan
tepat, merumuskannya kedalam filsafat pendidikannya.
Berdasar atas
kesulitan-kesulitan dan problema yang dihadapi
masyarakatnya ia mencoba merumuskannya kedalam sebuah system pemikiran
filosofis, yaitu filsafat pendidikan problematic atau experimentalisme, dalam
bentuk pola mental intelektual dan sikap moral kesusilaan.
Sikap moral yang
dianggapnya tepat untuk melestarikan kenyataan perubahan social yang cepat
diatas adalah nilai sikap yang menghormati keragaman, pembaharuan,
individualitas dan kebebasan inilah yang disebut dengan pendekatan problematis
terhadap kenyataan social yang cepat berubah.
3. Filsafat dan
Teori Pendidikan
Sebagai pokok
pikiran ketiga yang tersirat dalam catatan diatas adalah hubungan antara
filsafat dengan teori pendidikan. Dan Dewey berkesinambungan bahwa filsafat
dirumuskan sebagai teori pendidikan yang bersifat umum dan konsepsional.
Pendekatan-pendekatan dalam teori pendidikan
Pendekatan
dapat dilihat dari dua sisi, yaitu :
1.Pendidikan sebagai praktek
2.Pendidikan sebagai teori
Pendidikan sebagai
praktek yaitu seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan didasari dengan tujuan
untuk membantu pihak lain ( Baca: peserta didik) agar memperoleh perubahan
prilaku.
Sementara
pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun
secara sistematis yang berfungsi untuk
menjelaskan, menggambarkan, meramalkan, dan mengontrol berbagai gejala dan
peristiwa
pendidikan baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman
pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk
melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas. Diantaranya keduanya
memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktek pendidikan seyogyanya
berlandaskan pada teori pendidikan.
Demikian pula
system pamong dapat dikaitkan dengan nilai dasar kodrat alam, di mana guru dan
pendidikan tiada lebih fungsinya sebagai pamong dari anak didik yang sedang
menjelajahi perkembangan kodrat alamiahnya. System pamong ini didasarkan pada
asas psikologis dalam perkembangan manusia, yaitu kebebasan dan bekerja
sendiri.
Beda antara
Deweysme dengan Herbartianisme maupun Dewantaraisme adalah bahwa kedua terakhir
ini mendasarkan diri pada filsafat tradisional, termasuk cabang filsafat
metafisika, yang mengakui bahwa kenyataan yang bersifat metafisis
transendental.
Tiga bidang
pembangunan serempak. Pokok pikiran keempat adalah masalah pembaharuan social,
yang harus serempak dan searah tujuan dengan pembaharuan pemikiran
filsafat dan sistem pendidikan, sehingga
merupakan tiga bidang atau sektor pembangunan. Sesuai dengan apa yang telah
diuraikan pada pokok pikiran kedua, ketiga bidang pembangunan di atas harus
diarahkan pada pengembangan sikap moral dan mental yang sama dan berjalan
serempak, yang satu bidang tidak boleh mendahului yang lain, apalagi diarahkan
ke tujuan yang bertentangan atau berbeda.
Dengan
demikian dan sesuai dengan pokok pikiran yang kelima, yaitu tenaga pengembang
sosial, dan peninjauan kembali filsafat system tradisional dalam rangka
pembangunan pendidikan, oleh sebab kesamaan arah dan keserempakan
pelaksanaannya dari ketiga bidang pembangunan tersebut merupakan akibat dari
sebab-sebab yang sama, atau faktor-faktor penyebab yang sama, yaitu tenaga
pengembangan sosial, yang terdiri faktor kemajuan ilmu pengetahuan, revolusi
industri dan perkembangan demokrasi.
Gejala
keserempakan dan kesamaan sebagai akibat kesamaan faktor-faktor penyebabnya
dibuktikan dan diperkuat pendapat Dewey tentang rumusan tujuan pendidikannya,
yaitu efesiensi social ( Social efficiency) yang berbunyi “The Power of join
freely and fully in shared or common activities,” yang artinya kemampuan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan bersama dan
kesejahteraan bersama secara maksimal dan bebas.
Sebagai
penghujung yang lain dari pendekatan di
atas dan dari kontinuitas aliran filsafat pendidikan adalah pendekatan
progresif kontemporer dengan dasar-dasar pemikiran, sebagai berikut :
1) Bahwa
dasar-dasar pendidikan adalah sosiologi, atau filsafat sosial humanisme ilmiah,
yang skeptis terhadap kenyataan yang bersifat metafisis transcendental
2) Bahwa
kenyataan adalah perubahan, artinya kenyataan hidup yang essensial adalah
kenyataan yang selalu berubah dan berkembang.
3) Bahwa “truth
is the man-made”, artinya kebenaran dan kebajikan itu adalah kreasi manusia,
dengan sifatnya yang relative temporer bahkan subyektif.
4) Bahwa tujuan
dan dasar-dasar hidup dan pendidikan relative ditentukan oleh perkembangan
tenaga pengembangan social dan manusia, yang merupakan sumber perkembangan
social masyarakat.
5) Bila antara tujuan dan alat adalah bersifat
kontinu, bahwa tujuan dapat menjadi alat untuk tujuan yang lebih lanjut sesuai
dengan perkembangan sosial masyarakat.
Dua pola
dasar pendekatan diatas dapat dibagi menjadi bermacam-macam variasi yang antara
lain seperti : religious philosophy of education, humanistic metaphysical
philosophy of education, humanistic epistemological philoshophy of education,
cultural philosophy or education, social
philosophy or education.
B. PENDEKATAN
TRADISIONAL
pendekatan
ini berbeda dengan pendekatan progresif secara sederhana dapat dijelaskan
dengan bahwa pada pendekatan mengakui dan mementingkan dunia sana yang
transcendental metafisis yang langgeng, yang menentukan tujuan hidup dan
sekaligus tujuan pendidikan manusia, sehingga akan menjadi sumber-sumber dasar
nilai daripada filsafat pendidikannya. Sedang tenaga social hanya akan
menyediakan saranan, alat dengan mana akan dicapai tujuan-tujuan diatas, dengan
kata lain tenaga pengembangan social ini akan memberikan modal dalam penyusunan
“ Science of educational” yang diperlukan. Menurut pendekatan tradisional
antara filsafat pendidikan dan science of education dibedakan secara tegas,
yaitu filsafat metafisika dan tenaga social, sedang pada pendekatan progresif keduanya bersumber pada kenyataan yang sama,
dan satu-satunya, yaitu tenaga pengembang sosial masyarakat diatas.
Maka dari itu
pendekatan progresif hanya berpijak pada teori etika social dan metode penyesuaian masalah social, yaitu
pola dasar sikap moral dan pola dasar sikap mental seperti diuraikan diatas,
dan menentang segala hal yang berkaitan tentang kenyataan transcendental
metafisis yang spiritual dan di dunia sana di masa mendatang. Sebaliknya
pendekatan-pendekatan tradisional, seperti namanya, sangat taat pada
sistematika filsafat tradisional, dimana dan
karena itu menempatkan filsafat sebagai dasar pendidikan dan pengajaran.
Ini terbukti dengan penempatan filsafat metafisika, yang sangat ditentang oleh
aliran pendekatan progresif, sebagai masalah pokok dalam filsafat pendidikan.
Bagi pendekatan
ini, betapapun sulitnya masalah bidang metafisika ini, tetap harus ditempatkan
sebagai pusat perhatian pertama dan utama dalam setiap pembahasan filsafat
pendidikan. Pendekatan ini berasumsi dasar bahwa tidak dapat dipungkiri, bahwa
masalah ini adalah masalah yang abstrak, dan universal sekali, sehingga sulit
dipelajari dan dibuktikan kenyataannya, namun tidak berarti bahwa kenyataan
yang metafisis itu tidak ada. Assumsi ini menurut para pengusaha ilmu filsafat
pendidikan agar apabila kita tidak dapat menemukan segala hal yang bersifat
metafisis, tidak berarti kenyataan itu tidak ada, tetapi kesalahan mungkin
terletak pada cara-cara mencarinya atau mungkin keterbatasan kemampuan berfikir
dan pikiran orang yang melakukannya. Atau mungkin orang tersebut, mendustai
dirinya, sadar akan kenyataan tersebut tetapi tidak jujur terhadap kesadarannya
sendiri.
Asas pertama
tentang rasionalitas manusia, asas ilmu jiwa daya, asas pembentukan formal
teoritis dan asa transfer hasil belajar maka menuntut jumlah dan jenis mata
pelajaran yang diperlukan, dan tidak perlu adanya pertimbangan kesesuaian
tidaknya dengan kenyataan kehidupan social anak, selama bahan atau bidang studi
akan memberikan nilai disiplin mental atau formal yang tinggi. Nilai formal
matematika adalah untuk melatih anak
berfikir secara logis rasional matematis, dan bukan dengan tujuan untuk
memberikan kepada alat atau instrument dalam menyelesaikan problema
hitung-menghitung dalam kehidupan sehari-hari.
Asas kedua
adalah bahwa hakekat jiwa manusia adalah tersendiri atas daya-daya jiwa yang
berbeda dan bekerja secara terpisah-pisah atau bersama-sama, yang menimbulkan
gejala kesadaran atau tingkah laku. Setiap daya-daya jiwa seperti pengindraan,
pengamatan,ingatan, tanggapan, pikiran, dan perasaan akan dapat berkembang dan
atau dikembangkan sesuai dengan bahan-bahan pelajaran tertentu. Berdasar jalan
pemikiran ini, maka dalam kepustakaan pendidikan dan psikologi pendidikan kita
dikenalkan konsep istilah mata pelajaran ingatan, pikiran, hafalan, ekspressi
dan mata pelajaran keterampilan.
Sebagai asas
ketiga dan sesuai dengan asas kedua di atas, adalah bahwa nilai fungsional mata
pelajaran adalah untuk pembentukan, atau disiplin mental (mental discipline)
atau disiplin formal, yaitu nilai formal teoritis intelektual. Sehingga semakin
sulit bahan pelajaran semakin tinggi nilai pembentukan mentalnya. Semakin keras
ketat latihan-latihan semakin kuat dan besar nilai pembentukannya. Apakah bahan
yang disajikan sesuai dengan kehidupan sosialnya, dan digunakan untuk
mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, tidak menjadi masalah bagi
aliran ini.
Oleh sebab itu,
aliran tersebut diselesaikan dengan memperkenalkan konsep trnasfer of learning
of training, artinya penggunaan atau
pemindahan hasil belajar atau latihan pada mata pelajaran atau bidang
kehidupan, yang mungkin positif atau negatif merugikan. Transfer positif adalah
apabila penggunaan bidang yang satu mempermudah, memperlancar penguasaan bidang
atau mata pelajaran yang lain, dan sebaliknya transfer negatif adalah suatu
peristiwa dimana penguasaan satu bidang tertentu mempersulit penguasaan bidang
lain, seperti berenang dengan sepak bola. Soal-soal hitungan yang amat sulit
tetapi yang tidak ada kaintannya dengan, atau tidak akan dijumpai dalam kehidupan sehari-hari anak, yang mengarah ke
pengembangan nilai materiil praktis, dijejal-jejalkan kepada anak dengan
harapan akan mempermudah anak menyelesaikan problema-problema sosialnya.
Adapun asas-asas
filsafat pendidikan dalam pendekatan tradisional secara rinci adalah sebagai
berikut :
1) Bahwa
dasar-dasar pendidikan adalah filsafat, sehingga untuk mempelajari filsafat
pendidikan haruslah memiliki pengetahuan dasar tentang filsafat
2) Bahwa
kenyataan yang essensial baik dan benar adalah kenyataan yang tetap, kekal dan
abadi.
3) Bahwa nilai
norma yang benar adalah nilai yang absolut, universal dan objektif.
4) Bahwa tujuan
yang baik dan benar menentukan alat dan saranan, artinya tujuan yang baik harus
dicapai dengan alat sarana yang baik pula.
5) Bahwa faktor
pengembang sejarah atau sosial (science, technology, democracy dan industry)
adalah sarana alat untuk ” prosperity of
life” dan bukannya untuk ”welfare of life” sebagai tujuan hidup dan pendidikan
sebagaimana yang ditentukan oleh filsafat.