Sabtu, 11 Agustus 2012

Akibat-akibat yang Timbul Dari Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Kapal Laut


Dengan adanya perjanjian pengangkutan barang melalui kapal laut akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak, seperti telah diketahui para pihak di dalam perjanjian pengangkutan itu ialah pihak pengangkut dan pihak pemakai jasa.
Kebiasaan yang hidup dalam praktek pengangkutan adalah kebiasaan yang berderajat hukum keperdataan. Undang-undang menganut asas bahwa penundaan keberangkatan harus dengan persetujuan kedua belah pihak.
Kebiasaan menentukan bahwa waktu keberangkatan sewaktu-waktu dapat berubah tanpa pemberitahuan lebih dahulu. Jadi apabila terjadi keterlambatan sedangkan barang dalam keadaan selamat tidak rusak atau hilang, maka merupakan kebiasaan dalam pengangkutan laut dan tidak ada ganti kerugian (denda), kecuali apabila barang muatan tersebut rusak atau hilang.
Dalam hal ini selaku pihak pengangkut PT. Djakarta Lloyd dan pihak pemakai jasa PT. Zamrud Khatulistiwa, para pihak itu mempunyai kewajiban untuk melakukan prestasi. Dan para pihak ini saling mempunyai hak untuk melakukan penuntutan. Apabila salah satu pihak tidak melakukan prestasi sesuai dengan apa yang menjadi isi perjanjian, maka perjanjian itu dapat diancam dengan kebatalan.
Kewajiban pengangkut ialah menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak saat penerimaannya sampai saat penyerahannya. Hal ini diatur dalam Pasal 468 KUHD. Pengangkut juga diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan oleh rusak, hilangnya barang baik seluruhnya atau sebagian, sehingga pengangkut tidak dapat menyerahkan barang-barang yang ia angkut. Namun pengangkut dapat membebaskan dirinya dari kewajiban tersebut asal ia dapat membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau adanya kerusakan itu karena terjadinya suatu peristiwa yang sepatutnya tidak dapat dicegahnya atau dihindarinya atau adanya keadaan memaksa (overmacht) atau kerusakan tersebut disebabkan karena sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri atau juga karena kesalahan pengirim.
Kewajiban dari pemakai jasa ialah membayar upah angkutan. Dan ia harus secara jujur memberi tahu tentang keadaan barang yang akan diangkut kepada pengangkut. Dalam hal ini pengirim tidak memberi tahukan secara benar kepada pengangkut tentang barang-barang yang akan diangkut atau karena sifat, keadaan dan cacat yang terdapat pada barang-barang dan karena itu pengangkut menderita kerugian, maka pengangkut berhak untuk menuntut penggantian kerugian kepada pihak pemakai jasa (pengirim). Sebaliknya kalau pihak pemakai jasa menderita kerugian sebagai akibat pihak pengangkut tidak memenuhi apa yang menjadi isi perjanjian pengangkutan, maka pihak pemakai jasa dapat menuntut pihak pengangkut yaitu yang dapat berupa pembatalan perjanjian pengangkutan atau menuntut ganti rugi atau menuntut pembatalan dan ganti rugi.[1]
Pengaturan kewajiban dan hak pihak-pihak dalam pengangkutan laut terdapat dalam Bab V A Buku II KUHD untuk barang dan Bab V B Buku II KUHD untuk penumpang. dua bab ini berlaku sebagai lex specialis pengangkutan laut, sedangkan Bab I sampai dengan Bab IV Buku III KUHPerdata berlaku sebagai lex generalis.
Dalam perjanjian pengangkutan laut, kewajiban pokok pengangkut adalah sebagai berikut :
1.    Menyelenggarakan pengangkutan barang dari pelabuhan pemuatan sampai di pelabuhan tujuan dengan selamat;
2.    Merawat, memelihara, menjaga barang yang diangkut dengan sebaik-baiknya;
3.    Menyerahkan barang yang diangkut kepada penerima dengan sebaik-baiknya dalam keadaan lengkap, utuh, tidak rusak atau tidak terlambat.
Kewajiban pokok ini diimbangi dengan hak atas biaya pengangkutan yang diterima dari pengirim atau penerima. Apabila barang yang diangkut itu tidak diserahkan seluruh atau sebagian atau rusak, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian kepada pengirim. Tetapi pengangkut tidak bertanggung jawab mengganti kerugian apabila ia dapat membuktikan bahwa tidak diserahkan seluruh atau sebagian atau rusaknya barang itu karena :
1.    Suatu peristiwa yang tidak dapat dicegah atau dihindari terjadi;
2.    Sifat, keadaan atau cacat barang itu sendiri;
3.    Kesalahan atau kelalaian pengirim sendiri (Pasal 468 ayat 2 KUHD
Pengangkut hanya bertanggung jawab terhadap pencurian dan kehilangan emas, perak, permata dan barang berharga lainnya, uang dan surat berharga serta kerusakan barang berharga yang mudah rusak, apabila sifat dan harga barang-barang tersebut diberitahukan kepadanya sebelum atau pada saat penerimaan (Pasal 469 KUHD).
Berdasarkan Pasal 491 KUHD, penerima wajib membayar biaya pengangkutan kepada pengangkut setelah penyerahan barang dilakukan di tempat tujuan. Tetapi kebiasaan yang berlaku dan diikuti adalah apabila pengirim menyerahkan barang kepada pengangkut, ia harus membayar biaya pengangkutan lebih dahulu, kemudian baru diperhitungkan dengan penerima. Salah satu alasan bahwa kebiasaan ini diikuti karena pengangkut tidak mempunyai hak retensi bila penerima tidak membayar biaya pengangkutan setelah barang diserahkan kepadanya.
Perjanjian pengangkutan barang melalui kapal laut merupakan bagian dari sub sistem tata hukum nasional, yaitu hukum keperdataan dagang (perusahaan), yang terdiri dari komponen-komponen subsistem : subyek hukum, status hukum, peristiwa hukum, obyek hukum, hubungan hukum dan tujuan hukum.
Subyek perjanjian pengangkutan meliputi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan yang terdiri dari pengangkut, pengirim, penumpang, penerima, eksportir, pengatur muatan, pengusaha pergudangan. Pihak-pihak yang berkepentingan ini dapat berupa pihak yang secara langsung terikat dalam perjanjian yang dibuat, seperti pengangkut, pengirim dan penumpang.
Subyek pengangkutan mempunyai status yang diakui oleh hukum, yaitu sebagai pendukung kewajiban dan hak dalam pengangkutan. Pendukung kewajiban dan hak ini dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum, baik ia pengangkut, pengirim, penerima ataupun eksportir, pengusaha pergudangan, sedangkan penumpang selalu berupa manusia pribadi, tetapi dapat berfungsi ganda yaitu sebagai subyek sekaligus sebagai obyek pengangkutan.
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan mengadakan persetujuan yang meliputi apa yang menjadi obyek pengangkutan, tujuan yang hendak dicapai, syarat-syarat dan cara bagaimana tujuan itu dapat dicapai melalui perjanjian pengangkutan. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam perjanjian itu masing-masing mempunyai kewajiban dan hak secara bertimbal balik.
Tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak yang berkepentingan pada dasarnya meliputi tibanya barang atau penumpang di tempat tujuan dengan selamat dan lunasnya pembayaran biaya pengangkutan. Dalam pengertian tujuan termasuk juga segi kepentingan pihak-pihak dan kepentingan masyarakat, yaitu manfaat apa yang mereka peroleh setelah pengangkutan selesai.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, tujuan hukum pengangkutan adalah terpenuhinya kewajiban dan hak pihak-pihak dalam pengangkutan. Kewajiban pihak pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan dari tempat tertentu ke tempat tujuan dengan alamat. Sedangkan kewajiban pihak pengirim atau penumpang adalah membayar biaya pengangkutan. Tujuan hukum pengangkutan adalah tujuan pihak-pihak dalam pengangkutan yang diakui sah oleh hukum. Tujuan yang diakui sah oleh hukum disebut juga tujuan yang halal.
Tujuan yang halal adalah salah satu unsur Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu unsur keempat : "kausa yang halal", artinya isi perjanjian pengangkutan yang menjadi tujuan itu harus tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Tujuan perjanjian pengangkutan tidak hanya mengenai kepentingan pihak-pihak, melainkan juga kepentingan umum (masyarakat luas).
1.      Tujuan pihak-pihak
Tujuan pihak-pihak yang diakui sah oleh hukum pengangkutan "tiba di tempat akhir pengangkutan dengan selamat" dan lunas pembayaran biaya pengangkutan. Tujuan ini merupakan keadaan yang dicapai setelah perbuatan selesai dilakukan atau berakhir. Tiba di tempat akhir pengangkutan artinya sampai di tempat yang ditetapkan dalam perjanjian pengangkutan. Dengan selamat artinya barang yang diangkut tidak mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan, kemusnahan, tetap seperti semula.
Pengertian "dengan selamat" disini terbatas pada tidak ada pengaruh akibat dari perbuatan, keadaan, kejadian yang datang dari luar barang atau diri penumpang, yang menjadi tanggung jawab pengangkut. Jika pengaruh itu datang dari dalam barang, misalnya terlampau masak, mudah busuk, maka pengangkut tidak bertanggung jawab. Tujuan dari pihak pengangkut adalah memperoleh pembayaran biaya pengangkutan. Pembayaran ini dilakukan pada awal pengangkutan oleh pengirim, atau pada akhir pengangkutan setelah penyerahan barang kepada penerima dan penerima membayar biaya pengangkutan.
2.      Manfaat yang Diperoleh
Tercapainya tujuan perjanjian pengangkutan memberi manfaat atau kenikmatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat luas. Manfaat atau kenikmatan tersebut adalah sebagai berikut :
a.    Dari kepentingan pengirim, pengirim memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial;
b.    Dari kepentingan pengangkutan, pengangkut memperoleh manfaat keuntungan material sejumlah uang atau keuntungan immaterial berupa meningkatkan kepercayaan masyarakat atas jasa pengangkutan yang diusahakan oleh pengangkut;
c.    Dari kepentingan penerima, penerima memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial;
d.    Dari kepentingan penumpang, penumpang memperoleh manfaat kesempatan mengemban tugas, profesi, meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian di tempat yang dituju (tempat baru);
e.    Dari kepentingan masyarakat luas, masyarakat memperoleh manfaat kebutuhan yang merata dan kelangsungan pembangunan.


[1] Wiwoho Soejono, S.H., Hukum Pengangkutan Laut di Indonesia dan Perkembangannya, Yogyakarta : Liberty, 1987, Cet. Ke-1, h.24


Artikel Terkait..:

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar