Eksistensi peradilan agama.
Sebelum diberlakukan Undang undang no. 7
Tahun 1989 Tentang peradilan Agama, peradilan Agama yang ada di Indonesia
adalah beraneka nama dan dikategorikan sebagai peradilan Kuasi, karena berlandaskan
ketentuan yang terdapat pada pasal 63 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, maka semua Putusan p[engadilan Agama harus dikukuhkan di
pengadilan Umum. Padahal secara yuridis formil dalam pasal 10 Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman dinyatakan,
bahwa
ada empat lingkungan peradilan di Indonesia. Yaitu:
ada empat lingkungan peradilan di Indonesia. Yaitu:
a. Peradilan
Umum.
b. Peradilan
Agama,
c. Peradilan
Militer
d. Peradilan
Tata Usaha Negara
Ketentuan diatas menegaskan, bahwa ada 4
lingkungan peradilan yang setara di Indonesia, yaitu peradila umum peradilan
Agama, peradilan Militer dan peradilan tata usaha Negara. Pernyataan keempat
kesetaraan lingkungan peradilan yang ada di Indonesia.
Dalam Pasal 2 Undang- uindang Nomor 7
tahun 1989 Tetang peradilan Agama dinyatakan, bahwa “peradilan Agama merupakan
salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang
beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam
Undang-undang ini.” Ketentuan dalam pasal 2 tersebut di atas tetap
dipertahankan dengan mengalami sedikit perubahan dengan cara menghilankan kata
“perdata” dalam amandemen terhadap ketentuan pasal 2 tersebut. sehingga dalam
pasal 2 hasil amandemen undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan
agama dengan sebutan Undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
peradilan Agama disebutkan , bahwa “ peradilan agama adalah salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam mengenai
perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini”.
Tugas – Tugas Pengadilan Agama
Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman dinyatakan, bahwa kekuasaan kehakiman
adala kekuasaan kehakiman Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terselenggaranya
Negara Hukum republic Inmdonesia. Oleh karena itu, pengadilan Agama adalah
sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman disamping tiga peradilan
lainnya.
Selanjutnya pasal 2 ayat (1)
Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan ketentuan pokok kekuasaan
kehakiman jo pasal 47 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman telah menyebutkan secara enumerative tugas pokok peradilan agama,
yaitu menerima, memeriksa , mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan
kepadanya.
Pengadilan tinggi agama sebagai
peradilan agama tingkat bandingoleh pasal 51 ayat (1) Undang-Undang nomor 7
tahun 1989 tentang peradilan Agama mengenai tugas dan wewenang mengadili
perkara yang menjadi kewenangan pengadilan Agama tingkat pertama. Selain tugas
dan wewenang diatas, pasal 51 ayat dua menyatakan, bahwa pengadilan tinggi
agama juga bertugas dan berwenang mengadili ditingkat pertama dan terakhir
sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan Agama dan daerah Hukumnya.
Pengadilan Agama, oleh pasal 52 ayat (1)
dinyatakan, bahwa selain mempunyai tugas pokok juga mempunyai tugas tambahan,
yaitu dapat memberika keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum islam
kepada instansi pemerintah didaerah hukumnya apabila diminta. Begitu juga
dengan kewenangan yang diberikan oleh pasal 52 ayat (2) Undang undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
peradilan Agama yang menyebutkan bahwa pengadilan agama dapat melaksanakan
tugas dan kewenangan lain yang diserahkan kepadanya berdasarkan Undang-undang.