Pengertian perjanjian
secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih.
Pengertian perjanjian
dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut menurut para ahli hukum dianggap kurang
lengkap dan mengandung banyak kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : [1]
a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja
Hal ini dapat diketahui dari rumusan “
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih
lainnya”. Kata “mengikatkan” merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang
dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak.
b. Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa kesepakatan
Dalam pengertian “perbuatan” termasuk
juga tindakan mengurus kepentingan orang lain dan perbuatan melawan hukum.
Kedua tindakan tersebut merupakan perbuatan yang tidak mengandung adanya
kesepakatan atau tanpa adanya kehendak untuk menimbulkan akibat hukum.
Pengertian perbuatan sendiri sangat luas, sementara maksud “perbuatan” dalam
rumusan Pasal 1313 KUH Perdata adalah perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang
menimbulkan akibat hukum.
c. Pengertian perjanjian terlalu luas
Pengertian perjanjian dalam rumusan
Pasal 1313 KUH Perdata terlalu luas karena dapat juga diartikan pengertian
perjanjian perkawinan, padahal perjanjian perkawinan telah diatur sendiri dalam
hukum keluarga.
Dalam pelaksanaan perjanjian perkawinan
disyaratkan ikut sertanya pejabat tertentu, sedangkan yang dimaksud perjanjian
dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah hubungan antara kreditur dan debitur tidak
diwajibkan ikut sertanya pejabat tertentu. Hubungan antara kreditur dan debitur
ini terletak dalam lapangan harta kekayaan.
d. Pengertian perjanjian tanpa menyebut tujuan
Dalam perumusan Pasal 1313 KUH Perdata
tidak disebutkan mengenai tujuan diadakannya perjanjian sehingga tidak jelas
maksud para pihak mengikatkan dirinya tersebut
Atas
dasar alasan tersebut di atas maka para ahli hukum merasa perlu untuk
merumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian.
R. Subekti memberikan
rumusan perjanjian yaitu suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. [2]
Abdul Kadir Muhammad
memberikan rumusan perjanjian yaitu suatu persetujuan dengan mana dua orang
atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta
kekayaan. [3]
Sudikno Mertokusumo
memberikan pengertian perjanjian sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau
lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. [4]
Pasal 1320 KUH
Perdata menyebutkan syarat sahnya suatu perjanjian adalah :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
c. Suatu hal tertentu; dan
d. Suatu sebab yang halal.
Keempat syarat
tersebut di atas, dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :
1)
Syarat Subjektif
Syarat pertama dan kedua disebut sebagai
syarat subjektif karena merupakan
persyaratan yang harus dipenuhi oleh subjek perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, maka akibat
hukumnya adalah dapat dibatalkannya perjanjian (vernietigbaar).
2) Syarat Objektif
Syarat ketiga dan keempat disebut sebagai
syarat objektif karena merupakan
persyaratan yang harus dipenuhi oleh objek perjanjian. Apabila syarat objektif tidak dapat dipenuhi, maka
akibat hukumnya adalah bahwa perjanjian itu batal demi hukum (van rechtswege nietig). [5]
Perjanjian ada
berbagai macam, salah satunya adalah perjanjian kredit. Dalam Pasal 3 dan 4
Undang-undang Perbankan disebutkan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia
adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dalam menyalurkan dana
masyarakat tersebut, bank memberikan berbagai macam kredit kepada masyarakat.
Kosakata kredit berasal dari bahasa Romawi
yaitu dari kosakata credere yang
berarti kepercayaan, sehingga hubungan yang terjalin dalam kegiatan perkreditan
diantara dua pihak, sepenuhnya juga harus dilandasi oleh adanya rasa saling
mempercayai, yaitu bahwa kreditur yang memberikan kredit percaya bahwa penerima
kredit (debitur) sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan, baik
menyangkut jangka waktunya, maupun prestasi, dan kontra prestasinya. Berjalannya
kegiatan perkreditan dapat terlaksana secara lancar apabila disertai dengan
rasa saling percaya antar para pihak yang terkait dalam kegiatan tersebut.
Menurut ketentuan
Pasal 1 angka 11 Undang-undang Perbankan
menyatakan bahwa yang dimaksud kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga.
Berdasarkan
pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana tersebut di
atas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan
sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut.
a. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan penyediaan uang
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah
pihak penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian
disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat
dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya berupa
pemberian (penerbitan) garansi bank dan penyediaan fasilitas dana untuk
pembukaan letter of credit (LC).
b. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain
Persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam merupakan dasar dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut. Persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam dibuat oleh bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam
bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis
perjanjian, tunduk kepada ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia.
Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUH Perdata,
Buku Ketiga tentang Perikatan. Perjanjian kredit yang dibuat secara sah sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku (antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320
KUH Perdata) merupakan undang-undang bagi bank dan debitur. Ketentuan Pasal
1338 KUH Perdata menetapkan suatu perjanjian yang sah berlaku sebagai
undang-undang bagi pihak yang berjanji.
c. Adanya kewajiban melunasi hutang
Pinjam-meminjam uang adalah suatu hutang
bagi peminjam. Pinjam meminjam wajib melunasinya sesuai dengan yang
diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur wajib melakukan
pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah
disepakatinya, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan
demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana yang diberikan secara
cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatu hutang yang harus dibayar kembali oleh
debitur.
d. Adanya jangka waktu tertentu
Pemberian kredit terkait dengan suatu
jangka waktu tertentu. Berdasarkan jangka waktu tertentu yang ditetapkan atas
pemberian kredit, maka kredit perbankan dapat dibedakan atas kredit jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Kredit jangka pendek adalah kredit
yang mempunyai jangka waktu satu tahun atau dibawah satu tahun. Kredit jangka
menengah adalah yang mempunyai jangka waktu di atas satu tahun sampai dengan
tiga tahun, dan kredit jangka panjang adalah kredit yang mempunyai jangka waktu
di atas tiga tahun. Jangka waktu suatu kredit ditetapkan berdasarkan kebijakan
yang berlaku pada masing-masing bank dan mempertimbangkan tujuan penggunaan
kredit serta kemampuan membayar dari calon debitur setelah dinilai
kelayakannya. Berdasarkan pengertian kredit tentang jangka waktu tertentu dapat
disimpulkan bahwa jangka waktu kredit harus ditetapkan secara tegas karena
menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak.
e. Adanya pemberian bunga kredit
Terhadap suatu kredit sebagai salah satu
bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku
bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas
uang yang dipinjamkan dan disetujui bank kepada debitur. Namun, sering pula
disebut sebagai balas jasa atas penggunaan uang bank oleh debitur. Sepanjang
terhadap bunga kredit yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan
pembayarannya oleh debitur, merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama
bagi bank.[6]
[1] Purwahid Patrik, 1994, Dasar-dasar
Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan dari Undang-undang,
Mandar Maju, Jakarta
, hal. 45-47
[2] R. Subekti, 1987, Hukum
Perjanjian, Intermasa, Bandung,
hal. 1
[3] Abdul Kadir Muhammad, 1986,
Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung,
hal. 95
[4] Sudikno Mertokusumo, 1983, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta, hal. 97
[5] Soeyono dan Siti Ummu Adillah, 2003, Diktat
Mata Kuliah Hukum Kontrak, Bagian
Hukum Perdata Fakultas Hukum Unissula, Semarang,
hal. 1
[6] M. Bahsan, 2007, Op.Cit, hal. 75-78
Artikel Terkait..:
hukum
- Jenis - Jenis Perlindungan Kerja (Hukum Perdata)
- Bentuk - Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
- Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
- POKOK-POKOK UPAYA HUKUM PERDATA
- Pengertian Monopoli dan Persaingan Curang
- Ruang Lingkup Hukum Antimonopoli
- Tinjauan Yuridis tentang Tenaga Kerja
- Delik (Tindak Pidana) Phedofilia
- Akibat-akibat yang Timbul Dari Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Kapal Laut
- Terjadinya Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Kapal Laut
- Hukum dan Perubahan Sosial
- Asas-Asas Dalam Perjanjian
- Dasar - Dasar Pidana dan Pemidanaan
- Anak dan Defenisinya dalam Hukum Pidana
- Delik (Tindak Pidana) Pencurian
- Unsur-Unsur Delik (Tindak Pidana)
- Pengertian Delik (tindak pidana)
- Hukum Perburuhan dan Perkembangan Masyarakat
- PEMAHAMAN DASAR TENTANG HUKUM DAN HUKUM PERBURUHAN
- Masyarakat Madani dan HAM
- Bahasa Hukum Indonesia dan Permasalahannya
- PENGERTIAN BERBAGAI TERMINOLOGI HUKUM
- STRUKTUR DAN ANATOMI AKTA KONTRAK.
- PROSES PENYELESAIAN PERKARA DI PERADILAN MILITER