Proses beracara dalam Pengadilan Perdata
diatur dalam HIR dan uu No 14 tahun 1970, yang mencakup:
TAHAPAN-TAHAPAN DALAM PERADILAN PERDATA:
A. TAHAP ADMINISTRATIF
a.
Penggugat
memasukkan surat gugatan ke Pengadilan Negeri yang berwenang
Menurut pasal 118 HIR, ditentukan bahwa kewenangan Pengadilan Negeri yang berhak untuk memeriksa perkara adalah:
Menurut pasal 118 HIR, ditentukan bahwa kewenangan Pengadilan Negeri yang berhak untuk memeriksa perkara adalah:
1. Pengadilan Negeri dimana terletak tempat
diam (domisili) Tergugat.
2. Apabila Tergugat lebih dari seorang, maka
tuntutan dimasukkan ke dalam Pengadilan Negeri di tempat diam (domisili) salah
seorang dari Tergugat tersebut. Atau apabila terdapat hubungan yang berhutang
dan penjamin, maka tuntutan disampaikan kepada Pengadilan Negeri tempat
domisili sang berhutang atau salah seorang yang berhutang itu.
3. Apabila Tergugat tidak diketahui tempat
domisilinya atau Tergugat tidak dikenal, maka tuntutan dimasukkan kepada
Pengadilan Negeri tempat domisili sang Penggugat atau salah seorang Penggugat.
Atau apabila tuntutan tersebut mengenai barang tetap, maka tuntutan dimasukkan
ke dalam Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya barang tersebut terletak.
4. Tuntutan juga dapat dimasukkan ke
Pengadilan Negeri yang telah disepakati oleh pihak Penggugat
a) Penggugat membayar biaya perkara,
b) Penggugat mendapatkan bukti pembayaran
perkara,
c) Penggugat menerima nomor perkara (roll).
Hak dan Kewajiban Tergugat/Penggugat:
Dalam
hal pemahaman bahasa:
Pasal
120: Bilamana Penggugat buta huruf, maka surat gugatnya yang dapat dimasukannya
dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri yang mencatat gugatan itu.
Pasal 131:
Pasal 131:
1.
Jika kedua
belah pihak menghadap, akan tetapi tidak dapat diperdamaikan (hal ini mesti
disebutkan dalam pemberitahuan pemeriksaan), maka surat yang dimasukkan oleh
pihak-pihak dibacakan, dan jika salah satu pihak tidak paham bahasa yang
dipakai dalam surat itu diterjemahkan oleh juru bahasa yang ditunjuk oleh ketua
dalam bahasa dari kedua belah pihak.
2.
Sesudah itu
maka penggugat dan tergugat didengar kalau perlu memakai seorang juru bahasa.
3.
Jika juru bahasa
itu bukan berasal dari juru bahasa pengadilan negeri yang sudah disumpah, maka
harus disumpah terlebih dahulu di hadapan ketua.
Ayat ketiga dari pasal 154 berlaku bagi juru bahasa.
Ayat ketiga dari pasal 154 berlaku bagi juru bahasa.
Dalam hal gugatan balik: Pasal 132 a:
1.
Tergugat berhak dalam tiap-tiap perkara memasukkan
gugatan melawan/gugat balik, kecuali:
1e. kalau penggugat memajukan
gugatan karena suatu sifat, sedang gugatan melawan itu akan mengenai dirinya
sendiri dan sebaliknya;
2e. kalau pengadilan negeri yang memeriksa surat gugat penggugat tidak berhak memeriksa gugatan melawan itu berhubung dengan pokok perselisihan
3e. dalam perkara perselisihan tentang menjalankan keputusan.
2e. kalau pengadilan negeri yang memeriksa surat gugat penggugat tidak berhak memeriksa gugatan melawan itu berhubung dengan pokok perselisihan
3e. dalam perkara perselisihan tentang menjalankan keputusan.
2.
Jikalau dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak
dimajukan gugat melawan, maka dalam bandingan tidak dapat memajukan gugatan
itu.
Dalam hal kewenangan Pengadilan:
Dalam hal kewenangan Pengadilan:
Pasal 134: Jika perselisihan itu
suatu perkara yang tidak masuk kekuasaan pengadilan negeri maka pada setiap
waktu dalam pemeriksaan perkara itu dapat diminta supaya hakim menyatakan
dirinya tidak berkuasa dan hakimpun wajib mengakuinya karena jabatannya.
Dalam hal pembuktian:
Pasal 137: Pihak-pihak dapat
menuntut melihat surat-surat keterangan lawannya dan sebaliknya surat mana
diserahkan kepada hakim untuk keperluan itu.
Dalam hal berperkara tanpa biaya:
Dalam hal berperkara tanpa biaya:
Pasal 237: Orang-orang yang
demikian, yang sebagai Penggugat, atau sebagai tergugat hendak berperkara akan
tetapi tidak mampu membayar biaya perkara, dapat diberikan izin untuk
berperkara dengan tak berbiaya.
Pasal 238:
Pasal 238:
(1) Apabila penggugat menghendaki
izin itu, maka ia memajukan permintaan untuk itu pada waktu memasukkan surat
gugatan atau pada waktu ia memajukan gugatannya dengan lisan, sebagaimana
diatur dalam Pasal 118 dan 120.
(2) Apabila izin dikehendaki oleh tergugat, maka izin itu diminta pada waktu itu memasukkan jawabnya yang dimaksudkan pada Pasal 121.
(3) Permintaan dalam kedua hal itu harus disertai dengan surat keterangan tidak mampu, yang diberikan oleh Kepala polisi pada tempat tinggal si pemohon yang berisi keterangan yang menyatakan bahwa benar orang tersebut tidak mampu.
Penentuan hari sidang:
(2) Apabila izin dikehendaki oleh tergugat, maka izin itu diminta pada waktu itu memasukkan jawabnya yang dimaksudkan pada Pasal 121.
(3) Permintaan dalam kedua hal itu harus disertai dengan surat keterangan tidak mampu, yang diberikan oleh Kepala polisi pada tempat tinggal si pemohon yang berisi keterangan yang menyatakan bahwa benar orang tersebut tidak mampu.
Penentuan hari sidang:
Pasal 122 : Ketika menentukan
hari persidangan maka ketua menimbang jauh letaknya tempat diam atau tempat
tinggal kedua belah pihak daripada tempat pengadilan negeri bersidang, dan
dalam surat perintah sedemikian, maka waktu antara memanggil kedua belah pihak
dan hari persidangan ditetapkan, kecuali dalam hal yang perlu sekali, tidak
boleh kurang dari tiga hari pekerjaan.
Kemungkinan- kemungkinan yang dapat
terjadi pada sidang pertama:
1.Penggugat hadir, tergugat tidak hadir Pasal 125
1) jikalau
si Tergugat, walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap Pengadilan Negeri
pada hari yang telah ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh seorang lain
menghadap selaku wakilnya, maka tuntutan itu diterima dengan keputusan tak
hadir, kecuali jika tuntutan itu melawan hak atau tidak beralasan.
2) Penggugat
tidak hadir, Tergugat hadir Pasal 124: jikalau si Penggugat, walaupun
dipanggil dengan patut, tidak menghadap Pengadilan Negeri pada hari yang telah
ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya,
maka tuntutannya dipandang gugur dan si penggugat dihukum membayar biaya
perkara; akan tetapi si penggugat berhak, sesudah membayar biaya tersebut,
memasukkan tuntutannya sekali lagi.
3) Kedua
belah pihak tidak hadir. Ada anggapan bahwa demi kewibawaan badan peradilan
serta agar jangan sampai ada perkara yang berlarut-larut dan tidak
berketentuan, maka dalam hal ini gugatan perlu dicoret dari daftar dan dianggap
tidak pernah ada.
4) Kedua
belah pihak hadir. Apabila kedua belah pihak hadir, maka sidang pertama dapat
dimulai dengan sebelumnya hakim menganjurkan mengenai adanya perdamaian di
antara kedua belah pihak tersebut.
Hak dan Kewajiban Hakim
Hak:
- Dalam hal pemberian nasehat
Pasal 119: Ketua Pengadilan Negeri berkuasa
memberi nasehat dan pertolongan kepada Penggugat atau wakilnya tentang hal
memasukkan surat gugatnya.
Pasal 132: Ketua berhak, pada waktu memeriksa, memberi penerangan kepada kedua belah pihak dan akan menunjukan supaya hukum dan keterangan yang mereka dapat dipergunakan jika ia menganggap perlu supaya perkara berjalan dengan baik dan teratur.
Pasal 132: Ketua berhak, pada waktu memeriksa, memberi penerangan kepada kedua belah pihak dan akan menunjukan supaya hukum dan keterangan yang mereka dapat dipergunakan jika ia menganggap perlu supaya perkara berjalan dengan baik dan teratur.
- Dalam hal kewenangan hakim:
Pasal 159 ayat (4): Hakim berwenang untuk menolak
permohonan penundaan sidang dari para pihak, kalau ia beranggapan bahwa hal
tersebut tidak diperlukan.
Pasal 175: Diserahkan kepada timbangan dan hati-hatinya hakim untuk menentukan harga suatu pengakuan dengan lisan, yang diperbuat di luar hukum.
Pasal 180
(1) Ketua PN dapat memerintahkan supaya suatu keputusan dijalankan terlebih dahulu walaupun ada perlawanan atau bandingnya, apabila ada surat yang sah, suatu tulisan yang menurut aturan yang berlaku yang dapat diterima sebagai bukti atau jika ada hukuman lebih dahulu dengan keputusan yang sudah mendapat kekuasaan yang pasti, demikian juga dikabulkan tuntutan dahulu, terlebih lagi di dalam perselisihan tersebut terdapat hak kepemilikan.
(2) Akan tetapi dalam hal menjalankan terlebih dahulu ini, tidak dapat menyebabkan sesorang dapat ditahan.
Kewajiban:
- Dalam hal pembuktian:
Pasal 172: Dalam hal menimbang harga kesaksian,
hakim harus menumpahkan perhatian sepenuhnya tentang permufakatan dari
saksi-saksi; cocoknya kesaksian yang diketahui dari tempat lain tentang perkara
yang diperselsiihkan; tentang sebab-sebab yang mungkin ada pada saksi itu untuk
menerangkan duduk perkara dengan cara begini atau begitu; tentang perkelakuan
adat dan kedudukan saksi, dan pada umumnya segala hal yang dapat menyebabkan
saksi-saksi itu dapat dipercaya benar atau tidak.
Pasal 176: Tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya, dan hakim tidak bebas untuk menerima sebagian dan menolak sebagian lagi, sehingga merugikan orang yang mengaku itu, kecuali orang yang berutang itu dengan masksud akan melepaskan dirinya, menyebutkan perkara yang terbukti dengan kenyataan yang dusta.
Pasal 176: Tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya, dan hakim tidak bebas untuk menerima sebagian dan menolak sebagian lagi, sehingga merugikan orang yang mengaku itu, kecuali orang yang berutang itu dengan masksud akan melepaskan dirinya, menyebutkan perkara yang terbukti dengan kenyataan yang dusta.
- Dalam hal menjatuhkan putusan:
Pasal 178
(1) Hakim karena jabatannya, pada waktu bermusyawarah wajib mencukupkan segala alasan hukum, yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak.
(2) Hakim wajib mengadili atas
seluruh bagian gugatan.
(3) Ia tidak diijinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari yang digugat.
- Dalam hal pemeriksaan perkara di muka pengadilan:
Pasal 372:
(1) Ketua-ketua majelis pengadilan diwajibkan memimpin pemeriksaan dalam persidangan dan pemusyawaratan.
(2) Dipikulkan juga pada mereka kewajiban untuk memelihara ketertiban baik dalam persidangan; segala sesuatu yang diperintahkan untuk keperluan itu, harus dilakukan dengan segera dan seksama.
UU No. 14 Tahun 1970
Tugas Hakim:
Pasal 2 ayat (1): Tugas pokok daripada hakim
adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara
yang diajukan kepadanya.
Pasal 5 ayat (2): Dalam perkara perdata hakim harus membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
Pasal 14 ayat (1): Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan ia wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Upaya Hukum:
Sifat dan berlakunya upaya hukum berbeda
tergantung apakah merupakan upaya hukum biasa atau upaya hukum luar biasa.
1.Upaya Hukum Biasa:
Upaya hukum ini pada azasnya terbuka untuk setiap
putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh UU. Upaya hukum ini bersifat
menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara.
Upaya hukum biasa ini terbagi dalam:
a. Perlawanan; yaitu upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat. Pada dasarnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang dikalahkan. Bagi penggugat yang dengan putusan verstek dikalahkan tersedia upaya hukum banding.
b. Banding; yaitu pengajuan perkara kepada pengadilan yang lebih tinggi untuk dimintakan pemeriksaan ulangan.
c.
Prorogasi; yaitu mengajukan suatu sengketa berdasarkan suatu
persetujuan kedua belah pihak kepada hakim yang sesungguhnya tidak wenang
memeriksa sengketa tersebut, yaitu kepada hakim dalam tingkat peradilan yang
lebih tinggi.
d. Kasasi; yaitu tindakan MA untuk menegakkan dan membetulkan hukum, jika hukum ditentang oleh putusan-putusan hakim pada tingkatan tertinggi. Alasan-alasan hukum yang dipergunakan dalam permohonan kasasi adalah:
d. Kasasi; yaitu tindakan MA untuk menegakkan dan membetulkan hukum, jika hukum ditentang oleh putusan-putusan hakim pada tingkatan tertinggi. Alasan-alasan hukum yang dipergunakan dalam permohonan kasasi adalah:
1)
Tidak
berwenang atau emlampaui batas wewenang,
2)
Salah
menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku,
3)
Lalai
memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
2. Upaya Hukum Luar Biasa
2. Upaya Hukum Luar Biasa
- Peninjauan Kembali; yaitu peninjauan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dengan syarat terdapat hal-hal atau keadaan yang ditentukan oleh UU.
- Derdenverzet atau Perlawanan Pihak Ketiga; yaitu perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga terhadap putusan yang merugikan pihaknya. Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yang bersangkutan dengan cara biasa. Apabila perlawanannya itu dikabulkan, maka putusan yang dilawan itu diperbaiki sepanjang merugikan pihak ketiga.
Artikel Terkait..:
hukum
- Jenis - Jenis Perlindungan Kerja (Hukum Perdata)
- Bentuk - Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
- Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
- POKOK-POKOK UPAYA HUKUM PERDATA
- Pengertian Monopoli dan Persaingan Curang
- Ruang Lingkup Hukum Antimonopoli
- Tinjauan Yuridis tentang Tenaga Kerja
- Delik (Tindak Pidana) Phedofilia
- Akibat-akibat yang Timbul Dari Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Kapal Laut
- Terjadinya Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Kapal Laut
- Hukum dan Perubahan Sosial
- Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Kredit
- Asas-Asas Dalam Perjanjian
- Dasar - Dasar Pidana dan Pemidanaan
- Anak dan Defenisinya dalam Hukum Pidana
- Delik (Tindak Pidana) Pencurian
- Unsur-Unsur Delik (Tindak Pidana)
- Pengertian Delik (tindak pidana)
- Hukum Perburuhan dan Perkembangan Masyarakat
- PEMAHAMAN DASAR TENTANG HUKUM DAN HUKUM PERBURUHAN
- Masyarakat Madani dan HAM
- Bahasa Hukum Indonesia dan Permasalahannya
- PENGERTIAN BERBAGAI TERMINOLOGI HUKUM
- STRUKTUR DAN ANATOMI AKTA KONTRAK.
- PROSES PENYELESAIAN PERKARA DI PERADILAN MILITER