Jumat, 10 Agustus 2012

Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Kredit

Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut menurut para ahli hukum dianggap kurang lengkap dan mengandung banyak kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : [1]

a.       Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja
Hal ini dapat diketahui dari rumusan “ satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikatkan” merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak.
b.      Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa kesepakatan
Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan mengurus kepentingan orang lain dan perbuatan melawan hukum. Kedua tindakan tersebut merupakan perbuatan yang tidak mengandung adanya kesepakatan atau tanpa adanya kehendak untuk menimbulkan akibat hukum. Pengertian perbuatan sendiri sangat luas, sementara maksud “perbuatan” dalam rumusan Pasal 1313 KUH Perdata adalah perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang menimbulkan akibat hukum.
c.       Pengertian perjanjian terlalu luas
Pengertian perjanjian dalam rumusan Pasal 1313 KUH Perdata terlalu luas karena dapat juga diartikan pengertian perjanjian perkawinan, padahal perjanjian perkawinan telah diatur sendiri dalam hukum keluarga.
Dalam pelaksanaan perjanjian perkawinan disyaratkan ikut sertanya pejabat tertentu, sedangkan yang dimaksud perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah hubungan antara kreditur dan debitur tidak diwajibkan ikut sertanya pejabat tertentu. Hubungan antara kreditur dan debitur ini terletak dalam lapangan harta kekayaan.
d.      Pengertian perjanjian tanpa menyebut tujuan
Dalam perumusan Pasal 1313 KUH Perdata tidak disebutkan mengenai tujuan diadakannya perjanjian sehingga tidak jelas maksud para pihak mengikatkan dirinya tersebut
 Atas dasar alasan tersebut di atas maka para ahli hukum merasa perlu untuk merumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian.
R. Subekti memberikan rumusan perjanjian yaitu suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. [2]
Abdul Kadir Muhammad memberikan rumusan perjanjian yaitu suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. [3]
Sudikno Mertokusumo memberikan pengertian perjanjian sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. [4]
Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan syarat sahnya suatu perjanjian adalah :
a.       Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b.      Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
c.       Suatu hal tertentu; dan
d.      Suatu sebab yang halal.
Keempat syarat tersebut di atas, dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :
1)      Syarat Subjektif
Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subjektif karena merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh subjek perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, maka akibat hukumnya adalah dapat dibatalkannya perjanjian (vernietigbaar).
2)      Syarat Objektif
Syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat objektif karena merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh objek perjanjian. Apabila syarat objektif tidak dapat dipenuhi, maka akibat hukumnya adalah bahwa perjanjian itu batal demi hukum (van rechtswege nietig). [5]
Perjanjian ada berbagai macam, salah satunya adalah perjanjian kredit. Dalam Pasal 3 dan 4 Undang-undang Perbankan disebutkan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dalam menyalurkan dana masyarakat tersebut, bank memberikan berbagai macam kredit kepada masyarakat.
 Kosakata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu dari kosakata credere yang berarti kepercayaan, sehingga hubungan yang terjalin dalam kegiatan perkreditan diantara dua pihak, sepenuhnya juga harus dilandasi oleh adanya rasa saling mempercayai, yaitu bahwa kreditur yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit (debitur) sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan, baik menyangkut jangka waktunya, maupun prestasi, dan kontra prestasinya. Berjalannya kegiatan perkreditan dapat terlaksana secara lancar apabila disertai dengan rasa saling percaya antar para pihak yang terkait dalam kegiatan tersebut.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-undang Perbankan  menyatakan bahwa yang dimaksud kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga.
Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana tersebut di atas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut.
a.    Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya berupa pemberian (penerbitan) garansi bank dan penyediaan fasilitas dana untuk pembukaan letter of credit (LC).
b.    Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
Persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam merupakan dasar dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam dibuat oleh bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk kepada ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUH Perdata, Buku Ketiga tentang Perikatan. Perjanjian kredit yang dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata) merupakan undang-undang bagi bank dan debitur. Ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata menetapkan suatu perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang berjanji.
c.       Adanya kewajiban melunasi hutang
Pinjam-meminjam uang adalah suatu hutang bagi peminjam. Pinjam meminjam wajib melunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur wajib melakukan pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakatinya, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana yang diberikan secara cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatu hutang yang harus dibayar kembali oleh debitur.
d.   Adanya jangka waktu tertentu
Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka waktu tertentu. Berdasarkan jangka waktu tertentu yang ditetapkan atas pemberian kredit, maka kredit perbankan dapat dibedakan atas kredit jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Kredit jangka pendek adalah kredit yang mempunyai jangka waktu satu tahun atau dibawah satu tahun. Kredit jangka menengah adalah yang mempunyai jangka waktu di atas satu tahun sampai dengan tiga tahun, dan kredit jangka panjang adalah kredit yang mempunyai jangka waktu di atas tiga tahun. Jangka waktu suatu kredit ditetapkan berdasarkan kebijakan yang berlaku pada masing-masing bank dan mempertimbangkan tujuan penggunaan kredit serta kemampuan membayar dari calon debitur setelah dinilai kelayakannya. Berdasarkan pengertian kredit tentang jangka waktu tertentu dapat disimpulkan bahwa jangka waktu kredit harus ditetapkan secara tegas karena menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak.
e.    Adanya pemberian bunga kredit
Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui bank kepada debitur. Namun, sering pula disebut sebagai balas jasa atas penggunaan uang bank oleh debitur. Sepanjang terhadap bunga kredit yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan pembayarannya oleh debitur, merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama bagi bank.[6]


[1] Purwahid Patrik, 1994, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan dari Undang-undang, Mandar Maju, Jakarta , hal. 45-47
[2] R. Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Intermasa, Bandung, hal. 1
[3] Abdul Kadir Muhammad, 1986, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal. 95
[4] Sudikno Mertokusumo, 1983,  Mengenal Hukum, Suatu Pengantar,  Liberty, Yogyakarta, hal. 97

[5] Soeyono dan Siti Ummu Adillah, 2003,  Diktat Mata Kuliah Hukum Kontrak,  Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Unissula, Semarang, hal. 1
[6] M. Bahsan, 2007, Op.Cit,  hal. 75-78


Artikel Terkait..:

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar