Kita
sekarang sudah sampai ke tingkat peradaban manusia sedemikian rupa, dimana
masyarakat sudah ditata secara sangat maju. Maka sekalian pekerjaan hukum juga
ditempatkan dalam konteks dan bingkai penataan masyarakat yang sudah dilakukan
sangat maju dan rasional. Masyarakat di dunia sudah berubah dari masyarakat
yang tradisional menjadi sesuatu yang serba ditata dan tertata secara lebih
rasional. Dengan demikian ia sudah menjadi masyarakat yang sarat dengan
berbagai konstruksi, atau suatu masyarakat yang dikonstruksikan secara
rasional. Hukum menjadi bagian dari konstruksi tersebut, dan dengan demikian bersifat
artifisial.
Kenyataan
ini menunjukkan, bahwa dalam pembuatan hukum serta penegakan hukum semua itu
tidak terlepas dari perilaku hukum masyarakat. Maka sudah semestinya apa yang
dikatakan oleh Prof Tjip, sebutan
akrab dari tokoh sosologi hukum Indonesia
yang mencetuskan teori hukum progresif
dengan gagasan bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya.[1] Apabila kita berpegangan pada keyakinan bahwa
manusia itu adalah untuk hukum, maka manusia itu akan selalu diusahakan,
mungkin juga dipaksakan, untuk bisa masuk ke dalam skema-skema yang telah
dibuat oleh hukum.
Suatu
masyarakat senantiasa mempunyai aspek struktural dan prosedural, oleh karena
masyarakat sekaligus merupakan wadah dan proses kehidupan bersama manusia. Oleh
karena itu lazim dikatakan, bahwa masyarakat terdiri dari aspek yang relatif
statis dan dinamis. Aspek yang relatif statis terwujud dalam struktur sosial,
sedangkan aspek dinamisnya terwujud dalam proses sosial. Kesemuanya itu
merupakan unsur-unsur pokok dari suatu sistem kemasyarakatan (societal-system).[2]
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa hukum dan perubahan sosial merupakan
salah satu bagian dari dinamika sosial atau dinamika masyarakat.
Membaca
dinamika hukum dan perubahan sosial hendaknya menempatkan hukum pada ruang sosial
yang lebih luas. Seperti halnya, dalam suasana keterpurukan seperti ini kita
terdorong untuk mengajukan berbagai pertanyaan mendasar; seperti: “kita
bernegara hukum untuk apa?” Hukum itu mengatur masyarakat semata-mata untuk
mengatur atau untuk suatu tujuan yang lebih besar?[3] Dibalik
pertanyaan ini terkesan memberikan pendapat bahwa hukum hendaknya bisa
mendatangkan kebahagiaan bagi yang membutuhkannya.
Sudah
tentu pembicaraan mengenai perubahan sosial lebih baik diawali dengan suatu
pembahasan ringkas mengenai konsepnya. Suatu konsep merupakan hasil proses
abstraksi yang dilakukan terhadap gagasan-gagasan atau pengalaman-pengalaman
secara empiris. Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami
perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan di dalam masyarakat mungkin berkaitan
dengan nilai-nilai, kaidah-kaidah pola sikap dan seterusnya.[4]
Bagaimana
hukum menjadi sebuah diskursus dari arus perubahan sosial yang begitu cepat
mengikuti perkembangan jaman. Kita ingat sebagaimana kelompok-kelompok wanita,
warga Bali dan Yogyakarta menolak RUU Anti
Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Bagi mereka RUU APP akan mengakhiri
keragaman budaya dan pembunuhan karakter terhadap individu seniman, khususnya
wanita untuk mengatur tubuhnya sendiri. Berbagai penolakan itu membuktikan
telah terjadi pergeseran nilai dalam struktur sosial masyarakat, yang mana
hukum berusaha mereduksi persoalan pornografi dan pornoaksi masuk ke dalam
upaya kriminalisasi.
Oleh
karena itu dapatlah dikatakan bahwa perubahan sosial seketika dapat mendorong
terjadinya perubahan pada lembaga-lembaga sosial yang mempengaruhi sistem
sosial, termasuk nilai-nilai, sikap-sikap dan pola prilaku di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat. Seperti apa yang dikatakan oleh Van Doorn;[5]
hukum adalah skema yang dibuat untuk menata (prilaku) manusia, tetapi manusia
itu sendiri cenderung terjatuh di luar skema yang diperuntukkan baginya, ini
disebabkan faktor pengalaman, pendidikan, tradisi, dan lain-lain yang
mempengaruhi dan membentuk prilakunya.
Interaksi antara hukum dan masyarakat
dipertajam oleh kehadiran hukum modern yang segala sudut pandangnya dialogis
terhadap prinsip rasionalitas. Artinya hukum hanya berdaya-guna bila memiliki
kebenaran rasional, sebuah kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan
prinsip-prinsip logis-kritis. Rasionalitas itu memaksa hukum menjamin kepastian
demi terwujudnya keadilan. Persoalannya keadilan yang dimaksud ialah keadilan
hukum, sebagai ranah dari penjelmaan doktrin positivisme hukum. Keadilan hukum
semata-mata hanya akan menjalankan hukum secara praktikal sesuai dengan
prosedur hukum demi terwujudnya nilai kepastian hukum.
Pemahaman tentang hukum seperti demikian itu
berimbas pula pada pemahaman antara keterkaitan hukum dan kepastian hukum
menjadi relatif. Hukum tidak serta merta menciptakan kepastian hukum. Yang
benar adalah bahwa hukum menciptakan kepastian peraturan, dalam arti adanya
peraturan seperti undang-undang.[6]
Lebih jauh Charles Sampford melakukan kritik terhadap ajaran dari
postivisme hukum yang melihat sisi hukum hanya pada ranah kepastian hukum saja,
ia mengatakan; hukum itu penuh dengan ketidakteraturan (the disorder of law).[7]
Kalau para ahli hukum mengatakan, bahwa hukum itu harus dijalankan dengan penuh
kepastian dan keteraturan, maka itu sebetulnya bertolak dari kepentingan
profesi yang mereka lakoni pada waktu itu saja, dan bukan hal yang sebenarnya.
Sebab bagaimana ahli hukum bisa bekerja
dengan tenang, kalau hukum yang mereka gunakan itu banyak mengandung
ketidakpastian. Dengan demikian, menurut Sampford, kepastian hukum itu
lebih merupakan keyakinan yang dipaksakan daripada keadaan yang sebenarnya.[8]
Ternyata peraturan bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan munculnya
kepastian tersebut, melainkan juga faktor lain, seperti tradisi dan prilaku.
Akhir dari itu semua, bahwa hukum merupakan
ekspresi dari kehendak sosial masyarakat, ia akan selalu fluktuatif berdasarkan
dengan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan prilaku sosial masyarakat.
Keadilan sosial akan menjadi pintu terakhir dari cita-cita hukum setiap bangsa,
atau rumusan yang lebih konkret adalah
yang dikatakan oleh Gustav Radbruch; yaitu hukum adalah kehendak untuk
bersikap adil.[9]
Sisanya hanya adil untuk siapa? dan untuk apa?. Hal inilah yang menjadi pokok
bahasan pada bagian selanjutnya, yaitu; refleksi filsafat hukum dalam menuai
catatan akhir mencari reposisi keadilan sesungguhnya.
[1]
Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Jagat
Ketertiban, UKI PRESS, Jakarta,
2006, hal 151. Sejak hukum itu diadakan tidak untuk diri dan kepentingan
sendiri, melainkan untuk bekerja dalam masyarakat, maka hukum sebagai
konstruksi dihadapkan kepada lingkungan yang alami. Sebuah konstruksi harus
bekerja dalam lingkungan yang alami. Keadaan ini menimbulkan banyak persoalan
dan komplikasi. Hukum tidak selalu berhasil dengan baik untuk memproyeksikan
“keinginannya” ke dalam masyarakat. Secara padat bisa daikatakan, bahwa “hukum
bekerja dan tertanam dalam sebuah matriks sosio-kultural. Ibid hal 142.
[2]
Soerjono Soekanto, Pendekatan Sosiologi
Terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta,
1988, hal 49.
[3]
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum
Progresif, Cet II, Buku Kompas, Jakarta,
2007, hal 9.
[4]
Soerjono Soekanto, Pendekatan..Op.,Cit,
hal 52.
[5] Satjipto
Rahardjo, Membedah Hukum..Op.,Cit,
hal 4.
[6]
Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir,
Buku Kompas, Jakarta,
2007, hal 78.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] E.
Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum…Op.,Cit,
hal xviii
Artikel Terkait..:
hukum
- Jenis - Jenis Perlindungan Kerja (Hukum Perdata)
- Bentuk - Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
- Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
- POKOK-POKOK UPAYA HUKUM PERDATA
- Pengertian Monopoli dan Persaingan Curang
- Ruang Lingkup Hukum Antimonopoli
- Tinjauan Yuridis tentang Tenaga Kerja
- Delik (Tindak Pidana) Phedofilia
- Akibat-akibat yang Timbul Dari Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Kapal Laut
- Terjadinya Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Kapal Laut
- Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Kredit
- Asas-Asas Dalam Perjanjian
- Dasar - Dasar Pidana dan Pemidanaan
- Anak dan Defenisinya dalam Hukum Pidana
- Delik (Tindak Pidana) Pencurian
- Unsur-Unsur Delik (Tindak Pidana)
- Pengertian Delik (tindak pidana)
- Hukum Perburuhan dan Perkembangan Masyarakat
- PEMAHAMAN DASAR TENTANG HUKUM DAN HUKUM PERBURUHAN
- Masyarakat Madani dan HAM
- Bahasa Hukum Indonesia dan Permasalahannya
- PENGERTIAN BERBAGAI TERMINOLOGI HUKUM
- STRUKTUR DAN ANATOMI AKTA KONTRAK.
- PROSES PENYELESAIAN PERKARA DI PERADILAN MILITER