1. Definisi
Mc Farlane, 1976 dalam
Kyle (1995) mengatakan bahwa caring
merupakan suatu aktivitas yang membantu secara berurutan. Leininger, 1981 dalam
Kyle (1995) mengatakan bahwa caring
merupakan suatu yang bersifat bantuan (assitive), dukungan (Supportif), atau tindakan fasilitatif
untuk individu/kelompok lainnya/mengantisipasi kebutuhan untuk menjadi lebih
baik/cara hidupnya. Griffin, 1983 dalam Kyle (1995) mengatakan bahwa caring adalah suatu aspek aktivitas
tetapi juga menegaskan sikap dan perasaan yang menyokongnya.
Gaut, 1983 dalam Wedho,
U.M. (2000) mengatakan bahwa caring
merupakan suatu proses yang dalam kegiatannya terdiri dari komponen-komponen
yaitu mengkaji kebutuhan klien, memilih dan melakukan tindakan dan menentukan
kriteria keberhasilan klien. Gustafon, 1984 dalam Wedho, U.M. (2000) menyatakan
bahwa caring adalah suatu asuhan yang diberikan secara
total melalui interaksi perawat klien, sedangkan nursing care adalah
prosedur yang dilakukan oleh perawat.
Sabel, 1986 dalam Wedho,
U.M. (2000) mendefinisikan caring sebagai rasa peduli, hormat dan menghargai
orang lain, artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang
dan bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan berperasaan. Marriner-Tomey
1994 dalam Nurachmah (2005) mengatakan caring
merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat
etik dan filosofiliah. Caring bukan semata-mata perilaku. Caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi
tindakan. Caring juga
didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan
perhatian emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et
al,1999 dalam Nurachmah (2005).
Watson dan Kolega (1979) menyajikan dua komponen caring yang meliputi kegiatan-kegiatan instrumental (penolong) dan expressive
(kegiatan yang menyatakan perasaan). Selanjutnya Watson 1988 dalam Wedho, U.M. (2000)
mengembangkan teori tentang caring yaitu Theory of Human Care. Teori ini
mempertegas jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan
penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi klien sebagai manusia, dengan
demikian mempengaruhi kesanggupan klien untuk sembuh.
2. Caring Sebagai Suatu Konsep
Dalam suatu analisa
komparatif yang luas terhadap teori caring,
Morse et al 1993 dalam Mc Kenna G (1999) menguji kerja dari 23 Theorists dan
mengidentifikasi lima perbedaan konseptualisasi dari caring, 1) caring
sebagai human trait (mencirikan
manusia) : suatu komponen esensial dari manusia umumnya dan melekat dalam
diri semua orang, 2) caring sebagai suatu moral imperative (bentuk
moral) : menyangkut pemeliharaan martabat dan respek bagi klien sebagai
manusia. 3) caring sebagai
suatu affect (emosi kasihan) : menggambarkan suatu emosi/perasaan
keharusan/kasihan, dimana perasaan tersebut harus ada dalam diri setiap perawat
supaya bisa merawat klien, 4) caring sebagai interaksi interpersonal : meliputi
komunikasi perawat. Klien, saling percaya/rasa penuh hormat dan bertanggung
jawab terhadap satu dan lainnya, 5) caring
sebagai suatu intervensi terapeutik : suatu tindakan yang berlainan yang
dilakukan perawat dalam memenuhi kebutuhan klien.
Wedho, U.M. (2000)
mengatakan bahwa perawat harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang
cukup sebagai dasar dalam melakukan caring.
Dalam hal ini adalah kondisi-kondisi klien yang membutuhkan tindakan caring seperti mendengar dengan
aktif, mendidik klien, menjadi Penasehat klien, menyuruh, memahami klien dan
kemampuan teknik, atau juga caring
bisa meliputi tindakan-tindakan keperawatan (prosedur/intervensi keperawatan)
yang membantu klien.
3. Komponen Caring
American Nurse
Association/Anna, 1965 dalam
Mc Daniel (1990) menggambarkan keperawatan merupakan caring for dan caring
about orang lain. Caring for adalah kegiatan-kegiatan dalam memberi asuhan
keperawatan seperti prosedur keperawatan, membantu memenuhi kebutuhan dasar
klien seperti memandikan, menggosok punggung. Caring about berkaitan dengan
kegiatan sharing/membagi pengalaman-pengalaman seseorang dan
keberadaannya. Watson 1985 dalam Mc Daniel (1990) mengatakan bahwa perawat
perlu menampilkan sikap empatis, jujur dan tulus dalam melakukan caring
about.
Watson et all, 1979
dipuji oleh Wolf, 1986 dalam Kyle (1995) karena menggunakan suatu model caring yang berfokus pada perlaku caring yang didasarkan
kegiatan instrumental (menolong) dan kegiatan yang expressive (menyatakan
perasaan). Aktivitas instrumental dibagi 2 yaitu aktivitas fisik berorientasi
pada tingkah laku membantu seperti prosedur-prosedur dan aktivitas fisik yang berorientasi
pada kognitif seperti mengajar. Aktivitas expressive tercipta saat hubungan klien dan bercirikan :
keyakinan, hubungan saling percaya, harapan, peka/sensitif, sentuhan,
keramahan, keikhlasan, support, pengawasan, kenyamanan/menghibur.
Griffin, 1983 dalam
Mc Kenna G (1993), dalam analisis philosophi, mengidentifikasi aspek complementary
dari model caring yaitu aktivitas, sikap dan perasaan.
4. Perilaku Caring
Kurt Lewin, 1951 dalam
Azwar S (1995), mengatakan bahwa model perilaku (behavior) merupakan
interaksi fungsi karakteristik individu
(personal) dan lingkungan (environment). Karakteristik individu meliputi
berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, bahkan
kadang-kadang kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu.
Perilaku manusia tidaklah sederhana untuk dipahami dan diprediksikan. Begitu
banyak faktor internal dan eksternal dari dimensi masa lalu, saat ini dan masa
datang yang ikut mempengaruhi perilaku manusia.
Widayatun (1996),
mengatakan bahwa manusia berperilaku / beraktifitas karena adanya kebutuhan
untuk mencapai suatu tujuan. Dengan adanya kebutuhan dalam diri seseorang maka
akan muncul motivasi/pendorong sehingga individu/manusia itu beraktifitas / berperilaku,
barulah tujuan tercapai dan individu mengalami kepuasan.
Weiss, 1988 dalam
Mc Kenna G (1993) mengusulkan suatu model caring yang terdiri dari tiga komponen perilaku yaitu
verbal, non verbal dan teknikal. Wedho U.M. (2000), mengatakan bahwa perilaku caring terdiri dari verbal dan non
verbal. Perilaku verbal meliputi : 1) memberikan tanggapan dengan kata-kata
terhadap keluhan klien, 2) memberikan penjelasan kepada klien sebelum
melahirkan tindakan, 3) menanyakan klien tentang keadaan fisiknya untuk lebih
absah, 4) mengungkapkan secara verbal status emosi klien, 5) membagi
perasaan/pengamatan pribadi/ pengungkapan diri sebagai respon terhadap
pengungkapan kekhawatiran klien, 6) memberi keyakinan secara verbal kepada
klien selama perawatan, 7) membahas/mendiskusikan masalah-masalah yang dialami
klien dari pada masalah kesehatan yang baru dialami. Perilaku non verbal dalam caring
meliputi : 1) berdiri di samping tempat tidur klien, 2) menyentuh klien, 3)
mempertahankan kontak mata selama interaksi dengan klien, 4) memasuki ruangan
klien tanpa diminta terlebih dahulu, 5) memberikan tindakan untuk kenyamanan
fisik.
5. Faktor Carative Dalam Perilaku
Caring
Watson, 1988 dalam
Nurrachmah (2005) menekankan bahwa dalam sikap caring ini harus tercermin dalam 10 (sepuluh) faktor carative, yaitu : 1) Pembentukan sistem nilai humanistik
dan altruistik, 2) Memberikan kepercayaan-harapan, 3) Menumbuhkan sensitifan
terhadap diri dari orang lain, 4) Mengembangkan hubungan saling percaya, 5) Meningkatkan
dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien, 6) Penggunaan
sistimatis metoda penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan, 7) Peningkatan
dan pengajaran interpersonal, 8) Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosio
kultural dan spiritual yang mendukung, 9) Memberikan bimbingan dan memuaskan
kebutuhan manusiawi, 10) Mengizinkan terjadinya tekanan yang bersifat
fenomenologis.
Namun faktor
carative yang diteliti adalah :
a.
Pembentukan
sistem nilai humanistik dan altruistik (Watson, 1988).
Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan
sesuatu kepada klien, serta memberikan dukungan sosial untuk memenuhi kebutuhan
dan meningkatkan status kesehatannya. Selain itu, perawat juga memperlihatkan
kemampuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan.
b.
Memberikan
kepercayaan-harapan (Watson, 1988).
Hal ini dilakukan dengan cara memfasilitasi dan
meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik, dan memberi keyakinan bahwa
kehidupan dan kematian sudah ditentukan sesuai takdir. Disamping itu, perawat
meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan pertama.
c.
Menumbuhkan
sensitifan terhadap diri dari orang lain (Watson, 1988).
Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan
kepada klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni dan
bersikap wajar pada orang lain, dapat mengendalikan perasaan ketika klien
bersikap kasar terhadap diri (perawat),
dan mampu meluluskan keinginan klien terhadap sesuatu yang logis.
d.
Meningkatkan
dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien (Watson, 1988).
Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua
keluhan dan perasaan klien tentang keinginannya untuk sembuh dan apa yang akan
dilakukan jika sembuh, memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya baik positif
maupun negatif dan menerima aspek positif maupun negatif sebagai bagian dari
kekuatan yang dimilikinya.
e.
Interaksi
interpersonal (Morse et al, 1993)
Hubungan perawat-klien tidak sekedar hubungan mutualis.
Kelemahan yang ada pada perawat dan klien menjadi hilang ketika masing-masing
pihak terlibat interaksi, mencoba memahami kondisi masing-masing. Perawat
menggunakan keterampilan komunikasi interpersonalnya untuk mengembangkan
hubungan dengan klien yang akan menghasilkan pemahaman tentang klien sebagai
manusia yang utuh. Hubungan semacam ini bersifat terapeutik yang akan
meningkatkan psikologi yang kondusif dan memfasilitasi perubahan dan
perkembangan positif pada diri klien, hubungan ini difokuskan pada tujuan utama
untuk memenuhi kebutuhan klien. Hubungan yang saling membantu antara
perawat-klien tidak begitu saja terjadi. Hal ini dibangun secara cermat ketika
perawat melakukan teknik komunikasi terapeutik.
f.
Suatu
intervensi terapeutik (Morse et al, 1993)
Kreasi dari lingkungan yang terapeutik memacu kemampuan
perawat untuk menghasilkan kenyamanan fisik dan psikososial pada klien. Peran
mendasar perawat adalah meyakinkan bahwa kebutuhan fisiologi klien benar-benar
terpenuhi. Sebagai contoh, perawat mengatur posisi klien agar dapat bernapas
dengan normal dan tidur secara nyaman tanpa gangguan. Tindakan yang dilakukan
perawat terhadap klien selalu dipertimbangkan atas keinginan klien. Sehingga
hubungan yang terjadi benar-benar sebagai hubungan mutualis dan sebagai sarana
agar kebutuhan klien dapat terpenuhi.
Pengaruh
Perilaku caring Perawat Terhadap Tingkat Kepuasan Klien.
Kepuasan
pelanggan/klien mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang
dirasakan. Karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan (produk)
seseorang, maka pelangganlah yang menentukan kualitas suatu produk jasa
pelayanan. Ada beberapa unsur penting dalam kualitas yang ditetapkan pelanggan,
yaitu : 1) pelanggan harus merupakan prioritas utama organisasi, 2) pelanggan
yang dapat diandalkan merupakan pelanggan yang paling penting, yaitu pelanggan
yang menggunakan jasa berkali-kali, 3) kepuasan pelanggan dijamin dengan
menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan perbaikan terus menerus
(Nasution, 2001).
Asuhan
keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat
dapat memperlihatkan sikap caring kepada klien. Dalam memberikan asuhan,
perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberi
harapan, selalu berada di samping klien, dan bersikap caring sebagai media
pemberi asuhan (Curruth et all, 1999 dalam Nurachmah, 2005).
Kunci
membentuk faktor kepuasan pada pelanggan adalah mendapatkan perawat berhubungan
langsung dengan klien dan memberdayakan perawat untuk mengambil tindakan yang
diperlukan untuk memuaskan para klien. Perilaku caring seyogyanya harus tumbuh
dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Perilaku caring
bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawat yang bersifat tindakan
fisik, tetapi juga mencerminkan diri perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan. Jadi, interaksi antara perawat dan klien merupakan unsur yang sangat
penting dalam pembentukan focus kepuasan
pada pelanggan (Nasution, 2001).