Sabtu, 21 Juli 2012

Pengertian Delik (tindak pidana)

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda, dengan demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksusd dengan straafbaar feit itu, para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat.
Istilah-istilah yang perna digunakan, baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari strafbaar feit adalah sebagai berikut:
a.    Delik, dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita. Hampir seluruh perundang-undangan menggunakan istilah tindak pidana, seperti dalam UU No. 6 Tahun 1982 tentang hak cipta, (diganti dengan UU No 19/2002), UU No. 11/PNPS/1963 tentang pemberantasan Tindak Pidana Subversi, UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (diganti dengan UU No. 31 Th. 1999), dan perundang-undangan lainnya.

b.     Ahli hukum yang menggunakan istialh ini seperti Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H.(lihat buku Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesi;
c.    Peristiwa Pidana,digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya Mr. R. Tresna dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana, Mr. Drs. H.J. van Scharavendijk, Prof. A. Zainal Abidin, S.H. dalam buku beliau Hukum Pidana. Pembentuk UU juga perna menggunakan istilah peristiwa pidana, yaitu dalam Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 (Pasal 14 ayat 1)
d.    Pelanggaran hukum, dapat dijumpai dalam buku  Pokok-Pokok Hukum Pidana yang ditulis oleh  Mr. M.H. Tirtaamidjaja.
Nyatalah kini setidak-tidaknya dikenal ada tujuh istilah dalam bahasa kita  sebagai terjemahan dari strafbaar feit (Belanda) Strafbaar feit terdiri dari tiga kata, yakni straf, baa, dan feit. Dari tujuh istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari Strafbaar feit  itu, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana atau hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh.
 Sementara itu, untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan. Secara literlijk, kata “straf” artiya pidana,”baar  artinya dapat atau boleh dan “feit” secara utuh,

 ternyata straf diartikan juga dengan  kata hukum. Padahal sudah lazim hukum itu adalah terjemahan dari kata recht, seolah-olah arti straf sama dengan recht, yang sebenarnya tidak demikian halnya .

Untuk kata baar “ ada dua istilah yakni boleh dan dapat. Secara literlijk bisa kita terima. Sedangkan untuk kata feit digunakan empat istilah yakni Tindak, Peristiwa, Pelanggaran dan perbuatan. Secara literlijk untuk ,feit  memang lebih pas untuk digunakan dengan perbuatan. Kata pelanggaran telah lazim digunakan dalam perbendaharaan hukum kita untuk mengartikan dari istilah overtrading sebagai lawan dari istilah misdricven (kejahatan) terdapat kelompok tindak pidana masing-masing dalam buku 111 dan buku 11 KUHP.
Untuk istilah tindak  pidana memang telah lazim digunakan dalam peraturan perundang-undagan kita walaupun masih dapat diperdebatkan juga ketepatannya. Tindak menunjuk kepada hal yang kelakuan manusia dalam arti positif (bandelen) semata, dan tidak termasuk kelakukan manusia yang pasif atau negatif (nalaten), padahal pengertian yang sebenarnya dalam istilah feit itu adalah termasuk baik perbuatan aktif maupun pasif tersebut. Perbuatan aktif artinya  suatu bentuk perbuaatan yang untuk mewujudkan diperluakan/diisyaratkan adanya suatu gerakan atau gerakan-gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh manusia. Misalnya mengambil (Pasal 362 KUHP) atau merusak (Pasal 406 KUHP. Semntara itu perbauatan pasif adalah suatu bentuk tindak melakukan suatu bentuk perbuatan fisik apa pun yang oleh karenanya seseorang tersebut telah mengabaikan kewajiban hukumnya, misalnya perbuatan tidak menolong (Pasal 531 KUHP) atau perbuatan membiarkan (Pasal 304 KUHP).
Sementara itu, istilah delik secara literlijk sebelumnya tidak ada kaitannya dengan istilah strafbaar feit karena istilah ini berasal dari kata deliktum (Latin), yang juga dipergunakan dalam perbendaharaan hukum Belanda: sdelict, namun isi pengertiannya tidak ada perbedaan prinsip dengan istilah strafbaar feit.
Secara literlijk, istilah perbuatan adalah lebih tepat  sebagai terjemahan dari feit, seperti yang telah lama kita kenal dalam perbendaharaan ilmu hukum kita, misalnya istilah materieele feit atau formeele feit (feiten en formeele, untuk rumusan perbuatan dalam tindak pidana formil). Demikian juga dengan istilah feit dalam banyak rumusan norma-norma tertentu  dalam WvS Belanda dan Wvs  Nederlandindie/Hindia Belanda), misalnya Pasal1, 44, 48, 63, 64.KUHP selalu diterjemahkan oleh para ahli hukum kita dengan perbuatan dan tidak dengan tindak atau peristiwa maupun pelanggaran.
Istilah perbuatan ini dipertahankan oleh Moeljatno dan dinilai oleh beliau  sebagai istilah yang lebih tepat untuk menggambarkan isi pengertian strafbaar feit. Moeljatno mengungkapkan istilah perbutan pidana yang didefinisikan beliau sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman  (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Disamping itu Moeljato juga mengemukakan istilah yang tepat yakni perbuatan pidana, Moejatno juga menyatakan bahwa istilah peristiwa pidana dan istilah tindak pidana merupakan suatu istilah yang tidak tepat, dengan alasan sebagai berikut:


1)    Untuk istilah peristiwa pidana, perkataan peristiwa menggambarkan hal kongkrit (padahal strafbaar feit sebenarnya abstrak) yang menunjuk kepada kejadian tertentu, misalnya orang yang tidak penting dalam hukum pidana. Kematian itu baru penting jika peristiwa matinya orang hubungkan  dengan atau diakibatkan oleh kelakukan yang lain.
2)    Sementara itu, pada istilah tindak pidana, perkataan” Tindak “ tidak menunjuk pada hal abstrak seperti perbuatan, tapi sama dengan perkataan peristiwa yang juga menyatakan keadaan kongkrit, seperti kelakuan, gerak-gerik, atau sikap jasmani, yang lebih kenal dalam tindak-tanduk, tindakan dan bertindak
Pompe merumuskan bahwa suatu strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.
Vos merumuskan bahwa strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.
R. Tresna menyatakan walaupun sangat sulit untuk merumuskan atau memberi definisi  yang tepat perihal peristiwa pidana, namun juga beliau menarik suatu definisi  yang mneyatakan bahwa peristiwa pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundan-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.
Oleh karena itu, dalam praktik hukum, untuk memidana terdakwa yang dihadapkan ke sidang pengadilan  dengan dakwaan melakukan tindak pidana tertentu, maka diisyaratkan (mutlak), harus terpenuhinya semua unsur yang terdapat dalam tindak pidana tersebut. Jika yang didakwakan itu adalah tindak pidana yang rumusannya terdapat unsur kesalahan atau melawan hukum (yang bersifat subjektif, misalnya Pasal:  368, 369, 378, 390), unsur itu harus juga terdapat dalam diri pelakunya, dalam arti harus terbukti. Akan tetapi, jika dalam rumusan tindak pidana yang didakwakan tidak dicantumkan unsur mengenai diri orangnya  (kesalahan), unsur itu tidak perlu dibuktikan. Dalam hal ini tidak berarti bahwa diri pelaku tidak terdapat unsur kesalahan , mengingat dianutnya asas tidak ada pidana tanpa kesalahan


Artikel Terkait..:

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar